Sumatra Harus Dibangun dengan Pendekatan Geopolitik Bung Karno

Aan Sutisna
Aan Sutisna
Diperbarui 4 Juli 2022 03:39 WIB
Jakarta, MI - Pulau Sumatra, khususnya kawasan bagian barat harus dibangun dengan pendekatan geopolitik Soekarno terhadap ketahanan nasional. Gagasan ini disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dalam orasi ilmiah berjudul "Eksistensi Pemikiran Geopolitik Soekarno untuk Ketahanan Nasional" pada wisuda ke-127 Universitas Negeri Padang (UNP), Minggu (3/7). Dikutip dari siaran persnya, Hasto mengatakan, Sumatra Barat pernah dirancang sebagai pintu gerbang kemajuan Indonesia di Samudera Hindia. "Atas model ini Soekarno membangun koridor strategis kemajuan nusantara. Sumatra Barat dirancang sebagai pintu gerbang kemajuan Indonesia di Samudera Hindia. Sebab Soekarno mencita-citakan Indonesia hadir sebagai 'the major power' di Samudera Hindia," kata dia. Dijelaskan, koridor strategis Sumatra Barat menyatu dengan konsepsi untuk menjadikan wilayah Sulawesi sebagai lumbung pangan Indonesia; Sumatra pusat perkebunan; Jawa sebagai pusat pendidikan, jasa, dan kekuatan TNI Angkatan Darat; Kalimantan sebagai ibu kota negara dan sekaligus pusat kekuatan Angkatan Udara; dan Indonesia Timur sebagai pusat kekuatan Angkatan Laut dan industri Maritim. Dengan melihat potensi yang begitu besar di Sumatra Barat, lanjut Hasto, maka hegemoni kekuatan pertahanan Indonesia guna menjaga keamanan laut di Samudera Hindia menempatkan Sumatra Barat sebagai kawasan yang sangat penting dan strategis. "Pertanyaannya, mengapa Soekarno membangun doktrin agar Indonesia menjadi negara terkuat di Kawasan Samudera Hindia? Hal tersebut tidak terlepas dari kepemimpinan intelektual yang telah menjadi bagian kultur Minang, mengingat Pola Pembangunan Semesta Berencana dipimpin oleh Prof Moh Yamin," papar Hasto. Doktor Ilmu Pertahanan Universitas Pertahanan (Unhan) ini menguraikan, dalam peta geopolitik di kawasan Indo-Pasifik, Samudera Hindia menjadi pusat pertarungan hegemoni negara-negara maju. AS membangun 13 pangkalan militer. Inggris, Australia, Malaysia dan Singapura membentuk aliansi pertahanan. Bagi India, Samudera Hindia dipandang sebagai jalur transportasi yang hangat. Bagi Tiongkok, kawasan ini juga sangat penting dengan menjadikan Myanmar sebagai pintu gerbang kepentingan Tiongkok di Samudera Hindia. Dari perspektif geo-ekonomi, Samudra Hindia merupakan kawasan di mana 70 persen jalur perdagangan dunia berada. Di kawasan ini menjadi jalur utama minyak dan gas bumi. "Dengan demikian, Samudera Hindia secara geopolitik, geostrategi dan geo-ekonomi sangatlah penting bagi kepentingan Indonesia. Karena itulah Sumbar harus dikembangkan dalam cara pandang geopolitik," tegas Hasto. Lalu bagaimana Sumbar dengan pandangan geopolitik Soekarno tersebut dapat secepatnya mengejar ketertinggalannya dan bergerak progresif bagi kemajuan bangsa? Hasto mengatakan kuncinya adalah cara pandang dan kepemimpinan strategis yang "outward looking". "Guna mewujudkan hal tersebut, nilai-nilai yang hidup sebagai bagian dari 'strategic culture' seperti Tungku Tigo Sajarangan, sangatlah penting untuk membangun keunggulan dengan bertindak keluar," ujar Pria asal Yogyakarta ini. Dalam misi inilah Universitas Negeri Padang memiliki tugas sejarah, yakni bagaimana mempercepat transformasi kemajuan melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan mengedepankan riset dan inovasi. "Hanya dengan cara itulah kepemimpinan Sumbarbagi Indonesia dan dunia dapat digelorakan kembali," kata Hasto. Dia pun mengingatkan tokoh agama, tokoh adat, dan tokoh cendekiawan berperan penting untuk bersama-sama menggelorakan semangat kemajuan. "Semoga dengan kesadaran geopolitik tersebut, seluruh semangat untuk maju dan menjadi pemimpin di antara bangsa-bangsa dapat dikobarkan di Bumi Minang ini. Di sinilah Universitas Negeri Padang dengan seluruh jejaring alumninya memiliki tugas yang sangat penting. Bangun kemajuan dengan menjadi terbaik dimulai dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi," ujar Hasto Kristiyanto. [iwah]