Menilik Komitmen Fraksi-fraksi soal Hak Angket, Potensi Lobi-lobi?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 6 Maret 2024 15:50 WIB
Pengunjuk rasa, Aksi Rakyat Semesta membentangkan poster di depan kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (1/3).
Pengunjuk rasa, Aksi Rakyat Semesta membentangkan poster di depan kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (1/3).

Jakarta, MI - Hak angket merupakan hak yang dimiliki DPR untuk menyelidiki pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang penting, strategis, dan berdampak luas bagi masyarakat.

Hak tersebut dijamin dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Berdasarkan ketentuan pada pasal 199, hak angket dapat diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi di DPR.

Usulan tersebut baru dinyatakan sebagai hak angket apabila disetujui dalam rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah anggota DPR, dan disetujui oleh lebih dari setengah jumlah anggota yang hadir.

Kalau dihitung berdasarkan kursi yang dimiliki oleh PKS, PKB, PDIP, dan NasDem, syarat itu semestinya bisa terpenuhi. Keempat partai itu menguasai sekitar 51% kursi di parlemen.

Wacana terkait hak angket ini pun mulanya diutarakan oleh Ganjar Pranowo. Sehari setelah pemilu digelar, Ganjar mendorong partai pengusungnya yakni PDI-P dan PPP untuk mengajukan hak interpelasi hingga hak angket. 

Usulan tersebut kemudian didukung tiga partai di Koalisi Perubahan pengusung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Adapun kelima partai ini yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasdem, Partai Keadilan Sejahtera, serta Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dua partai yang disebut terakhir merupakan pengusung paslon Ganjar Pranowo-Mahfud Md.

Lantas bagaimana komitmen fraksi-fraksi di DPR?

Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid sempat menyatakan bahwa lima fraksi di parlemen masih berkomitmen untuk mengajukan hak angket. Kelima fraksi itu yakni PKS, Nasdem, PKB, PDI-Perjuangan, dan PPP. 

Tetapi PPP justru menyatakan tidak beminat untuk menggunakan hak angket. Anggota Fraksi PPP Syaifullah beralasan hampir seluruh anggota Fraksi PPP masih berada di daerah pemilihan untuk mengawal suara mereka. 

Selain itu, mereka juga mempertimbangkan sisa masa jabatan anggota DPR yang tinggal enam bulan. “Belum ada perintah partai ataupun fraksi untuk menandatangani usul hak angket,” kata Syaifullah Tamliha kepada wartawan, Rabu (6/3).

Dalam paripurna Selasa (5/3) kemarin, sejumlah anggota DPR dari Fraksi PKB, PKS dan PDIP mengusulkan penggunaan hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Namun usulan yang diutarakan melalui interupsi di sidang paripurna pertama DPR sejak pemungutan suara belum dibahas lebih lanjut.

PKB

Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Luluk Nur Hamidah menegaskan bahwa sebagai wujud kedaulatan rakyat, maka tidak boleh ada satu kekuatan pun di Indonesia yang boleh mengganggu jalannya pemilu. Luluk mengatakan pemilu tidak hanya dipandang dari konteks hasil, tetapi juga prosesnya, yang sedianya berlangsung jujur dan adil.

"Jika prosesnya penuh dengan intimidasi, apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran etika atau politisasi bansos (bantuan sosial), intervensi kekuasaan, maka tidak bisa dianggap serta merta pemilu telah selesai saat pemilu telah berakhir jadwalnya. Sepanjang pemilu yang saya ikuti sejak 1999, saya belum pernah melihat ada sebuah proses pemilu sebriutal dan semenyakitkan ini, di mana etika dan moral berada di titik minus kalau tidak bisa dikatakan di titik nol," tegasnya.

Menurutnya, otokritik karena sikap DPR yang bungkam dan membiarkan apa yang terjadi saat begitu banyak akademisi, budayawan, guru besar, mahasiswa, dan rakyat biasa yang melaporkan berbagai kecurangan yang terjadi. Luluk mengatakan partainya, PKB, telah menerima aspirasi dari berbagai pihak dan menilai hak angket adalah satu-satunya cara untuk memastikan integritas pemilu dan hasilnya.

Terkait waktu pengajuan hak angket, Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyebut belum mendapat informasi lebih detail. Namun, kata dia, saat ini sudah pada tahap presentasi di internal. Ia meminta, masyarakat menunggu tim hukum melengkapi berkas hingga tuntas.

“Pasti (ada kecurangan) karena sudah dilengkapi dengan bukti-bukti dan berbagai narasi yang kuat terjadinya pelanggaran, sehingga kita akan tunggu saja tim hukum sampai menuntaskan, dan sampai pada saatnya kita ajukan,” kata Cak Imin di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, pada Sabtu (2/3).

NasDem

Sementara itu, Fraksi Nasdem menyatakan tetap berkomitmen mendukung hak angket meski tidak ada perwakilan mereka yang menyuarakan hal itu pada rapat paripurna. “Tidak ada kaitan antara komitmen dengan interupsi dalam paripurna. Jika sudah ada yang menyampaikan mengenai pentingnya hak angket menurut kami sudah mewakili. Yang penting ada tindakan konkretnya,” kata anggota Fraksi Nasdem, Taufik Basari.

Tindakan konkret itu, kata dia, berupa pemberian tanda tangan anggota untuk pengajuan hak angket. Namun Nasdem sampai saat ini masih menunggu langkah dari Fraksi PDI-P sebagai inisiator pengusul hak angket.

“Dokumen harus diajukan bersama-sama lintas fraksi. Komunikasi sedang berjalan, segera setelah semuanya siap tentunya kami akan ajukan. Secepat mungkin semakin baik,” kata Taufik.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Hermawi Taslim dalam program Satu Meja yang disiarkan Kompas TV, Rabu pekan lalu, 28 Februari 2024 menyatakan bahwa “Jadi kalau di 01 (Anies-Muhaimin) angket ini sudah clear, harus jalan".

