Misi Perdamaian Jokowi Terhadap Konflik Rusia dan Ukraina Patut Diikuti Negara Lain

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 3 Juli 2022 23:50 WIB
Jakarta, MI - Langkah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang telah melakukan misi perdamaian dengan mengunjungi dua negara yang tengah berkonflik, yaitu Ukraina dan Rusia patut diapresiasi. Meskipun dianggap tidak efektif oleh sebagian pihak sebab setelah kunjungan tersebut, Rusia masih tetap melancarkan serangan ke Odessa, Ukraina. Menurut Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Hilmy Muhammad, langkah orang nomor satu di Indonesia itu sudah tepat karena merupakan bagian dari impelentasi nilai-nilai yang terkandung dalam UUD NRI 1945. Bahkan, kata dia, seharusnya negara lainnya patut mengikuti langkah Presiden Indonesia ini. Sebab, kata dia, sejauh ini masih ada negara-negara yang sengaja membuat suasana di antara kedua negara tersebut semakin panas. “Kita dari Indonesia mengajak negara-negara lain juga mengikuti langkah Presiden kita ini. Jangan justru membuat semakin panas dengan keberpihakan dan sokongan senjata. Kita tahu, apa kepentingan mereka dalam berpihak. Kita akan dapat melihat peradaban dunia yang indah jika para pemimpin dunia dapat bersikap seperti Presiden kita dalam mewujudkan perdamaian. Kalau tidak bisa membuat perdamaian, setidaknya jangan memancing peperangan terus terjadi,” ajak Gus Hilmy sapaan akrabnya, Minggu (3/7). Gus Hilmy mejelaskan, bahwa jika melihat sejarah, perdamaian dalam peperangan tidak serta-merta dapat terhenti seketika meski sudah ada pihak yang berusaha mendamaikan. Kedua kepala negara yang berkonflik harus bertemu dan membuat kesepakatan. Hal ini pulalah yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda dulu. Kedua negara bertemu dan menandatangi perjanjian kedaulatan hingga akhirnya Indonesia benar-benar terlepas dari penjajahan dan perang pun berakhir. Demikian pula dengan Rusia dan Ukraina. Dengan Presiden Jokowi mendatangi sekaligus mengundang langsung kedua presiden yang tengah berkonflik tersebut, ada harapan G20 menjadi momentum duduk bersama untuk membicarakan perdamaian. “Terjadinya perang itu tidak seketika, proses perdamaiannya demikian juga. Tidak akan mudah dan memerlukan waktu yang tidak singkat, akan tetapi masa depan perdamaian terlihat lebih cerah dan mudah. Di antaranya persetujuan Putin soal distribusi pangan. Oleh karena itu, kita tunggu, momentum penting Indonesia menunjukkan perannya dalam mewujudkan perdamaian dunia menjelang akhir tahun ini,” tutup Gus Hilmy.