Film Dirty Vote, Pakar Komunikasi Soroti Lembaga Penyiaran Publik hingga Sikap Elite Politik

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 13 Februari 2024 13:52 WIB
Tampilan Firlm Dirty Vote pada menit ke 1.24.36 (Foto: MI-Aswan/Rerpo YouTube)
Tampilan Firlm Dirty Vote pada menit ke 1.24.36 (Foto: MI-Aswan/Rerpo YouTube)

Jakarta, MI - Pakar ilmu komunikasi dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Profesor Masduki, menilai film Dirty Vote memberi informasi penting pemilu yang selama ini luput diberitakan media massa, terutama media penyiaran publik yang dibiayai anggaran negara seperti TVRI.

"Di negara lain, lembaga penyiaran publik menjadi rujukan masyarakat karena mereka menyediakan informasi komprehensif, baik yang edukatif maupun yang investigatif," ujar Masduki dikutip pada Selasa (13/2).

Film semacam Dirty Vote, tegas dia, semestinya tidak keluar dari lembaga alternatif seperti watchdoc. "Kalau selalu watchdoc yang membuat laporan seperti ini, berarti ada yang salah dari lembaga penyiaran yang dibiayai publik, yang ternyata tidak memainkan perannya terhadap publik, yaitu membangun sikap kritis masyarakat," ungkapnya.

Di sisi lain, kata Masduki, kemunculan film ini menunjukkan bagaimana sikap elite politik dalam menyikapi hasil kerja akademis maupun jurnalistik. Menurutnya, tuduhan tim Prabowo-Gibran bahwa film Dirty Vote merupakan fitnah dan propaganda memperlihatkan sisi buruk budaya politik elektoral Indonesia.

"Film dokumenter seperti ini seharusnya dilawan dengan film dokumenter atau suatu narasi berbasis bukti faktual yang sama. Dalam konteks Dirty Vote, pihak yang dikritik justru melakukan blaming (menyalahkan) dan membuat framing negatif berbasis pernyataan," kata Masduki.

Dalam gerakan sosial, kata dia, itu merupakan perlawanan balik dengan kekerasan verbal, tidak dengan cara yang setara dengan metode akademis maupun produksi konten media. "Ini tidak mendidik dan tidak sehat dalam kultur politik," ujarnya.

Sikap Elite Politik

Film dokumenter Dirty Vote yang dirilis pada Minggu (11/2/2024) atau di hari pertama masa tenang kampanye pemilu itu ternyata menuai berbagai respons dari elite-elite politik. Sejumlah politikus menilainya sebagai “fitnah” atau “kampanye hitam.” Namun, sebagian lain memberi apresiasi positif dan menyebutnya sebagai “pendidikan politik.”

Kantor Staf Presiden

Plt. Deputi IV Kantor Staf Presiden RI (KSP) Wandy Tuturoong menilai film Dirty Vote sebagai kritik baik dalam demokrasi. Ia pun menyerukan pemilu damai sehubungan perilisan film tersebut.

”Kritik tentu baik dalam demokrasi. Yang penting kita sama-sama menjaga pemilunya damai,” kata Wandy.

Wapres Ma’ruf Amin

Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin menanggapi Dirty Vote sebagai bagian dari dinamika politik. Eks ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu pun menyebut pemerintah akan memperhatikan “keinginan baik” dan suara masyarakat.

"Saya kira itu dinamika dari politik kita. Saya pikir nanti, tentu pemerintah, kalau itu sasarannya pemerintah, tentu pemerintah akan memperhatikan suara-suara itu, saya kira,” kata Ma'ruf ketika acara rapat koordinasi nasional Komisi Perempuan, Remaja, dan Keluarga MUI di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Senin (12/2).

Dia berharap bahwa keinginan-keinginan yang lebih baik itu tentu harus direspons dengan baik pula. Barangkali itu. (Hal) Yang penting, pemilu ini berjalan dengan baik dan juga tidak terjadi hal-hal yang kita khawatirkan. "Terutama, jangan sampai terjadi perpecahan di masyarakat,” tandasnya.

