Penerbitan STR dan SIP Rp 340 Miliar, DPR: Kemana Larinya Uang Pungutan Itu?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 24 Maret 2023 16:21 WIB
Jakarta, MI - Anggota Komisi IX DPR RI Irma Suryani Chaniago menyoroti dugaan bisnis penerbitan surat izin praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) dokter yang mencapai sekitar Rp 340 miliar sebagaimana diungkapkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin baru-baru ini. Politikus NasDem ini, menegaskan Komisi IX  di Rancangan Undang-Undang (UU) Kesehatan akan dibuat jelas, bahwa STR dan SIP harus dikeluarkan oleh pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Tujuannya agar pertanggungjawabannya jelas dan sanksi bagi oknum yang menyalahgunakan perbitan SIP dan STR itu. "Akan segera dibahas Komisi IX DPR. Lembaga yang selama ini memungut jasa itu harus dilakukan audit publik ke mana saja larinya uang pungutan STR dan SIP itu selama ini,” kata Irma kepada wartawan, Jum'at (24/3). Menurut Irma, bahwa Indonesia saat ini juga darurat kebutuhan dokter maupun dokter spesialis. Oleh karena itu, regulasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut harus dipermudah namun tidak dimudahkan. “Artinya juga tidak boleh lulusan spesialisnya ‘abal-abal’. Untuk para konsil juga tata kelolanya harus disederhanakan. Jangan terlalu ortodok karena ini sudah bukan zamannya lagi bersikap seperti itu,” jelas Irma. Dengan demikian, Irma menekankan fungsi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) harus dikembalikan seperti organisasi profesi yang bertugas menaungi para dokter, memperjuangkan kesejahteraaanya, menjaga hak dan kewajibannya serta melindungi anggotanya. “Terkait dokter lulusan luar negeri juga harus dibuat regulasi yang memungkinkan mereka untuk mengabdi di tanah air, tidak boleh dipersulit,” pungkasnya. Sementara itu, Ketua Konsil kedokteran Prof. Taruna Ikrar menjelaskan mekanisme dan tarif Surat Tanda Registrasi (STR) kedokteran dilakukan secara transparan dan uangnya masuk ke kas negara. "SIP (Surat Izin Praktik) bukan urusan dan bukan wewenang KKI, KKI hanya berwenang terhadap STR, pembayaran STR langsung ke kas Negara, tidak ada 1 rupiah pun yang tersimpan di KKI," katanya, Jum'at (24/3) Ikrar menjelaskan, penerbitan STR dilakukan via online dalam website https://registrasi.kki.go.id/. Di situ para dokter atau konsumen bisa registrasi data sendiri yang nantinya diverifikasi oleh KKI. Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi Sadikin menyoroti besaran biaya untuk penerbitan STR dokter spesialis yang berkisar Rp 6 juta per orang. STR ini didapatkan satu kali dalam 5 tahun. “Saya kan ingin menyederhanakan STR dan SIP, dokter kenapa sih izinnya mesti dua, kasihan sekali 5 tahun kan berat buat dokter juga. Saya tanya ke dokter-dokter. Dokter Dante (Wamenkes) juga. Proses perizinannya itu terlampau complicated, panjang, dan mahal. Itu juga yang membuat dokter-dokter banyak mengeluh. Wamen kita saja susah dapat SIP nya,” kata Budi dalam videonya seperti dikutip Monitor Indonesia, pada Senin (20/3). Mantan Direktur Perbankan Mikro PT Bank Mandiri ini menjelaskan, bahwa berdasarkan laporan dari Wakilnya, dr Dante Sakono Harbuwono,  besaran biaya untuk penerbitan STR/SIP berkisar Rp 6 juta per orang. Sedangkan jumlah rata-rata penerbitan STR untuk dokter spesialis per tahun mencapai 77 ribu sertifikat. “Dok memang keluar berapa biaya? Untuk STR dan SIP? Rp 6 juta dia bilang ya kan. Untuk dokter spesialis dalam setahun ada 77 ribu, 77 ribu dikali Rp 6 juta kan capai Rp 430 miliar itu, oh pantas aja ribut, Rp 430 miliar setahun!,” ungkap Budi. Selain itu, ia juga menyoroti soal bagiamana cara mendapatkan Satuan Kredit Profesi (SKP). Kata Budi, SKP itu didapatkan saat mengikuti satu seminar yakni dengan harga Rp 1 juta dalam 4 SKP. “SKP itu aku nanya gimana dapatinnya? Ya 4 SKP ikut satu seminar bayar Rp 1 juta. Oh ok, Rp 1 juta 4 SKP, jadi kalau 250, Rp 62 juta, Rp 62 juta kali deh itu 140.000 dokter, ini kan bisa Rp 1 triliun lebih, pantas ramai, pantas ramai begitu saja mau diambilin,” beber Budi. Bagi Budi, hal ini juga berpengaruh pada dokter itu sendiri, jika harga obat yang berlipat di Indonesia dipengaruhi biaya penjualan dan pemasaran atau sales and marketing expances yang dibebankan pada harga obat, pada ujungnya juga membuat masyarakat menderita pula. “Tapi buat saya itu, kasihan doktenya karena the doctor her superepoinse, kalau dokternya gak bayar orang lain itu, teman-temannya bayarin, dan obat  pun jadi mahal, karena sales and marketing expances jadi naik, yang menderita juga siapa  rakyatnya menderita,” ungkapnya. #Penerbitan STR dan SIP Rp 340 Miliar

Topik:

DPR Kemenkes IDI