Menerka Sikap Parpol Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Siapa Berani?

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 20 Februari 2024 00:29 WIB
Bendera Partai Politik (Foto: Dok MI)
Bendera Partai Politik (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Menjelang penetapan rekapitulasi untuk hasil suara Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Legislatif (Pileg) muncul tanda tanya. Partai politik (Parpol) mana yang bakal gabung dalam koalisi pemerintahan?

Setidaknya sudah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang saat ini masih memimpin qiuck count dan real count Komisi Pemilihan Umum (KPU), disebut-sebut menang satu putaran pemilihan presiden (pilpres) tahun 2024 ini. 

Setelahnya, sang Ketua Umum (Ketum) partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh bertemu dengan Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Minggu (18/2) malam. Publik pun menerka-nerka bakal masuk koalisi Prabowo-Gibran!

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/106a044f-ff61-4249-8a2b-9bb71d929884.jpg
Ketua umum Partai Nasdem Surya Paloh (kanan) dan Presiden Joko Widodo (Foto: Dok. Setkab)

Sementara soal opoisi, baru satu partai yang menyatakan siap berjuang di luar pemerintahan, melalui parlemen untuk menjalankan tugas check and balance, adalah PDI Perjuangan. Menurut Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, berada di luar pemerintahan adalah suatu tugas patriotik dan pernah dijalani PDI Perjuangan pasca Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.

Namun kata pengamat politik Nicky Fahrizal, dalam sejarah politik Indonesia tradisi oposisi yang efektif terakhir terjadi di era demokrasi liberal pada tahun 1950-an, atau yang dikenal sebagai demokrasi parlementer. Tetapi ketika kembali ke sistem presidensial, keberadaan oposisi semakin mengecil. Catatan adanya oposisi hanya kala PDIP tidak menjadi partai pemenang pemilu.

"Masuk era reformasi di awal, makin naik turun. Jadi desain sistem ketatanegaraan kita membentuk model pemerintahan yang oposisinya tidak efektif," kata Nicky dikutip pada Selasa (20/2).

Akibat dari tidak kuatnya peran oposisi, pandangan kritis terhadap kebijakan pemerintah akan melemah. Dan ketika terjadi kekeliruan di dalam pengambilan kebijakan, tidak akan ada yang mendorong perbaikan. Apalagi kalau suara kritis dari masyarakat sipil dibungkam.

Baginya saat Jokowi menyebut dirinya sebagai "jembatan" partai-partai, itu artinya dia tetaplah sebagai "king maker" sebelum dan sesudah pemilu.

"Ini semua memang seperti yang dia katakan setahun lalu mengatakan akan cawe-cawe, dan itu berhasil," ungkapnya.

Sementara itu, pengamat komunikasi politik Silvanus Alvin, menilai keinginan Prabowo maupun Jokowi yang ingin merangkul sebanyak-banyaknya partai supaya komunikasi dengan legislatif sebutnya lebih kondusif. 

Apalagi untuk mewujudkan program-program kampanye yang selama ini disuarakan yakni makan siang gratis. "Itu kan harus melewati proses di DPR untuk menggolkan anggarannya," ujarnya.

Akan tetapi, dia menyayangkan langkah Presiden Jokowi -yang disebutnya melangkahi Prabowo- jika betul bahwa pertemuannya dengan Surya Paloh untuk menjajaki koalisi bersama di pemerintahan Prabowo-Gibran.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/b432e9aa-6bbc-4bd0-bba4-2ba96c751064.jpg
Pasangan Capres-Cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Foto: MI/Dhanis)

Menurut Alvin, Presiden Jokowi sebaiknya fokus saja pada sisa pemerintahannya untuk menuntaskan sejumlah kebijakannya dan yang utama menjaga kondusifitas bangsa.

"Saatnya Presiden Jokowi menjadi sosok negarawan yang memikirkan bangsa, di sisa [jabatan] ini selesaikan tugas dan menuntaskan kepemimpinannya dengan mulus," bebernya.

Meskipun potensi Nasdem kembali masuk dalam bagian pemerintahan Prabowo-GIbran terbuka lebar, tapi Silvanus Alvin menilai hal itu tidak akan mudah. Sikap Nasdem, menurut dia, baru akan kelihatan setelah real count dari KPU selesai. Selain itu koalisi pengusung Anies-Muhaimin memiliki dukungan yang cukup kuat dari masyarakat untuk terus membawa gagasan perubahan.

"Bagaimanapun Nasdem yang pertama membawa narasi perubahan, kalau tiba-tiba berada dalam pemerintahan dan menerima ajakan [koalisi] dan Nasdem mau, saya rasa akan kurang positif impaknya bagi pengusung Nasdem yang di masa kampanye menyuarakan isu perubahan. Seakan-akan setelah jagoannya kalah ditinggalkan," jelasnya.

Belum lagi keberadaan rekan di kubunya yakni Partai Keadilan Sejahtera yang konsisten dengan sikap politiknya menyatakan diri sebagai oposisi. Ditambah sikap PDI Perjuangan yang sudah menyebut siap menjadi oposisi.

Pakar politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, Ahmad Atang, sependapat. Dia meyakini Surya Paloh tidak akan segampang itu meninggalkan koalisi sebelum ada keputusan final dari KPU. Paling tidak, tambah Ahmad Atang, jawaban diplomatis yang dilontarkan Surya Paloh dalam jamuan makan malam itu adalah masih menunggu perhitungan resmi.

