Pemprov Malut Targetkan OPD hanya 25-30, Sisanya akan Digabung


Sofifi, MI - Wagub Malut, Sarbin Sehe, menegaskan rencana perampingan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkup Pemprov Malut akan segera dilakukan. Jumlah OPD yang saat ini mencapai 45 unit dinilai terlalu besar dan tidak sebanding dengan kapasitas daerah yang hanya memiliki populasi sekitar 1,3 juta jiwa.
Rencana perampingan ini bukan sekadar soal administrasi, melainkan menyentuh aspek fundamental tata kelola pemerintahan. Selama ini, pembengkakan struktur OPD dianggap menjadi salah satu penyebab tingginya beban belanja aparatur yang menggerus ruang fiskal pembangunan.
Kondisi tersebut makin terasa ironis ketika Pemprov Malut harus mengimbangi tuntutan pelayanan publik yang semakin kompleks, namun justru dibebani struktur organisasi yang gemuk dan tidak proporsional.
Tak heran, langkah yang ditempuh Pemprov Malut di bawah kepemimpinan Gubernur Sherly Tjoanda dan Wagub Sarbin Sehe ini dipandang sebagai terobosan. Struktur 42 OPD dinilai tidak realistis dibanding jumlah penduduk. Apalag, beberapa unit kerja dianggap tumpang tindih dan hanya memperpanjang rantai birokrasi tanpa nilai tambah yang signifikan bagi masyarakat.
“Pertimbangan kita sederhana. Birokrasi itu fungsi utamanya melayani masyarakat. Kalau jumlah penduduk Maluku Utara hanya 1,3 juta, sementara OPD kita 42, itu terlalu besar. Bahkan setara dengan provinsi besar. Karena itu, perampingan menjadi kebutuhan daerah yang tidak bisa ditunda,” ujar Sarbin kepada wartawan di Kantor Gubernur Malut, Sofifi, Kamis (28/8).
Di sisi lain, perampingan ini diharapkan menjadi pintu masuk bagi reformasi birokrasi yang lebih menyeluruh. Pemprov Malut tidak bisa terus terjebak dalam pola lama di mana birokrasi lebih banyak mengurus dirinya sendiri ketimbang memberikan pelayanan yang nyata.
Dengan merampingkan jumlah OPD, pemerintah provinsi berkomitmen menggeser orientasi anggaran dari belanja rutin menuju belanja publik yang lebih langsung menyentuh kepentingan masyarakat luas.
Selain itu, efisiensi kelembagaan juga akan berdampak pada percepatan pengambilan keputusan. Selama ini, banyaknya OPD justru memperlambat koordinasi antarinstansi dan membuat proses birokrasi menjadi panjang serta berbelit. Efek domino dari perampingan adalah lahirnya birokrasi yang lebih gesit, adaptif, dan responsif terhadap kebutuhan daerah.
“Kita rampingkan operasional kantornya, kita perkecil, sehingga ruang publik untuk masyarakat bisa lebih besar,” tegasnya.
Lebih jauh, skema perampingan ini tidak hanya sebatas wacana di atas kertas. Wagub Malut memastikan desain teknokratis sedang dikerjakan dengan memperhatikan fungsi setiap OPD.
Hal ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada fungsi pelayanan publik yang terabaikan. Perampingan bukan berarti memangkas pelayanan, melainkan mengefisienkan struktur agar lebih efektif.
Meski demikian, konsekuensi yang paling nyata adalah adanya penggabungan beberapa OPD. Pemprov Malut menegaskan sudah menyiapkan berbagai opsi, termasuk menyisakan hanya 25 hingga 30 OPD saja.
Skema ini disusun dengan prinsip kesesuaian fungsi, sehingga tidak ada pelayanan publik yang hilang meski jumlah OPD berkurang drastis.
“Sudah pasti ada OPD yang digabung. Skemanya kita desain di Biro, bisa 30 OPD atau bahkan 25 OPD. Tinggal kita lihat dari fungsi-fungsinya.” tambahnya.
Namun, proses perampingan ini jelas tidak akan mulus tanpa persetujuan politik. DPRD Malut menjadi pihak yang memiliki peran penting dalam menentukan arah kebijakan ini. Bagi Pemprov, restu legislatif akan menjadi tolok ukur apakah rencana perampingan benar-benar dapat diwujudkan dalam waktu dekat.
Mantan Kakanwil Kemenag Sulut itu menegaskan, perampingan OPD bukan sekadar agenda internal Pemprov, melainkan strategi besar untuk menekan pemborosan. Ia optimistis bahwa dengan manuver ini, efisiensi dapat tercapai sehingga fiskal daerah lebih sehat. Dengan demikian, ruang fiskal yang selama ini tersedot belanja aparatur bisa dialihkan untuk pembangunan infrastruktur maupun sektor lain yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.
“Nanti kita juga mendengar pandangan teman-teman DPRD, setuju atau tidak. Tapi kepentingan utamanya jelas, menekan pemborosan dan mendorong efisiensi. Kalau ke depan PAD kita sudah besar, tentu ruang geraknya bisa lebih longgar,” tandasnya. (Jainal Adaran)
Topik:
Pemprov Maluku Utara