Pergantian Panglima TNI: Antara "Umur Pendek" dan Pemilu 2024

No Name

No Name

Diperbarui 2 Desember 2022 17:47 WIB
John A. Oktaveri/Jurnalis Senior Monitor Indonesia Jakarta, MI - Hampir dipastikan Laksamana Yudo Margono akan menjadi Panglima TNI menggantikan Jenderal Andika Perkasa yang akan segera pensiun pada Desember 2022 setelah calon tunggal yang diusulkan oleh Presiden Jokowi itu menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Seiring suksesi di pucuk pimpinan TNI itu, harapan masyarakat juga akan tertumpu pada sosok pria kelahiran Madiun tahun 1965 tersebut. Tidak mudah memang untuk dapat mencapai jabatan setinggi yang akan dipegang oleh Yudo, mengingat sistem kepangkatan di tubuh TNI merupakan salah satu sistem yang benar-benar terukur dan tertib administrasi. Keseriusan Yudo untuk membenahi berbagai persoalan di tubuh TNI maupun yang ada kaitannya dengan tugas pokok dan fungsi tentara pembela rakyat itu, sangat dibutuhkan. Apalagi saat ini keberadaan TNI semakin strategis karena Indonesia tidak saja dihadapkan dengan berbagai persoalan keamanan di dalam negeri seperti soal keamanan di Papua, tapi juga tengah menghadapi peta persaingan global yang kian panas. Belum lagi persoalan politik mengingat tahun depan Indonesia telah memasuki tahun pemilu karena proses Pemilihan Presiden 2024 sudah akan dimulai. Bukan tidak mungkin pesta demokrasi tersebut akan rawan keamaman mengingat tidak ada lagi petahana presiden yang maju menjadi calon presiden. Begitu juga dengan ketatnya persaingan di kalangan partai politik untuk mengusung calon presiden karena terhambat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold). Ada pula persoalan kedisiplinan di tubuh TNI sebagaimana dikemukakan oleh Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Tubagus (TB) Hasanuddin. Dia menyoroti kedisiplinan prajurit menjelang uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap Yudo Margono sebagai calon Panglima TNI usulan pemerintah. Tubagus menyebut kedisiplinan prajurit terus menurun dalam lima tahun terakhir. Dia kemudian mencontohkan sejumlah kasus pidana yang melibatkan para prajurit bahkan hingga pangkat kolonel. "Contohnya apa? Perkelahian makin tinggi. Kedua, ada pembunuhan dilakukan seorang kolonel, itu perlu mendapatkan porsi perhatian yang cukup," kata Tubagus di Kompleks Parlemen, Kamis (1/2). Selain kedisiplinan prajurit, dia menyoroti soal netralitas prajurit, apalagi di masa tahapan pemilu hingga 2024 mendatang. Secara tegas Tubagus dan fraksinya di DPR ingin prajurit tetap netral dan tidak terlibat politik praktis. Sedangkan dari sisi luar negeri, ada persoalan kerawanan keamaman di Laut China Selatan dan Selat Taiwan akibat persaingan pengaruh antara China dan Amerika Serikat. Ada pula persoalan pelanggaran batas wilayah di Kepulauan Natuna yang sering dilakukan kapal-kapal China selain masalah perbatasan dengan Malaysia. Semua persoalan memang belum membutuhkan tindakan cepat, namun TNI tetap membutuhkan langkah-langkah stategis demi mempertahankan kedaulatan dan keamanan Indonesia selain menghadapi soal kedisplinan prajurit tersebut. Masa jabatan Panglima TNI kurang dari setahun Namun demikian, kendati proses pencalonan Yudo tidak akan menghadapi kendala berarti di DPR, mengingat perwira tinggi diajukan sebagai calon tunggal, ada persoalan lain yang tampaknya sudah bersifat klasik dan berulang. Sebagimana banyak disuarakan politisi Senayan, umur kepemimpinan Yudo sebagai pucuk komando TNI tidak akan berlangsung lama. Pasalnya, Yudo pria yang kini berusia 57 tahun itu akan menjabat sebagai Panglima TNI hanya hingga November 2023 atau sampai dia memasuki masa pensiun. Artinya, seorang Laksamana Yudo Margono tidak akan sampai setahun memimpin TNI sebagaimana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang jauh lebih muda  dan bisa mengawal pemilu hingga 2024. Sehingga, ada peluang besar terjadi pergantian Panglima TNI di tengah proses pemilu 2024 yang mulai hangat, kalau tidak mau disebut panas, pada pertengahan tahun depan. Ada istilah "umur pendek" sang panglima yang dilontarkan para politisi Senayan untuk orang nomor 1 di TNI itu nantinya. Bahkan sorotan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tertuju pada kondisi yang tidak ideal bagi seorang panglima untuk membuat terobosan yang dijanjikan saat fit and proper test di Komisi I DPR mengingat "umur panglima" yang pendek tersebut. Tidak hanya itu, pergantian di tengah proses pemilu juga bisa berpotensi menimbulkan riak politik karena agak sulit menghindari kerawanan keamaman pada setiap pesta politik. Hal itu termasuk soal netralitas prajurit sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Tubagus. Namun demikian, harapannya tentu Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai "panglima tertinggi" punya skenario yang jitu untuk menghadpi persoalan suksesi tersebut, mengingat selama ini sulit untuk memisahkan unsur politis dalam pengangkatan setiap pejabat.