Anies Baswedan

Capres nomor urut 1, Anies Baswedan mengingatkan pemerintah untuk tidak melawan “kemauan rakyat” sehubungan dugaan kecurangan pemilu. Eks gubernur DKI Jakarta itu menyebut rakyat bisa marah jika terjadi kecurangan.

“Ini (kecurangan) akan merusak pemilu kita dan membuat hasil menjadi cacat ketika itu dilaksanakan. Maka itu, jangan dilakukan. Jangan lakukan kecurangan. Hentikan. Mumpung masih ada dua hari,” ujar Anies di kediaman Jusuf Kalla di Jakarta, Senin (12/2).

“Hati-hati dengan rakyat yang dimanipulasi, sementara mereka menginginkan adanya transparansi, adanya kejujuran. Hati-hati dengan rakyat. Karena rakyat akan merespons seluruh tindak kecurangan itu dengan cara yang kita tidak tahu," imbuhnya.

Muhaimin Iskandar

Cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa semua bentuk kecurangan pemilu harus disuarakan. Ketua umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengingatkan semua pihak tidak merusak demokrasi dengan berbuat curang dalam Pemilu 2024.

"Kecurangan yang ditimbulkan oleh paslon mana pun harus fair kita melihat dan kita kritisi sebagai sesuatu yang tidak boleh terjadi. Karena terlalu mahal, biaya politik, biaya anggaran negara untuk sebuah pemilu yang ingin melahirkan sebuah kepemimpinan pemerintahan yang sukses," kata Cak Imin usai berziarah ke makam KH Abdul Wahab Hasbullah di Jombang, Jawa Timur, Senin (12/2).

Sebelumnya, melalui akun media sosialnya, Cak Imin membagikan trailer Dirty Vote dan mencuit, “Ada yang sudah nonton?”

Timnas AMIN

Juru bicara Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin, Iwan Tarigan menilai film Dirty Vote menjadi pendidikan politik bagi masyarakat. Ia menduga rencana kecurangan Pemilu 2024 disusun dengan baik dan disokong dana sangat besar.

“Bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa. Sehingga pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja. Film dokumenter ini memberikan pendidikan kepada masyarakat bagaimana politisi kotor telah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongan dan kelompok mereka," kata Iwan, Senin (12/2).

"Kami menduga desain kecurangan yang sudah disusun bersama-sama ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran," ujarnya.

Gibran Rakabuming Raka

Cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka mengaku belum menonton film Dirty Vote. Putra Presiden RI Joko Widodo itu pun menyarankan agar kecurangan pemilu dilaporkan. "Saya belum nonton. Makasih ya untuk masukannya. Kalau ada kecurangan silakan nanti dibuktikan, dilaporkan,” kata Gibran saat berada di Surakarta, Senin (12/2).

Saat ditanya apakah merasa dirugikan dengan film Dirty Vote, wali kota Surakarta itu mengaku biasa saja.

TKN Prabowo-Gibran

Usai Firli itu dirilis, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran ujug-ujug menggelar konferensi pers sekitar satu jam usai film Dirty Vote dirilis. Wakil Ketua TKN Habiburokhman menuduh film tersebut berisi fitnah dan tidak ilmiah.

"Saya kok merasa sepertinya ada tendesi keinginan untuk mendegradasi pemilu ini, dengan narasi yang tidak berdasar. Rakyat pasti sangat paham bahwa tokoh yang paling banyak disebut yakni Presiden Joko Widodo sangat berkomitmen menegakkan demokrasi," kata Habiburokhman dalam konferensi pers pada Minggu (11/2).

"Di negara demokrasi semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun, kalau kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif dan sangat tidak ilmiah,” ujarnya.

TPN Ganjar-Mahfud

Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis menilai film Dirty Vote dapat menjadi pendidikan politik yang bagus. Todung pun mengingatkan para pihak untuk tidak “baperan” dan merespons film itu dengan laporan ke kepolisian.

