DPD Mediasi Sengketa Tanah antara Masyarakat Dayak dengan Pertamina

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Februari 2022 15:35 WIB
Mmonitorindonesia.com - Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI menindaklanjuti pengaduan masyarakat adat Dayak terkait ganti rugi lahan dengan PT Pertamina  RU V Balikpapan, Kalimantan Timur. Sebelumnya surat pengaduan Pimpinan Resort Kalimantan Timur Komando Pengawal Pusaka Adat Dayak-Borneo (Koppad Borneo) pada 28 April 2021 telah disampaikan ke BAP. Perihalnya, permohonan perlindungan hukum dan memasilitasi pertemuan dengan Pertamina terkait perkara perdata yang telah berkekuatan hukum tetap atas putusan Pengadilan Negeri Balikpapan, 5 Desember 1995. “Kita sebelumnya telah audiensi secara virtual bersama Koppad Borneo. Kali ini, kami berharap pertemuan ini akan mengatasi permasalahan yang sudah lama ini dengan solusi terbaik bagi kedua pihak,” ucap Ketua BAP DPD RI Bambans Sutrisno di Gedung DPD RI, Jakarta, Rabu (2/2/2022). Ia menambahkan, BAP tidak bisa memutus sengketa lahan. “Untuk itu pertemuan dengan Pertamina mencari solusi,” terangnya. Wakil Ketua DPD Nono Sampono mengatakan DPD menjalankan konstitusi dengan menampung pengaduan masyarakat untuk di mediasi. “Kami sering menyelesaikan kasus antara masyarakat dengan perusahaan,” katanya. Di kesempatan yang sama, Wakil Ketua BAP Zainal Arifin menjelaskan bahwa dari sisi keadilan atas putusan yang ada, Pertamina bisa memberikan solusi yang terbaik untuk masyarakat Koppad Borneo. “Kita tidak mau ada kegaduhan karena proses hukum sudah lama terjadi, bahkan sudah putusan PK (Peninjauan Kembali). Seharusnya putusan PK ini sudah final, maka kita minta solusi terbaik,” terangnya. Dirut PT Kilang Pertamina Internasional Djoko Priyono menjelaskan terdapat putusan Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan pembebasan tanah Pertamina sah dan berlaku. “Dengan putusan ini maka Pertamina tidak perlu melakukan pembayaran,” tuturnya. Djoko menambahkan bahwa ada indikasi penggunaan dokumen palsu oleh penggugat. Maka yang bersangkutan diperintahkan untuk menyerahkan surat pernyataan Petta Embu tanggal 31 Juli 1987 ke kepolisian untuk diuji kebenarannya. “Selain itu ada perkara baru untuk obyek tanah yang sama dengan ahli waris sebagai penggugat, yang menyatakan sebagai pemilik tanah saat ini dan dalam proses persidangan di PN Balikpapan,” terangnya. Anggota DPD asal Sumatera Barat Alirman Sori mengatakan jika bicara secara pidana, kasus ini masih mentah. Namun bila perdata, sejatinya bukti-bukti selama ini sudah kongkrit. “Kalau Pertamina mau menempuh jalur hukum lagi, ya silakan. Namun Pertamina harus mempunyai solusi, sehingga ada benang merah pada kasus ini. Jadi hak-hak konstitusional tidak tersampingkan,” harapnya. [*]