Pengamat Sebut Ketum Parpol Penyebab RUU Perampasan Aset Mandek di DPR, "Lindungi Koruptor"?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 April 2023 14:14 WIB
Jakarta, MI - Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komarudin menyebut Ketua Umum-Ketua Umum Partai Politik (Parpol) penyebab utama mandeknya pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasalnya, baru-baru ini Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul yang terang-terangan mengaku tak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh Ketua Umum Partai Politik. "Ya memang kan penentunya sih di partai politik (Parpol) kalau parpolnya ok ya, bisa. Tapi kelihatannya nggaklah. Kan Ketua Umum-ketua Umum Parpol kita masih pro terhadap kepada mereka yang melakukan hal-hal yang salah, pada mereka-mereka "pengusaha-pengusaha", koruptor-koruptor yang kini merajalela," kata Ujang kepada Monitor Indonesia, Minggu (2/4). Pastinya lanjut Ujang, mereka tidak yakin para Ketum Parpol mau memerintahkan itu bisa mengesahkan RUU perampasan Aset. Justru, kata Ujang, Ketua Umum Parpol lah yang jadi penganggu pengesahan RUU Perampasan Aset yang katanya naskah akademik dan draft nya sedang disiapkan suppresnya ke DPR. "Penganggu utama ya itu Ketum-Ketum Parpol itu. Karena Mereka pasti sudah dekat dengan kalangan-kalangan "para koruptor". Itu saya katakan mereka dekatlah seperti kira-kira seperti itu. Kan para koruptor itu masuk ke wilayah parpol, Parpol ya "melindungi" indikasi-indikasi kejahatan itu," jelas Ujang. Oleh karena itu, tambah Ujang, mestinya Ketum Parpol terbuka dan mempunyai jiwa negarawan, ketika bangsa ini butuh RUU Perampasan Aset, harusnya mereka mendukung itu semua. "Jangan biarkan mereka leluasa rampok uang negara," tutup Ujang Komarudin. Sebelumnya, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul terang-terangan mengaku tak berani mengesahkan RUU Perampasan Aset serta RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal jika tak diperintah oleh "ibu". Ini dia sampaikan menjawab Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam rapat dengar pendapat yang meminta agar Komisi III DPR menggolkan dua RUU tersebut. "Di sini boleh ngomong galak, Pak, tapi Bambang Pacul ditelepon ibu, 'Pacul, berhenti!', 'Siap! Laksanakan!'," kata Bambang dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3). "Jadi permintaan Saudara langsung saya jawab. Bambang Pacul siap, kalau diperintah juragan. Mana berani, Pak," lanjutnya diikuti tawa anggota Komisi III lainnya yang juga hadir dalam rapat. Politisi PDI Perjuangan itu tak menjelaskan sosok "ibu" yang dimaksud. Hanya saja, dia bilang, untuk mengesahkan RUU tersebut, harus ada persetujuan dari para ketua umum partai politik. "Loh, saya terang-terangan ini. Mungkin RUU Perampasan Aset bisa (disahkan), tapi harus bicara dengan para ketua partai dulu. Kalau di sini nggak bisa, Pak," ujarnya. Memang, kata Bambang, pengesahan RUU Perampasan Aset masih dimungkinkan. Namun, tidak dengan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Ketua DPP PDI-P Bidang Pemenangan Pemilu itu mengatakan, sulit bagi legislator mengesahkan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal karena ada kekhawatiran tak terpilih lagi pada pemilu selanjutnya. "Kalau RUU Pembatasan Uang Kartal pasti DPR nangis semua. Kenapa? Masa dia bagi duit harus pakai e-wallet, e-wallet-nya cuma 20 juta lagi. Nggak bisa, Pak, nanti mereka enggak jadi (anggota DPR) lagi," katanya. Bambang menegaskan, sikapnya ini sama dengan anggota DPR lain. "Seluruh legislator, kata dia, tunduk ke "bos" masing-masing. "Lobinya jangan di sini, Pak. Ini semua nurut bosnya masing-masing," tandasnya. #RUU Perampasan Aset Mandek