“Menurut saya, film ini adalah pendidikan politik yang bagus. Pendidikan politik yang penting buat masyarakat, buat kita semua untuk punya kemelekan politik atau political literacy dalam memahami dinamika politik di Indonesia," kata Todung dalam konferensi pers di Media Center TPN, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (11/2).

"Yang saya tidak mau adalah jangan baperan. Banyak orang baperan kalau dikritik. Baperan ini berbahaya.”

Airlangga Hartanto

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto menyebut Dirty Vote sebagai black movie dan black campaign. Airlangga menyebut pakar hukum tata negara yang tampil dalam film sepatutnya tidak “memperkeruh” situasi Pemilu 2024.

“Itu kan (film dokumenter Dirty Vote) namanya black movie, black campaign, ya kalau itu kan nggak perlu dikomentarin. Ya artinya kan namanya juga black movie pas minggu tenang akhir-akhir ini,” kata Airlangga, Senin (12/2).

“Saya rasa sih pemilu kan sudah berjalan dengan aman, tertib, dan berjalan dengan lancar. Jadi tidak perlu dibuat apa namanya dibuat keruh dan ini adalah kita, negara demokrasi terbesar setelah USA dan India,” ucapnya.

Bey Machmudin

Pj. Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin menegaskan dirinya netral selama proses Pemilu 2024. Hal tersebut disampaikan Bey usai narasi film Dirty Vote menyinggung penunjukkan penjabat-penjabat kepala daerah yang diduga untuk pemenangan paslon tertentu.

Bey tidak membantah jika dirinya memang pernah menjadi Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media di Sekretariat Presiden. Namun, ia tidak sepakat jika kapasitasnya yang pernah berada di Istana dianggap berpihak ke salah satu paslon di Pilpres 2024.

“Saya netral dari awal. Silakan tunjukkan kalau saya tidak netral. Terkait film itu, kami, ASN, TNI, Polri, tidak mungkin berkomentar karena kami netral; dan terkait saya ada di situ (Dirty Vote), memang betul saya dari Sekretariat Presiden, tetapi saya itu netral dan tidak pernah berpihak," ujar Bey di depan Gedung Sate Bandung, Jawa Barat, Senin (12/2).

Zulkifli Hasan

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan meragukan dugaan kecurangan sistematis yang dibahas dalam film Dirty Vote.

Zulhas menilai, pada masa sekarang, kcurangan akan cepat terekspose seiring perkembangan teknologi. Ia menyebut kini hampir semua orang memiliki ponsel sehingga mudah menyebarkan informasi.

“Jaman gini mana bisa curang? Masa jaman gini masih bisa curang, itu gimana? Memang masih ada yang rahasia? Curang itu gimana caranya sekarang itu? Yang mau juga saya kira nggak akan dapat. Gimana? Ya tho? Gimana? Semua terbuka, rapat yang paling rahasia pun juga nggak ada rahasia. Terus kalau curang itu gimana caranya?” kata Zulhas pada Senin (12/2).

Jusuf Kalla 

Mantan wakil presiden RI, Jusuf Kalla menilai bahwa film Dirty Vote berisi “kebenaran.” Bahkan, Jusuf Kalla menyebut bahwa film itu “masih sopan” dan baru mengungkap 25 persen dari kecurangan yang ada.

“Saya sudah nonton tadi malam dan itu film betul luar biasa. Tapi semuanya kebenaran kan, lengkap dengan foto, lengkap dengan kesaksian,” kata Jusuf Kalla di Jakarta, Senin (12/2).

"Saya kira film itu masih ringan dibanding kenyataan yang ada, masih tidak semuanya, mungkin baru 25 persen, karena tidak mencakup kejadian di daerah-daerah atau kejadian di kampung-kampung atau bagaimana bansos diterima orang, bagaimana datang petugas-petugas memengaruhi orang. Jadi masih banyak lagi,” ujarnya.

