DPR Pertanyakan Langkah Pemerintah Pungut Pajak Khusus IKN

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 9 Mei 2022 23:52 WIB
Jakarta, MI - Fraksi Partai Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat (FPD-DPR) mempertanyakan langkah pemerintah yang akan memungut pajak khusus dalam Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim). Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengaku heran dengan model rujukan pungutan pajak khusus di IKN Nusantara tersebut. “Apakah ada model rujukan entah kemudian diubah atau diambil sama, dan asumsi yang menyertai jika berubah apa? Jika sama persis samakah IKN dengan yang menjadi rujukan?,” kata Politikus Demokrat itu, Senin, (9/5). Didi pun mempertanyakan, langkah pungutan pajak yang disebut sebagai ikhtiar khusus. Didi bertanya, apakah pungutan pajak tersebut termasuk untuk di luar daerah IKN. “Jika ini merupakan ikhtiar khusus, cakupan pajak terkait gas atau pertambangan, misalnya, karena ada dan atau di IKN apakah, bermakna bisa mengenakan pajak untuk pertambangan di luar wilayah IKN?" ungkap Didi. “Bagaimana dampaknya terhadap pajak sebelumnya di mana pajak pada dasarnya redistribusinya tak hanya untuk suatu daerah, tapi bagi daerah mana pun, sesuai kebutuhan,” tambah Didi. Didi pun mengingatkan, untuk pajak atas energi tenaga listrik yang dihasilkan sendiri tidak di insentif terhadap upaya inovasi atau replikasi. Hal ini, kata dia, terkhusus untuk teknologi pembangkit listrik yang akrab lingkungan sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGS). “Di mana Indonesia telah meratifikasinya,” tegas Didi. Didi menegaskan, sebaiknya pajak diterapkan dan dilakukan saat inovasi atau replikasi telah diperdagangkan dan mulai meraup laba. “Jika hendak dipajaki adalah pada saat inovasi dan atau “replikasi” tersebut telah jika diperdagangkan sudah mulai meraih laba, sementara pajak cukup saat terjadinya transaksi pembelian oleh pemakai atau pembeli akhir, sebagai insentif digunakannya energi akrab lingkungan, seperti energi matahari,” ungkap Didi. Didi menambahkan, langkah ini diperlukan agar tidak membebani PLN yang sejauh ini tak mudah memenuhi kebutuhan listrik secara merata di seluruh kawasan Indonesia. “Kalau bukan pembeli akhir, dalam arti energi listrik yang dihasilkan untuk diperdagangkan lagi (Bukan si inovator), barulah tepat pajak,” tandas Didi. Sebelumnya, pemerintah menyiapkan berbagai opsi untuk pendanaan pembangunan IKN, salah satunya melalui pungutan pajak khusus IKN yang akan ditetapkan dengan Peraturan Otorita Ibu Kota Nusantara, setelah mendapat persetujuan DPR. Terkait skema pendanaan IKN Nusantara, Presiden Jokowi telah meneken Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2022, tentang pendanaan dan pengelolaan anggaran dalam rangka persiapan pembangunan, dan pemindahan ibu kota negara serta penyelenggaraan pemerintah daerah khusus Ibu Kota Nusantara. “Dalam rangka pendanaan untuk penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara, Otorita Ibu Kota Nusantara dapat melakukan pemungutan Pajak Khusus IKN dan/ atau Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara,” demikian bunyi pasal 42 beleid tersebut. Nantinya, pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan berlaku secara mutatis mutandis sebagai Pajak Khusus IKN dan Pungutan Khusus IKN di Ibu Kota Nusantara. Adapun dalam pasal 43 tercantum jenis Pajak Khusus IKN yang dapat dipungut oleh Otorita Ibu Kota Nusantara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 terdiri atas: a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; c. Pajak Alat Berat; d. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; e. Pajak Air Permukaan; f. Pajak Rokok; g. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; h. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan; i. Pajak Barang dan Jasa Tertentu atas: 1. Makanan dan/atau Minuman; 2. Tenaga Listrik; 3. Jasa Perhotelan; 4. Jasa Parkir; dan 5. Jasa Kesenian dan Hiburan. j. Pajak Reklame; k. Pajak Air Tanah; l. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; dan m. Pajak Sarang Burung Walet. (La Aswan)

Topik:

IKN