Isu Tiga Periode Jatuhkan Joko Widodo dan Prabowo-Gibran

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 Oktober 2023 23:21 WIB
Pengamat Politik Sentral Politika, Subiran Paridamos (Foto: Dok Pribadi)
Pengamat Politik Sentral Politika, Subiran Paridamos (Foto: Dok Pribadi)

Jakarta, MI - Pengamat politik dari Sentral Politika, Subiran Paridamos, menilai isu tiga periode yang dilempar kembali oleh politkus PDI Perjuangan untuk menjatuhkan Presiden Joko Widodo dan pasangan capres-cawapres Prabowo-Gibran. 

"Serangan-serangan politik seperti politik dinasti, mahkamah keluarga, haus kekuasaan, pengkhianat, kacang lupa kulit, tidak tahu diri, dikomodifikasi sedemikian rupa dijadikan marketing politik untuk menjatuhkan kredibilitas dan tingkat kepercayaan publik kepada Presiden Joko Widodo dengan harapan Prabowo-Gibran tidak memenangkan kontestasi Pilpres 2024," katanya kepada Monitorindonesia.com, Senin (30/10).

Kata Subiran, mengungkit kembali wacana tiga periode dan penundaan pemilu yang seolah diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo sebagaimana dikatakan oleh Adian Napitupulu serta elite PDIP yang lain. Merupakan upaya mendeligitimasi dan mendegradasi tingkat kepercayaan publik kepada Presiden.

"Padahal Presiden Joko Widodo dalam berbagai kesempatan sudah mengatakan bahwa wacana 3 periode dan penundaan pemilu merupakan upaya untuk menjebaknya. Sebab yang memunculkan isu itu bukan dirinya tetapi dari para pembantu-pembantunya di Kabinet ketika itu," ujar penulis buku Negara Katanya. 

Selanjutnya kata Subiran, serangan lain yang mengarah kepada Prabowo-Gibran ialah dengan menciptakan narasi bahwa Presiden Joko Widodo tidak netral dan menggunakan instrumen kekuasaan untuk memenangkan Prabowo-Gibran. 

"Menciptakan narasi bahwa karena Prabowo-Gibran ini diendors Istana, maka potensi kecurangan pemilu menjadi keniscayaan. Apalagi jika keduanya memenangkan pemilu hanya dengan 1 putaran, maka secara otomatis narasi kecurangan akan diorkestrasi sedemikian rupa untuk mendeligitimasi hasil pemilu tersebut," pungkasnya. 

Tujuan dari semua wacana itu, tambah dia, untuk menciptakan opini publik agar mendeligitimasi dan mendegradasi legacy dan tingkat kepercayaan publik dari Presiden Jokowi. "Apalagi approval ratting presiden Jokowi masih 80%," tutupnya. (Dhanis)