Jusuf Kalla pun menantang pihak yang menuduh Dirty Vote sebagai fitnah untuk membuktikan tuduhannya. "Semua orang bisa mengatakan fitnah, tunjukkan di mana fitnahnya. Semua ada data dulu, baru komentar kan,” katanya.

Hasto Kristiyanto

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut film Dirty Vote sebagai kritik terhadap Presiden Joko Widodo. Pasalnya, film itu mengungkapkan bagaimana dugaan kecurangan pemilu dilakukan secara masif hingga adanya indikasi campur tangan Presiden Jokowi.

“Film Dirty Vote yang sedang ramai diperbincangkan saat ini menyuarakan kebenaran dinamika politik di lapangan. Film ini merupakan kritik terhadap Presiden dan penyelenggara pemilu dengan harapan agar pemilu demokratis dan jurdil dapat diwujudkan. Film ini mampu mengungkapkan berbagai kecurangan Pemilu yang dilakukan secara masif, bahkan campur tangan kekuasaan Istana sangat kental terasa," kata Hasto panjang lebar.

Apa Benang Merah Film Dirty Vote?

Adapun film tersebut menayangkan 3 pakar hukum tata negara, seperti dosen Fakultas Hukum  Universitas Gadjah Mada (FH-UGM) Zainal Arifin Mochtar, dosen FH Universitas Andalas, Feri Amsari dan dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera Bivitri Susanti. Ketiganya berlaku sebagai aktor dalam film dokumenter berjudul ‘Dirty Vote’.

Benang merah dari film besutan Dandhy Laksono itu mengungkap berbagai instrumen kekuasaan yang digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu dan merusak demokrasi. Ada indikasi ketidaknetralan dan potensi kecurangan dalam pemilu 2024.

Bagian awal film, Zainal Arifin menjelaskan beberapa poin yang menjadi dasar kubu pendukung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (Capres-Cawapres) nomor urut 02 yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mendorong pelaksanaan (Pilpres) 2024 satu putaran. Berbagai survei menunjukan suara Prabowo-Gibran teratas ketimbang 2 pasangan calon lainnya.

“Kenapa 1 putaran, karena 2 putaran membuat risiko kekalahan bagi pasangan calon yang sedang memimpin (hasil survei,-red),” ujarnya dalam film berdurasi hampir 2 jam itu.

Giliran Feri memaparkan aturan main Pilpres 1 putaran sebagaimana mandat Pasal 6A ayat (3) UUD 1945. Yakni mendapat suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam pemilu dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia. Dia menghitung saat ini ada 38 provinsi. Nah, setengah lebihnya itu berarti 20 provinsi. Dalam 20 provinsi itu harus menang minimal 20 persen suara di setiap provinsi.

Jadi tak hanya besarnya jumlah suara yang diraih, Feri menjelaskan syarat sebaran wilayah perolehan suara juga harus dipenuhi. Misal, pulau Jawa punya 115 juta suara pemilih, bila dilihat sebaran hanya memiliki 6 provinsi. Tapi di pulau Sumatera itu menentukan sebaran wilayah, karena memiliki 10 provinsi.

Kemudian, yang menentukan juga soal sebaran wilayah yakni pulau Papua dimana sekarang dimekarkan dari 2 menjadi total 6 provinsi. Keempat provinsi baru di Papua itu langsung ikut pemilu 2024 berbeda dengan Kalimantan Utara yang ikut pemilu 6 tahun setelah provinsi itu dibentuk.

Berkaca 2 periode pemilu sebelumnya, yakni 2014 dan 2019 Feri mengingatkan data yang menunjukan Jokowi selalu unggul di Papua. Kala itu Tito Karnavian menjabat sebagai Kapolda Papua dan sekarang sebagai Menteri Dalam Negeri. “Sebaran wilayah sangat menentukan,” ujarnya.

Melanjutkan paparannya, Feri menerangkan penunjukan penjabat (Pj) kepala daerah di berbagai wilayah oleh Presiden Jokowi melalui Menteri Dalam Negeri. Sejak 2021 setidaknya ada 20 Pj Gubernur di 20 Provinsi yang telah ditunjuk. Selain itu Presiden juga punya pengaruh besar dalam penunjukan Pj Bupati dan Walikota yang jumlahnya mencapai 182.

