Kelebihan Sirekap KPU: Lebih Tidak Akurat, Berbahaya, Subyektif, Tidak Transparan, Misterius dan Lambat!

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 19 Februari 2024 19:02 WIB
Aplikasi siRekap Pemilihan Umum (Pemilu) milik KPU RI (Foto: MI-Aswan/Screenhot)
Aplikasi siRekap Pemilihan Umum (Pemilu) milik KPU RI (Foto: MI-Aswan/Screenhot)

Jakarta, MI - Pakar telematika, Roy Suryo, menilai aplikasi Sistem Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) memiliki banyak kelebihan. Yakni lebih tidak akurat, lebih berbahaya, lebih subjektif, lebih tidak transparan, lebih misterius dan lebih lambat.

Lebih tidak akurat. Kata Roy Suryo sudah menjadi fakta dan bukti teknik bahwa sistem Optical Character Recognition (OCR) and Optical Mark Reader (OMR) yang digunakan di apalikasi Sirekap ini, meski puluhan kampus sudah sukses menggunakannya semenjak beberapa belas tahun silam, ternyata failed ketika diterapkan Sirekap di Pemilu 2024.

Karena, kata dia, bukan hanya salah baca angka 1 menjadi 7 atau 4, namun dibanyak tempat secara masif terjadi (automatically algoritm) penambahan mulai dari puluhan, ratusan hingga ribuan di kolom (Paslon) tertentu.

Kalau 1 atau 2 tempat masih bisa ditolensir, tetapi berbagai laporan fakta menunjukkan hal tersebut mengarah ke sifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM) menurut fakta-fakta yang juga sudah jadi trending topic diberbagai sosial media, sampai lebih dari 100rb postingan di platform aplikasi X (Twitter).

Padahal, ungkap Roy, sistem OCR atau OMR itu sudah ditemukan konsepnya semenjak 110 tahun silam, tepatnya tahu 1914 ketika Emanuel Goldberg, Fisikawan Jerman, merintis penggunaannya untuk alat telegraph. 

"Sehingga kalau sekarang di tahun 2024 saja masih banyak terjadi error di aplikasi Sirekap, ini jelas-jelas menunjukkan kelebihan pertamanya adalah lebih tidak akurat," ujar Roy Suryo dalam keterangannya, Senin (19/2).

Lebih berbahaya. Roy Suryo menjelaskan bahwa, meski UU Perlindungan Data Pribadi (PHP) sudah disahkan semenjak tahun 2022 kemarin dan didalamnya mensyaratkan penempatan lokasi server data krusial atau objek vital negara berada di dalam negeri, namun Sirekap ini terbukti secar teknis bahwa alamat IP-Address 170.33.13.55 yang digunakannya menunjuk kepada Alibaba.com Singapore e-commerce Limited.

Bahkan, ujar Roy Suryo, jelas-jelas tercantum nama aliyun cimputing Co.Ltd (?) yang berlokasi tidak di Indonesia namun di Singapure. Bahkan beberapa rekan sejawat pakar digital juga menemukan koneksi server Sirekap ini dengan lokasi server di China bahkan Prancis.

Hal ini, menurut mantan Menpora itu, jelas-jelas menunjukkan bahwa Sirekap telah dengan sangat terbuka mempertaruhkan sisi keamanan dan marwah data-data masyarakat pada tingkat yang mengkhawatirkan.

"Karena server Alibaba.com tersebut adalah server komersial yang juga digunakan oleh berbagai data penyewa lainnya dari banyak negara, sehingga potensi kebocoran data atau kemacetan jaringan menjadi sangat rawan terbuka. Ini layak disebut sebagai kelebihan kedua, yakni lebih berbahaya," ungkap Roy Suryo.

Tidak objektif alias lebih subyektif. Menurut Roy Suryo, kalau melihat dari mendadaknya aplikasi ini diumumkan ke publik, baru semenjak Januari 2024 kemarin, langsung tiba-tiba bisa diunduh di play store tanpa ada pengumuman uji publik dan teknis jauh-jauh hari sebelumnya.

Maka sangat bisa dipertanyakan bagaimana keakurasian sistem yang berani dipertaruhkan untuk data pemilu yang sangat krusial dan menyangkut masa depan Indonesia dalam Pemilu 2024 ini.

"Maka kemarin saya pertanyakan bagaimana soal sertifikasi Sirekap ini? Walau disebut-sebut sudah disertifikasi dari Kemkominfo, namun mengingat integritas dari kementerian yang dipimpin oleh relawan pendukung salah satu paslon ini layak dipertanyakan obyektivitasnya," katanya.

