Nusron Wahid Membuka Luka Lama Sengkarut Tanah di Maluku Utara


Ternate, MI - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menyoroti serius persoalan lahan di Malut yang selama ini terbengkalai dan tidak dikelola sebagaimana mestinya oleh para pemegang Hak Guna Usaha (HGU). Ia menegaskan pemerintah akan melakukan langkah tegas untuk menertibkan tanah-tanah bermasalah tersebut.
Hal itu disampaikan Nusron usai menghadiri Rapat Koordinasi yang dihadiri Ketua Komisi II DPR RI, Gubernur Malut, perwakilan Pemprov Papua, serta para bupati dan wali kota se-Malut di Hotel Bela Ternate, Sabtu (23/8/2025).
Menurutnya, terdapat sejumlah pemegang HGU di Malut yang tidak memenuhi komitmen dalam mengelola lahan. Bahkan, kata Nusron, banyak lahan yang dibiarkan terbengkalai hingga 10 sampai 20 tahun tanpa ada aktivitas produktif.
“Di Maluku Utara banyak sekali, lebih dari tiga pemegang HGU yang tidak komit. Ketika mengurus HGU, mereka berjanji untuk menanam dan memproduktifkan tanah, tapi dalam perjalanan tidak ditanam, bahkan ada yang dibiarkan puluhan tahun,” ungkap Nusron.
Dia menambahkan, sebagian pemegang HGU justru menggunakan sertifikat tanah hanya sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman bank. Akibatnya, banyak yang mengalami kredit macet hingga berujung pada persoalan hukum.
“Mereka hanya jadikan tanah itu untuk mencari pinjaman di bank. Sekarang kreditnya macet, dan banyak yang bermasalah secara hukum. Karena itu kami akan tertibkan,” tegasnya.
Nusron menjelaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan sejumlah direktur utama bank untuk mengambil alih aset tanah tersebut agar kembali menjadi aset negara. Dengan begitu, lahan yang terbengkalai dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
Selain itu, Nusron juga menyinggung soal tumpang tindih antara izin usaha pertambangan (IUP) dengan hak atas tanah. Ia menekankan bahwa setiap pemegang IUP wajib mendapatkan persetujuan dari pemegang hak tanah jika wilayah izin usaha berada di atas lahan bersertifikat.
“Pemegang IUP itu tidak akan bisa menambang kalau berbenturan dengan tanah yang sudah ada sertifikatnya, baik sertifikat hak milik, hak pakai, HGB, maupun HGU. Mereka wajib minta persetujuan dan bekerja sama dengan pemegang hak atas tanah,” jelasnya.
Namun, Nusron menegaskan bahwa jika IUP berada di kawasan hutan, kewenangan bukan pada Kementerian ATR/BPN, melainkan berada di bawah otoritas kehutanan.
“Kalau IUP-nya di bawah hutan, itu bukan kewenangan saya. Pemegang izin harus berhubungan dengan otoritas kehutanan dan mengurus izin IPPK,” pungkasnya. (Jainal Adaran)
Topik:
Maluku Utara Nusron Wahid ATR/BPN