Sayangnya penunjukan kepala daerah itu tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal MK menentukan proses penunjukan Pj itu harus terbuka dan transparan serta mendengar aspirasi pemerintah dan masyarakat daerah.

Penunjukan Pj yang tidak sesuai mandat konstitusi itu membuat Komisi Informasi Pusat (KIP) dan Ombudsman RI menyebut tindakan penunjukan Pj itu maladministrasi. Patut dicermati seluruh wilayah yang dipimpin Pj itu jumlah daftar pemilih tetap (DPT) 140 juta suara yang setara 50 persen lebih suara pemilih.

Beberapa yang ditunjuk Presiden sebagai Pj misalnya Pj Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Biro Kesekretariatan Presiden tahun 2016 dan Deputi Kesekretariatan Presiden tahun 2021. Pj Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono sebelumnya menjabat Kepala Kesekertariatan Presiden tahun 2017.

Pj Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana pernah menjadi Kapolresta Surakarta tahun 2010 ketika Jokowi sebagai Walikota Solo. Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki sebelumnya berdinas di TNI kemudian ditarik ke Kementerian Dalam Negeri lalu 3 hari kemudian langsung ditunjuk sebagai Pj Gubernur Aceh. Feri menganalisa penunjukan Pj itu ada relasinya dengan peristiwa ketidaknetralan Pj dan pejabat lain dalam pemilu 2024.

Bantuan sosial

Bivitri Susanti dalam film itu memaparkan, salah satunya tentang tingginya anggaran bantuan sosial (Bansos) jelang perhelatan pemilu termasuk pemilu 2024. Bansos digunakan berlebihan dan melebihi masa pandemi Covid-19. Lalu kebijakan populis lain seperti menaikan gaji PNS, TNI, Polri, dan PPPK tahun 2024 sebesar 8 persen.

Ada juga kenaikan gaji pensiunan PNS tahun 2024 sebesar 12 persen. Tapi kenaikan upah buruh hanya berkisar 3,2 sampai 4,4 persen. Bansos harus dikembalikan, tapi bukan bantuan politik atau dari pejabat. Namun bansos menjadi cara cepat mewujudkan sila kelima Pancasila.

Menurutnya, bila  bansos itu fasilitas negara seharusnya disalurkan melalui struktur negara yakni Kementerian Sosial (Kemensos). Tapi Bivitri mengungkap data Kemensos tidak digunakan untuk membagi-bagi bansos yang dilakukan pemerintah. Tercatat pembagian bansos terbanyak di wilayah Timur Indonesia.

Dia mengungkap strategi politik Gentong Babi (Pork Barrel Politics) yang intinya cara berpolitik menggunakan uang negara untuk digelontorkan ke daerah pemilihan oleh para politisi agar dirinya dipilih kembali. “Tapi tentu saja kali ini Jokowi tidak meminta orang untuk memilih dirinya tapi penerusnya,” imbuhnya.

Di menit akhir Film, para aktor menyimpulkan analisanya. Feri berpendapat semua rencana ini tidak didesain dalam waktu satu malam, dan tidak sendirian. Sebagian besar rencana kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif untuk mengakali pemilu ini disusun bersama pihak lain. “Mereka ini kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama,” paparnya.

Zainal menyimpulkan persaingan politik ddan perebutan kekuasaan serta desain kecurangan yang sudah disusun secara bersama ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak. “Yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan dimana dia bisa menggerakan aparatur dan anggaran,” bebernya.

Sementara Bivitri, berargumen rencana dan disain ini tidak hebat-hebat amat, tapi pernah dilakukan rezim sebelumnya dan di berbagai negara. “Untuk menyusun skenario kotor begini tidak perlu pintar dan cerdas, tapi mental culas dan tahan malu,” tutupnya. (wan)