Rawan Salah Gunakan Kekuasaan, Komisi III DPR Minta Jabatan Pimpinan KPK Tiga Tahun

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 17 Mei 2023 01:29 WIB
Jakarta, MI - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tiga tahun saja. Alasannya, makin lama memimpin lembaga antirasuah itu berpotensi pada penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini diungkapkan anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani merespons langkah Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengajukan permohonan uji materi (judicial review) Undang-Undang KPK terkait masa jabatan pimpinan KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ghufron menginginkan masa jabatan itu menjadi lima tahun. "Harus dikurangi, Jangan empat tahun cukup tiga tahun saja pimpinan KPK yang akan datang," kata Arsul kepada wartawan, Selasa (16/5). Menurutnya, makin lama suatu masa jabatan, maka potensi penyalahgunaan kekuasaan juga makin besar. Menurut dia, wajar jika masa jabatan pimpinan KPK berbeda dengan lembaga lainnya. Apalagi, tegas dia, kewenangannya itu dilengkapi dengan upaya paksa. "Makin lama menjabat itu potensi ini baru potensi ya, potensi abuse of power-nya itu juga tinggi," jelasnya. Ada kekhususan yang melekat pada komisioner KPK, tambah dia, seperti kewenangan penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga penyitaan. Karena itu, undang-undang kemudian membedakan, lebih pendek. Adapun alasan Nurul Ghufron ingin mengubah masa jabatan pimpinan KPK dari semula empat tahun menjadi lima tahun, hanya semata-mata karena ingin menyesuaikan dengan apa yang ada di lembaga-lembaga lainnya. Ghufron menilai masa jabatan pimpinan KPK saat ini, yaitu empat tahun, melanggar prinsip keadilan. “Dua belas lembaga negara non-kementerian (auxiliary state body) misalnya Komnas HAM, Ombudsman RI, KY, KPU, Bawaslu dan lain-lain semuanya 5 tahun, karenanya akan melanggar prinsip keadilan sebagaimana Pasal 27 dan Pasal 28D UUD 1945 (inkonstitusional) jika tidak diperbaiki/disamakan,” ujar Ghufron melalui pesan tertulis, Selasa (16/5). Ghufron menyatakan masa pemerintahan di Indonesia adalah lima tahunan. Oleh karena itu, menurut dia, seharusnya periodesasi kepemimpinan di KPK diubah menjadi lima tahunan juga. “Periodesasi perencanaan pembangunan nasional sebagaimana UU 25/2004 adalah RPJPN 25 tahun, RPJMN 5 tahun ini akan berkonsekuensi pada perencanaan monitoring dan evaluasi pembangunan. Maka, jika program pemberantasan korupsi empat tahunan akan sulit dan tidak sinkron evaluasi hasil kinerja pemberantasan korupsinya,” jelasnya. Gugatan uji materi atau judicial review UU KPK terkait masa jabatan pimpinan KPK tengah bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Uji materi ini diajukan Ghufron sejak Oktober 2022 lalu. Awalnya Ghufron menggugat mengenai batas usia pimpinan KPK. Namun, dalam perjalanannya, ia memperbaiki permohonan dengan mempermasalahkan masa jabatan empat tahun pimpinan KPK. “Saat ini kami sedang menunggu pembacaan keputusan. Kami tidak tahu kapan putusan akan dibacakan, menunggu jadwal dari kepaniteraan MK,” terang Ghufron. Masa jabatan Ghufron sebagai pimpinan KPK akan berakhir pada tahun ini. Ia berencana maju kembali sebagai pimpinan KPK, namun terkendala aturan batas usia. Sementara itu, pihak KPK seendiri menyatakan pengajuan gugatan uji materi perpanjangan masa jabatan KPK oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron atas nama pribadi. Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan bahwa Ghufron mempunyai hak konstitusi untuk menguji hal itu ke Mahkamah Konstitusi. "Itukan sikap pribadi dari pak Nurul Ghufron sebagai warga negara, dia kan punya hak konstitusi untuk menguji di MK, jadi kita harus pisahkan dulu. Secara pribadi bukan kelembagaan jadi harus dipisahkan," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (16/5). Ali juga mengatakan jika siapapun yang akan menjabat di KPK nantinya sudah mempersiapkan peta jalan (roadmap) yang meliputi program kinerja hingga tahun 2045. "Siapapun pimpinan KPK ya nanti akan menjalankan, satu peta jalan yang kemudian kami sudah susun gitu, bagaimana upaya penindakan, pencegahan dan antikorupsi harus dilakukan secara berkesinambungan," jelasnya. Menurutnya, pengajuan judicial review soal perpanjang masa jabatan secara pribadi merupakan hak semua warga negara. "Yang pasti ini adalah hak dari warga negara untuk mengajukan hak konstitusi, siapapun kan boleh," pungkasnya. (LA) #Jabatan Pimpinan KPK #Jabatan Pimpinan KPK

Topik:

KPK DPR