Aneh! UKT Naik, Padahal Anggaran Pendidikan Hampir Naik 2 Kali Lipat 'Jangan-jangan pemerintah tak lagi mensubsidi beberapa PTN'

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 8 Mei 2024 10:31 WIB
UKT naik, padahal anggaran pendidikan dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2024 sekarang naik nyaris dua kali lipat (Foto: Dok MI/Repro)
UKT naik, padahal anggaran pendidikan dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2024 sekarang naik nyaris dua kali lipat (Foto: Dok MI/Repro)

Jakarta, MI - Pengamat politik yang juga pegiat demokrasi, Muhammad Said Didu turut menyoroti kenaikan dramatis Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang kini menjadi perbincangan hangat publik.

Dia menilai aneh dengan melejitnya UKT, padahal anggaran pendidikan dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2024 sekarang naik nyaris dua kali lipat.

Karena pemerintah hingga sebagian mahasiswa hanya diam melihat perusakan bangsa, maka mantan Sekretaris Kementerian BUMN itu menyerukan ikut diam juga.

"Diam saja. Biaya pendidikan UKT mahasiswa di hampir semua PT melonjak. Kita baiknya DIAM saja, karena pemerintah hanya DIAM dan selama ini juga mahasiswa hanya DIAM melihat perusakan bangsa dan negaranya serta DIAM dan MEMBISU terhadap penderitaan rakyat," cuit Said Didu dalam akun X (Twitter) pribadinya, @msaid_didu, dikutip Monitorindonesia.com, Rabu (8/5/2024).

Dalam cuitan sebelumnya, dia juga menyoroti UKT di Universitas Jenderal Soedirman yang diketahui rata-rata naik 100 persen.

Dia pun membandingkannya dengan anggaran pendidikan secara nasional.

"Aneh, UKT naik padahal anggaran pendidikan thn 2014 - 2024 hampir naik 2 kali lipat. Anggaran pendidikan 2014 sekitar Rp 340 triliun, naik menjadi sekitar Rp660 trilyun tahun 2024,” bebernya.

Menurut Said Didu, kenaikan anggaran pendidikan di APBN diperuntukkan untuk seluruh sekolah di Indonesia, termasuk Unsoed yang memang kampus negeri.

“APBN itu untuk biaya pendidikan seluruh sekolah negeri dan swasta. Onsoed itu Perguruan Tinggi Negeri yang dibiayai APBN yang anggarannya naik hampir 2 kali lipat,” tandasnya.

Sementara itu, pengamat pendidikan, Indra Charismiadji juga menyoroti pengawasan anggaran lembaga pendidikan. 

"Lembaga pendidika anggarannya kita nggak tahu siapa yang mengawasi. Maka sudah saatnya kita mengevaluasi sistem pendidikan, apakah sudah sesuai dengan sistem pancasila," kata Indra kepada Monitorindonesia.com.

Jangan-jangan pemerintah tak lagi mensubsidi beberapa perguruan tinggi negeri!

Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, kenaikan signifikan hingga 50% hingga 100% yang terjadi seharusnya tidak boleh terjadi secara mendadak, melainkan secara bertahap.

"Mestinya secara bertahap tiap tahun ada kenaikan 10%, itu masih terbilang wajar. Namun, jika lonjakan terlalu besar, kita harus bertanya, inflasi apa yang menyebabkan harga pendidikan menjadi naik? Apakah mengikuti harga cabai atau harga telur?" tanya Dede Yusuf, di Kota Medan, Sumatra Utara, Senin (6/5/2024).

Dede Yusuf mengungkapkan kecurigaan bahwa adanya pemotongan subsidi pemerintah kepada beberapa PTN bisa jadi penyebabnya. 

"Jangan-jangan pemerintah sudah tidak lagi mensubsidi beberapa perguruan tinggi negeri. Seberapa jauh ini kan akhirnya kaitannya kita juga perlu telusuri, komponen-komponen apa yang menyebabkan angka pembiayaan pendidikan menjadi tinggi," lanjutnya.

Dede Yusuf juga menyoroti implementasi dari status PTN Berbadan Hukum (PTNBH). 

Menurutnya, konsep PTNBH yang seharusnya membantu universitas mencari pendanaan di luar dari student body dan diluar subsidi pemerintah, PTNBH ini belum berjalan dengan sempurna.

"Kalau hanya sekadar menaikkan jumlah mahasiswa dengan pembiayaan dari mahasiswa itu sendiri, namanya bukan intisari dari peningkatan perguruan tinggi berbadan hukum. sudah aja menjadi swasta sekalian," beber Dede Yusuf.

Dede Yusuf menyampaikan bahwa Komisi X DPR RI telah membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mengevaluasi pelaksanaan PTNBH ini. 

"Kami sudah meminta agar PTNBH ini dievaluasi untuk melihat apakah tercapai cita-citanya," pungkasnya.