Ketika DPR Takut Juragan Sahkan RUU Perampasan Aset, Patut Dicurigai Ada Aliran Uang Haram ke Parpol

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 2 April 2023 12:46 WIB
Jakarta, MI - Rancangan Undang-Undang (RUU )Perampasan Aset dinilai bisa menyelesaikan masalah korupsi. Nantinya bisa merampas aset pejabat negara maupun masyarakat yang dinilai tak jelas asal-usulnya tanpa proses pemidanaan yang lama. Maka dari itu, sejumlah pihak mendesak agar RUU Perampasan Aset ini segera dibahas oleh DPR dan pemerintah serta segera disahkan. Termasuk Menko Polhukam Mhafud MD telah meminta Komisi III DPR untuk mengesahkannya. Namun demikian, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul, menyatakan RUU Perampasan Aset bisa saja disahkan jika ada perintah dari juragan partai politik (Parpol). Menanggapi hal ini, Juru bicara PSI Ariyo Bimmo menilai pernyataan Bambang itu menunjukan bahwa tidak adanya keinginan dari DPR  untuk segera mengesahkan RUU yang justru  bisa memudahkan pemberantasan korupsi tersebut. Bahkan dia mencurigai adanya aliran uang haram yang mengalir ke parpol, sehingga DPR tidak berani alias takut segera mengesahkan RUU Perampasan Aset itu. "Ketika pimpinan Komisi III mengindikasikan bahwa RUU ini mandeg karena tidak ada kehendak politik dari Parpol. Maka patut diduga bahwa uang hasil tindak pidana selama ini banyak digunakan untuk politik uang," kata Bimmo kepada wartawan, Minggu (2/4). Pernyataan tersebut juga, lanjut Bimmo, membuka sedikit kotak pandora yang selama ini ditutup rapat. Ada kepentingan partai politik yang mengakibatkan RUU Perampasan Aset ini tertunda begitu lama tanpa penjelasan substansial. "Pernyataan pimpinan Komisi III tersebut mempertegas lagi ujung pangkal dari kegagalan DPR untuk membahas tuntas RUU Perampasan Aset," jelas Bimmo. Siapapun yang berusaha menghalangi pengesahan RUU Perampasan Aset, tegas Bimmo, maka patut dicurigai ada kepentingan dibaliknya. "Tidak mungkin ada ketakutan bila tidak memiliki kaitan dengan substansi pengesahan RUU Perampasan Aset. Jadi, bila parpol (pimpinan) memiliki itikad baik untuk bersama-sama menyelesaikan masalah korupsi, segera saja menginstruksikan "petugasnya" di DPR untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset," ungkapnya. Sebelumnya, Ketua Komisi Hukum DPR RI Bambang Wuryanto mengatakan pihaknya tidak mampu menggenjot pengesahan RUU Perampasan Aset. Terkecuali, kata politikus PDIP tersebut, ada izin dari ketua umum partai politik yang memiliki wakil di DPR RI. "Pak Mahfud tanya kepada kita, 'tolong dong RUU Perampasan Aset dijalanin'. Republik di sini nih gampang Pak di Senayan ini. Lobby-nya jangan di sini Pak. Ini di sini nurut bosnya masing-masing," kata Bambang Pacul saat rapat dengan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU pada Rabu (29/3). Pada kesempatan itu, Bambang Pacul juga menolak permintaan Mahfud MD untuk mendukung UU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Bambang menilai, jika memakai e-wallet yang maksimal isinya cuma Rp 20 juta, anggota-anggota DPR tidak akan bisa terpilih kembali di pemilu. “Kalau Pembatasan Uang Kartal ini DPR ini nangis semua,” kata Bambang. Pacul pun mengatakan sempat diminta saran oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pengesahan RUU Pembatasan Uang Kartal dan RUU Perampasan Aset. Ia mengaku ragu DPR akan mengesahkan RUU Pembatasan Uang Kartal lantaran bakal mengancam para anggota dewan terpilih lagi pada periode selanjutnya. “Jadi dua, presiden pernah nanya sama saya. Pembatalan uang kartal sama RUU ini (Perampasan Aset), yang mana ya. Pak Presiden, kalau pembatasan uang kartal pasti DPR nangis semua. Kenapa, masa dia bagi duit harus pakai e-wallet, e-walletnya cuma Rp20 juta lagi. Nggak bisa, Pak. Nanti mereka nggak jadi lagi,” ujarnya menambahkan. Pacul mengaku hanya menyampaikan apa adanya. Menurutnya, yang paling memungkinkan DPR bakal mengesahkan RUU Perampasan Aset. Namun, pemerintah harus berbicara dengan para ketua umum partai terlebih dahulu. Politikus PDIP itu menegaskan para anggota dewan merupakan kader partai yang tunduk pada ketua umum masing-masing. Ia pun menyarankan Mahfud agar membicarakan hal itu di luar forum DPR. “Bambang Pacul siap, kalau diperintah juragan. Mana berani Pak. Itu kira-kira Pak Mahfud,” kata Pacul. Dalam rapat, Mahfud yang hadir sebagai Ketua Komite Pencegahan dan Pemberantasan TPPU sempat meminta Komisi III bersedia untuk mengesahkan RUU Perampasan Aset. Pernyataan itu disampaikan Mahfud menyusul polemik dugaan TPPU dalam transaksi Rp349 triliun di Kemenkeu.