Panas! PSI dan NasDem Saling Serang

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 4 Maret 2024 11:28 WIB
Jajaran Petinggi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) (Foto: MI/Dhanis)
Jajaran Petinggi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) membalas kritikan sekaligus sindiran Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem, Ahmad Sahroni yang meminta PSI untuk tak menjadikan negara sebagai bahan candaan karena mengusulkan opsi angka ambang batas (threshold) untuk fraksi sebagai pengganti parliamentary threshold.

Politikus PSI, Belmondo Scorpio, mengatakan justru Partai NasDem yang dinilainya sedang melakukan candaan karena telah menerima aliran dana korupsi dari eks Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). 

"Dear Bang Sahroni @Roni_ASC. Opini pribadi saya, menurut saya yang bercanda partai abang, karena menerima dana korupsi dari Syahrul Yasin Limpo," kata Belmondo dalam cuitna di akun sosial media X pribadinya @belmondoscorpio, dikutip Senin (4/3).

Belmondo juga mengaku heran dengan Partai NasDem, menurutnya tak masuk akal jika partai pengusung capres 01 itu tak tahu aliran dana tersebut, pasalnya yang melakukan tindak pidana korupsi adalah kader partainya. 

"Masa iya sekelas partai NasDem gak tahu aliran dana itu dari mana," imbuhnya.

Sebelumnya, Bendum NasDem Ahmad Sahroni, menanggapi usualan Dewan Pembina PSI Grace Natalie mengenai ambang batas (threshold) untuk fraksi sebagai pengganti parliamentary threshold. 

Mendengar usulan tesebut, Sahroni mengaku tak habis pikir, karena itu ia meminta Grace agar tak membuat candaan seperti itu, sebab usulan tersebut dinilainya sangat ngawur. 

"Negara jangan dibuat bercandaan dong. Masak ada ide menggabungkan semua partai yang enggak lolos menjadi 1 fraksi. Itu namanya ngawur," kata Sahroni kepada wartawan, Sabtu, (2/3).

Sahroni mengatakan, bahwa dirinya secara pribadi tegas menolak usulan tersebut. Paslanya, ambang batas parlemen merupakan wujud kepastian bahwa masyarakat menginginkan partai-partai tertentu ada di parlemen.

Selain itu, ia juga mengaku heran dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang meminta agar pembuat Undang-Undang (UU) untuk mengubah ambang batas parlemen 4 persen sebelum Pemilu 2029. Sehingga menurutnya, semua keputusan seperti berada di kekuasaan MK dengan mengenyampingkan peran dan fungsi lembaga lainnya.

"Saya bingung nih kenapa jadi MK yang putusin? Ini kan harusnya dari DPR dahulu yang akan bahas. Ini aturan kok lama-lama MK semua yang putusin. Lembaga lain kelihatannya sudah tidak ada fungsinya," imbuhnya. (DI)