Tuntut Transparansi Tata Kelola Perkebunan, FPPM dan Poktan Geruduk DPRD Kabupaten Blitar

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 12 Juli 2023 20:26 WIB
Blitar, MI - Ratusan warga yang tergabung dalam Front Perjuangan Petani Mataraman (FPPM) bersama Kelompok Tani (Poktan ) Rukun Santoso dusun Gambaranyar, Desa Sumberasri Kecamatan Nglegok melakukan aksi menuntut transparansi dan pengelolaan perkebunan yang diduga bermasalah, di Kantor DPRD Kabupaten Blitar, pada Rabu (12/7). Ratusan peserta aksi juga membawa banner serta poster, yang bertuliskan tuntutan serta penolakan terhadap tata kelola perusahaan perkebunan Gambarnyar yang diduga salah dalam tata kelola perkebunan. Koordinator aksi M Triyanto bersama Joko Agus Prasetyo dalam orasinya menyampaikan lima tuntutan diantaranya, untuk segera melakukan program kemitraan dengan masyarakat di PT Perkebunan dan Dagang Gambar, kemitraan dengan masyarakat di 16 perkebunan yang beroperasi di Kabupaten Blitar. ”Dan juga melakukan evaluasi dan kajian ulang, laksanakan tata kelola perusahaan perkebunan secara transparan, bersih, demokratis, dan berwatak kerakyatan, cabut ijin perkebunan yang tidak menaati peraturan yang berlaku," ujar M Triyanto. Pada kesempatan yang sama, dalam orasinya Joko Agus Prasetyo juga menyatakan lima hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan perkebunan. Pertama kata dia, perkebunan merupakan salah satu bagian utama dalam sektor pertanian yang memegang peranan sangat penting dalam pengolahan sumber daya alam, selain untuk ketersediaan sumber pangan rakyat. "Hasil produksi dari perkebunan memiliki nilai jual yang baik sehingga mampu menjadi sumber devisa bagi negara," ungkapnya. Kedua, lanjut dia, sektor perkebunan juga harus mampu membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat sekitar perkebunan. Sehingga mengurangi angka pengangguran dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Kongkritnya perkebunan yang merupakan bagian dari sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perkembangan suatu negara seperti Indonesia yang merupakan negara berkembang dalam pembangunan perekonomiannya," ujarnya. Yang ketiga, ungakp dia, harus dipahami bersama, sebenarnya dalam proses pengelolaan perkebunan pemerintah telah memberikan pengaturan mengenai tata cara pengelolaan perkebunan. "Salah satunya adalah adanya kewajiban bagi perusahaan perkebunan yang harus dilaksanakan. Bahwa sesuai aturan perusahaan perkebunan yang mendapat izin berusaha di sektor perkebunan disarankan membangun kebun masyarakat (plasma) seluas 20 % dari luas lahan," jelasnya. Selanjutnya yang keempat menurut dia, wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup, wajib mengusahakan lahan perkebunan paling lambat 2 tahun setelah pemberian status atas tanah. "Serta wajib memiliki usaha perkebunan dan dalam proses pengawasan wajib memberikan pelaporan terkait kinerja usaha perkebunan kepada pemerintah daerah serta pusat. Sedangkan pelaporan kinerja tersebut harus dapat diakses secara terbuka oleh masyarakat," bebernya. Sementara yang kelima adalah harus ada komitmen bersama terkait tanggung jawab perusahaan perkebunan terhadap lingkungan dan sosialnya. "Maka dari itulah kami berharap agar 16 perusahaan perkebunan yang terdapat di Kabupaten Blitar," harapnya. Usai melakukan orasinya, perwakilan dari peserta aksi diterima oleh Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Blitar Muharam Sulistiyono dan juga beberapa anggota komisi. Turut hadir dalam kesempatan itu, Kepala OPD terkait, perwakilan dari perusahaan perkebunan, perwakilan dari Kantor ATR/BPN Kabupaten Blitar dan juga Muspika Nglegok. Dalam forum tersebut, M. Triyanto menyampaikan DPRD bersikap tegas terhadap perkebunan nakal. Dan juga menjelaskan terkait alih fungsi lahan yang ugal-ugalan, yang diduga menabrak kepentingan masyarakat setempat. Salah satunya, tanggul tempat penampungan air yang digunakan untuk mitigasi bencana, malah diubah menjadi kandang sapi. “Kami mendesak dewan tegas, turun tangan langsung atas kesemrawutan pola pengelolaan perkebunan Gambarnyar. Salah satunya, tanggul tempat penampungan air yang digunakan untuk mitigasi bencana, malah diubah menjadi kandang sapi," ujarnya. Masih Triyanto katakan, penyelesaian masalah, tadi sepakat waktu satu minggu untuk diadakannya pertemuan dengan direksi perusahaan. Dengan dilakukan mediasi antara pihak perusahaan perkebunan dan masyarakat. ”Jika tidak, maka akan lebih banyak massa lagi yang datang, karena yang hadir tadi gak punya kuasa apa-apa. Kalau lebih dari satu minggu, kita tuntut cabut HGU-nya,” tegasnya. Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Blitar, Muharam Sulistiyono mengatakan, DPRD akan menyikapi serius permasalahan ini. Rencananya DPRD juga akan meninjau langsung lokasi perkebunan yang diduga bermasalah. “Tentu tadi kita kasih waktu satu minggu, tegas tidak boleh lewat dari itu. Kita juga akan tinjau langsung lokasinya. Karena ini masalah serius, menyangkut kepentingan masyarakat luas," katanya usai memimpin rapat dengar pendapat. Dikesempatan yang sama, perwakilan dari Kantor ATR/BPN Kabupaten Blitar Ulyan Kholif, menyampaikan bahwa sesuai dengan peraturan kewajiban pemegang HGU untuk menyelesaikan adanya tuntutan dari masyarakat. ”Karena dalam peraturan perundang-undangan juga sudah disebutkan bagi pemegang HGU untuk menyediakan lahan bagi masyarakat setempat”, ujarnya singkat. Saat dikonfirmasi oleh awak media usai rapat perwakilan dari perusahaan perkebunan yang hadir belum memberikan komentar apapun, tentang permasalahan ini. (JK)