Apa Kata Koalisi Perubahan?

Ketua Fraksi PKB di DPR, Cucun Ahmad Syamsurijal, menyebut pertemuan Ketum NasDem Surya Paloh dengan Presiden Jokowi tak ada koordinasi dengan ketum partai koalisi dan Timnas Anies-Muhaimin (AMIN).

Meski dia menilai pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi merupakan hak Nasdem sebagai partai. PKB, katanya, akan tetap pada sikapnya yakni mengawal pemilu hingga penghitungan resmi dari KPU tuntas.

https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2024/02/18/1000114944.jpg.webp
Cucun Ahmad Syamsurijal  (Foto: Antara)

Sementara Ketua DPP PKB, Daniel Johan mengingatkan bahwa parpol-parpol anggota Koalisi Perubahan atau koalisi pengusung capres dan cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar telah membuat kesepakatan tentang langkah yang bakal dilakukan di tengah tahapan pemilu.

Koalisi yang terdiri dari PKB, Nasdem, dan PKS membuat konsensus untuk sama-sama mengawal perolehan suara, baik yang terkait pemilihan presiden (Pilpres) maupun pemilihan anggota legislatif (Pileg) setiap partai.

https://img.antaranews.com/cache/1200x800/2023/01/20/FauziLamboka_20230120_181650.jpg.webp
Anggota DPR RI Daniel Johan (Foto: Antara)

"Kesepakatan itu yang seharusnya dipegang partai saat ini, termasuk Nasdem, ketika proses pemilu masih pada tahapan rekapitulasi suara," kata Daniel.

Dia juga mengatakan belum ada undangan Jokowi kepada partainya. Sama seperti PKB, juru bicara PKS Muhammad Kholid mengatakan pertemuan Surya Paloh dengan Presiden Jokowi merupakan hak Nasdem dan tidak memengaruhi apapun sikap PKS.

AMIN Terganggu?

Pengamat politik Universitas Padjadjaran (Unpad), Firman Manan menilai pertemuan makan malam Jokowi dan  Surya Paloh bakal menganggu keharmonisan koalisi partai pendukung pasangan calon presiden Anies-Muhaimin (Amin).

Menurutnya, pertemuan keduanya bisa jadi bakal menganggu keharmonisan dari partai pengusul Amin yang terdiri dari, Nasdem, PKS, PKB, Umat.

"Ini soal soliditas ya, bahkan kalau tidak salah PKB dan PKS sudah mebuat pernyataan bahwa tidak ada koordinasi sehingga ini bisa menjadi isu, kemudian koalisi pasangan capres-cawapres 01 menjadi tidak solid di tengah upaya masih mempersoalkan hasil pemilu," ujar Firman, Senin (19/2).

Firman mengatakan, pertemuan Surya Paloh dengan Jokowi dalam kondisi koalisi yang tengah memperjuangkan soal temuan-temuan dugaan kecurangan, manipulasi dalam Pilpres 2024, akan sangat berpengaruh dan menganggu solidaritas partai pengusul."Jadi menurut saya itu bisa agak mengganggu soliditas (partai koalisi). Yang kedua, tadi, para partai koalisi Amin masih mempersoalkan hasil pilpres 2024," katanya.

Selain itu, visi misi perubahan yang diusung oleh Amin juga bertolak belakang dengan pasangan 02 Prabowo-Gibran yang secara tidak langsung didukung oleh Presiden Jokowi. 

https://monitorindonesia.com/2023/09/deklarasi-anies-dan-cak-imin.jpg
Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (Foto: Dok MI)

Menurutnya, beberapa partai politik di Indonesia saat ini cenderung pada sikap pragmatis. Artinya, tidak semua partai politik siap berada di barisan oposisi.

Firman menjelaskan, peran Jokowi bertemu dengan Surya Paloh bisa jadi sebagai penjembatan antara koalisi Prabowo-Gibran dengan Nasdem. Sebab, dia menilai Jokowi mencoba membangun koalisi besar sama seperti masa kepemimpinannya yang terakhir.

"Kalau saya justru Presiden Jokowi itu adalah sebagai bagian dari upaya membangun komunikasi politik bagaimana tadi untuk membangun pemerintahan ke depan itu dibangun atas koalisi yang besar. Seperti yang terjadi pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya," ujarnya.

Koalisi Perubahan Tetap Bertahan?

Sementara itu, mengomentari pertemuan keduanya, Anies Baswedan sebagai Calon Presiden yang diusung oleh Partai NasDem menegaskan sikapnya untuk tidak mengganti visi perubahan. 

Dia pun yakin, komitmen yang sama masih dipegang oleh partai koalisi."Baik-baik saja dan tidak melihat ada perubahan sikap. Sikap tetap konsisten berada di dalam koalisi perubahan dan itu saya memandang tidak ada prediksi apa-apa," katanya saat ditemui di kampus Unpad Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Senin (19/2).

Meskipun tidak menjawab secara detail isi pembahasan antara Joko Widodo dan Surya Paloh, Anies memastikan komunikasi dengan Surya Paloh masih terjaga dengan baik.

“Selalu komunikasi (dengan Surya Paloh) dan tidak ada pergeseran posisi, sama sekali tidak ada. Pertemuan itu sesuatu yang biasa-biasa saja. (Isi pembahasan antara Surya Paloh dan Joko Widodo) Itu tanyakan langsung,” demikian Anies. (wan)