"Apalagi seharusnya sertifikasi diberikan oleh badan yang lebih kredibel milik negara, misalnya BRIN. Oleh sebab itu inilah Kelebihan ketiga dari Sirekap, yakni tidak obyektif alias lebih subyektif," tambah Roy Suryo.

Lebih tidak transapran. Roy Suryo mengaku bahwa ketika dirinya mempertanyakan soal anggaran yg digunakan untuk proyek Sirekap yang merupakan bagian dari nilai keseluruhan proyek Pemilu 2024 sebesar Rp 71 triliun saja, data khusus untuk Sirekap ini simpang-siur informasinya. 

"Tampak sekali terjadi ketidaktransparasian, bahkan ketika didesak oleh media secara detail, KPU dengan segala cara berusaha menghindarinya," ungkap Roy Suryo.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/50f4c8c6-d40f-4428-83f9-9932ba7e3250.jpg
Roy Suryo (Foto: Istimewa)

Salah satu media nasional pun sempat menulis bahwa anggaran Sirekap ini mencapai Rp 2,5 miliar dan pemeliharaannya sampai hampir Rp 1 miliar, tepatnya 900 juta. 

"Fakta ini sangat aneh dan tidak masuk akal, karena terbukti bahwa server datanya berada di luar negeri, namun anggarannya sangat fantastis untuk sekedar sewa hosting".

"Dan bahkan secara hukum sudah mempertaruhkan rahasia data masyarakat di luar negeri tersebut. Ini layak disebut sebagai kelebihan Sirekap yang keempat, yakni lebih tidak transparan," jelasnya.

Selanjutnya, kelebihan Sirekap ini adalah lebih misterius. Kata Roy Suryo, belum lagi kalau mendengar statemen KPU terakhir bahwa mereka menolak audit untuk membuka mekanisme kerja sama KPU dengan yang disebut-sebut dua kampus ternama untuk pengembangan Sirekap ini. 

Padahal, menurut Roy Suryo, Indonesia memiliki UU Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008 yang mengharuskan setiap lembaga menjelaskan secara detail proses tersebut, terutama yang menyangkut APBN yang berasal dari uang rakyat.

Hal ini jelas-jelas merupakan indikasi pelanggaran UU KIP, selain UU PDP Nomor 27 Tahun 2022 sebelumnya, dimana UU KIP Nomor 14 Tahun 2008 ini meski ada yang dikecualikan, namun jika menyangkut anggaran negara dari uang rakyat, hal tersebu wajib disampaikan secara terbuka kepada masyarakat saat dlakukan audit investigasi. 

"Maka ketertutupan KPU ini layak untuk menyebut Sirekap menyandang kelebihan kelima, yakni lebih misterius," katanya.

Sementara kelebihan Sirekap terakhir, menurut Roy Suryo adalah lebih lambat. Bukan tanpa alasan menilai demikian, soalnya Roy Suryo menyinggung kembali ke soal teknis.

Kata dia, sejak hari kelima pencoblosan pada 14 Februari 2024 kemarin hingga pada 19 Februari 2024 kemarin dan kemajuan dari proses penghitungan manual yang didalamnya dibantu oleh Sirekap juga belum mencapai Prosentase yang signifikan.

Padahal kabarnya opeator-operator lapangan atau para petugas KPPS sudah di-train-ing tidak hanya secara traning of trainer (TOT) tetapi sampai kepada petugas lapangannya yang membutuhkan biaya besar.

Hal ini, menurut Roy Suryo, akan semakin membuat perhitungan suara masuk yang mesti sudah digunakan Sirekap menjadi tidak cepat dan bisa menimbulkan implikasi ketidakpercayaan masyarakat terhadap hasil real count KPU.

"Apalagi sebelumnya sudah dijejali dengan publikasi yang sangat bombastis hasil quick count dan exit poll, meski kesemuanya memiliki alasan keilmiahannya sendiri-sendiri. Jadi ketidakcepatan proses Sirekap ini layak disebut sebagai kelebihan keenam, yakni lebih lambat," katanya lebih lanjut.

Kesimpulannya, tambah Roy Suryo, dengan melihat beberapa kelebihan itu, memang sangat layak bahwa selain audit sistem atau teknis, Sirekap KPU ini harus dilakukan juga audit investigatif keuangan atau anggarannya.

"Karena meski yang digunakan adalah hasil manual, namun Sirekap sudah menghabiskan anggaran yang sangat besar dan itu semua adalah uang rakyat," tutup Roy Suryo. (Aswan)