Komisi X DPR Desak Pemerintah Evaluasi PP Nomor 14 Tahun 2010 Tentang Pendidikan Kedinasan

Aswan LA
Aswan LA
Diperbarui 6 Mei 2024 08:17 WIB
Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hetifah Sjaifudian (Foto: MI/Dok Pribadi)
Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hetifah Sjaifudian (Foto: MI/Dok Pribadi)

Jakarta, MI - Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Hetifah Sjaifudian mendesak pemerintah agar mengevaluasi Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan. 

Sepanjang pengamatannya sekolah-sekolah kedinasan di sejumlah kementerian memiliki paradigma yang berbeda dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, baik dalam hal pengajaran maupun para pendidiknya.

Hal dia sampaikan merespons tewasnya taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19) karena menjadi korban senioritas. Menurutnya, kasus tragis taruna STIP yang meninggal karena dianiaya oleh seniornya, Tegar Rafi Sanjaya (21), ini memang menjadi perhatian serius, terutama dalam lingkup pendidikan dan perlindungan hak-hak siswa. 

Hetifah menegaskan, bahwa Komisi X DPR RI yang membidangi Pendidikan, tentunya memiliki peran penting dalam mengawasi dan memastikan bahwa institusi pendidikan, termasuk sekolah kedinasan, menjalankan fungsi mereka dengan benar dan sesuai dengan peraturan yang ada.

"Kasus seperti ini sering menyoroti kebutuhan mendesak untuk reformasi dalam sistem pendidikan kedinasan, terutama terkait dengan pengawasan internal dan mekanisme penegakan disiplin yang lebih efektif dan manusiawi," tegas Hetifah saat dihubungi Monitorindonesia.com, Senin (6/5/2024) pagi.

Pihaknya mendorong untuk pengawasan yang lebih Ketat. Dalam hal ini memastikan ada pengawasan yang lebih intensif dari pihak sekolah terhadap semua aktivitas yang melibatkan interaksi antar taruna.

Lalu, evaluasi kurikulum dan kebijakan. "Melakukan evaluasi dan pembaruan terhadap kurikulum yang berkaitan dengan pembinaan karakter dan kepemimpinan, serta memastikan kebijakan anti-kekerasan dijalankan dengan tegas," tegasnya.

Selanjutnya, diperlukan peningkatan sistem pelaporan dan transparansi. "Memperkuat sistem pelaporan dan transparansi agar kasus-kasus serupa dapat segera ditangani dan tidak terulang," jelas politisi Partai Golkar ini.

Selain itu, pembinaan mental dan psikologis. "Memberikan pembinaan yang tidak hanya fokus pada fisik dan disiplin, tapi juga pembinaan mental dan dukungan psikologis," tutur Hetifah.

Kemudian terkait pelaku, Hetifah mendorong pihak berwajib untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelaku agar kedepan tidak terjadi lagi hal mengenaskan di institusi tersebut dan memperbaharui sistem pendidikan dan pembinaannya, agar ke depannya dapat menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif untuk semua taruna. 

"Tentunya, hal ini memerlukan kerja sama yang erat antara lembaga pendidikan, pengawas, dan juga dukungan dari pemerintah dan masyarakat," tegasnya.

Hetifah menjelaskan, bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2010 tentang Pendidikan Kedinasan memang bertujuan untuk membentuk calon abdi negara yang tidak hanya memiliki keahlian profesional tetapi juga integritas dan dedikasi tinggi terhadap pelayanan publik. 

Namun, jika dalam praktiknya terdapat indikasi bahwa pendidikan kedinasan masih menekankan pada pendekatan yang bersifat militeristik dan kurang mengakomodasi aspek-aspek kritis lain seperti kreativitas, empati, dan keterampilan interpersonal, maka evaluasi mungkin diperlukan.

Menurutnya, ada beberapa alasan mengapa evaluasi mungkin perlu dilakukan. Yakni, perubahan kebutuhan masyarakat dan pemerintah.

"Dalam beberapa dekade terakhir, tuntutan terhadap abdi negara telah berubah secara signifikan. Keterampilan seperti kepemimpinan kolaboratif, pemecahan masalah yang kreatif, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan publik secara efektif menjadi semakin penting," ungkapnya.

Integrasi nilai-nilai kemanusiaan dan etika. Menurutnya, sebagai abdi negara, penting untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang etika, hak asasi manusia, dan nilai-nilai demokrasi. 

"Pendidikan kedinasan harus mencerminkan nilai-nilai ini dalam kurikulum dan metode pengajarannya," ungkapnya.

Lalu, mengurangi kekerasan dan bullying. "Kasus-kasus kekerasan dan bullying yang terjadi di beberapa sekolah kedinasan menunjukkan adanya kebutuhan untuk merombak pendekatan dalam membina disiplin dan respect antar taruna," lanjut Hetifah.

Selain itu, juga adaptasi terhadap teknologi dan inovasi. Di era digital, tambah Hetifah, penting bagi calon abdi negara untuk dilengkapi dengan pemahaman dan keterampilan teknologi yang memadai. 

"Ini termasuk penggunaan teknologi dalam pelayanan publik dan pemahaman tentang isu-isu seperti keamanan siber dan privasi data," beber Hetifah.

Kendati, menurut Hetifah, evaluasi atas PP Nomor 14 Tahun 2010 bisa melibatkan berbagai pihak, termasuk ahli pendidikan, praktisi hukum, para alumni, dan tentu saja input dari masyarakat umum. 

Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa pendidikan kedinasan tidak hanya mencetak individu yang disiplin, tetapi juga peka terhadap kebutuhan dan perubahan sosial, serta mampu berkontribusi secara positif dalam berbagai situasi. 

"Evaluasi ini juga perlu menggarisbawahi pentingnya keadilan, kesejahteraan, dan keselamatan semua taruna sebagai prioritas utama dalam sistem pendidikan kedinasan," pungkas Hetifah.