Pihaknya sudah mengantongi beragam bukti dalam berbagai bentuk. “Kita ingin buktikan semua komplain dan keluhan masyarakat ada dalam bentuk CD, ada dalam bentuk rekaman, dan segala macam,” kata Hermawi.

PKS

Aus Hidayat Nur meminta DPR menggunakan hak angket untuk mengklarifikasi kecurigaan dan praduga masyarakat atas berbagai masalah dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Sementara itu, Mardani Ali Sera dari PKS mengatakan komunikasi politik terkait hak angket masih dijalankan. Terkait sikap PPP yang menyatakan tak berminat mengajukan hak angket, Mardani mengatakan setiap partai memiliki hak masing-masing. “Tapi kami sih berharap pendukung-pendukung yang merasakan kecurangan ayo bergabung bersama,” katanya.

Sejauh ini, Mardani mengatakan materi hak angket mengenai dugaan kecurangan pada Pilpres 2024 sudah mereka siapkan bersama dua partai lainnya yang mengusung Anies-Muhaimin. Di samping itu, materi terkait dugaan kecurangan pada pileg masih dikumpulkan.

PDIP

Adapun PDI-P menyatakan bahwa hak angket itu perlu, tapi masih dalam kajian. "Naskah akademis sudah disiapkan," kata Anggota Fraksi PDIP DPR Aria Bima kepada wartawan di Gedung DPR RI.  

Menurutnya, DPR tidak bisa antipati terhadap usulan hak angket, interpelasi atau pansus atau pengawasan di masing-masing komisi.

Sementara itu, Adian Napitupulu di Rumah Aspirasi, Jakarta, Jumat, 23 Februari 2024 lalu menyatakan bahwa “Hak angket itu diberikan oleh konstitusi kepada DPR dan tidak boleh ada satu orang pun atau satu kekuatan pun melarang hak itu untuk dilakukan oleh DPR".

Saat ini PDIP tengah menunggu kajian dari tim khusus TPN Ganjar-Mahfud. Kabar tersebut disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto di kawasan Menteng, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2024.

“Di dalam tim khusus yang kemudian akan memberikan suatu rekomendasi terkait strategi lengkap dengan time tablenya. Termasuk dengan kemungkinan-kemungkinan penggunaan hak angket,” ujarnya.

Apa Kata Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Golkar?

Usul ketiga anggota itu langsung dikecam Herman Khaeron dari Fraksi Partai Demokrat yang membantah telah terjadinya kecurangan dalam pelaksanaan pemilu lalu. 

Ia juga tidak setuju dengan pendapat anggota Fraksi PKB Luluk Nur Hamidah yang menyebut Pemilihan Umum 2024 adalah pesta demokrasi paling brutal yang pernah digelar di Indonesia.

"Saya pikir untuk persoalan ini, ajukan saja hak angket itu apa isinya dan tentu itu yang akan kita bahas bersama. Tidak perlu membangun wacana-wacana kecurangan dan sebagainya. Ini adalah pemilu yang juga tentu menjadi tugas kita bersama untuk mengawal, untuk mengawasi," kata Herman.

Penolakan terhadap usul hak angket juga disampaikan oleh Rambe Kamarul Zaman, politisi senior dari Fraksi Partai Golongan Karya, yang menilai banyak aspirasi lain yang sangat mendesak dan harus segera diselesaikan, seperti pengangguran dan penciptaan lapangan kerja, dibanding memulai proses yang tidak perlu seperti hak angket.

Rambe mengingatkan kepada pihak-pihak yang tidak siap kalah untuk tidak memberikan respon yang terburuk, dengan menyampaikan tuduhan kecurangan tanpa menggunakan instrumen hukum lain sebelumnya.

Potensi lobi-lobi?

Pengamat politik dari BRIN Aisah Putri Budiarti menilai soliditas dan komitmen dari fraksi-fraksi yang menggagas hak angket itu belum kuat berdasarkan perkembangan yang terlihat sejauh ini.

Menurutnya, wacana itu sudah pasti akan diwarnai lobi-lobi politik yang dapat memecah soliditas fraksi-fraksi penggagas. "Pasti akan ada lobi-lobi politik juga yang berkaitan dengan upaya tarik menarik kekuatan, dukung dan tidak mendukung hak angket ini," kata Aisah, Rabu (6/3).

Momen pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh pada 18 Februari lalu bisa jadi menggambarkan itu.

"Kita tidak ada yang tahu isi pertemuan itu, tapi kan dugaannya berkaitan ini. Dan [lobi-lobi] politik ini pasti menjadi bagian dari dinamika politik. Bukan hal yang mengejutkan," ujar dia.

Pada akhirnya, itu bisa mempengaruhi soliditas para partai penggagas untuk benar-benar mengajukan hak angket. Dia mengingatkan agar fraksi-fraksi di DPR mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan partainya sendiri.

Pasalnya, langkah ini penting dilakukan di tengah dugaan publik yang kuat soal kecurangan pemilu.

Sementara itu, lembaga-lembaga yang semestinya berwenang seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun turut diragukan dan dinilai tak memuaskan pada masa Pemilu 2024. 

Khususnya dalam menyikapi dugaan kecurangan pemilu. "Makin layak dibubarkan," kata peneliti bidang legislasi Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Rabu (6/3).

Suara teriakan meminta ini segera bergulir di rapat paripurna pembukaan, ujar dia, itu hanya pencitraan saja. "Kalau serius sih Aus Hidayat mesti bisa langsung buat gerakan mengumpulkan dukungan tandatangan minimal 25 anggota lain sebagai inisiator hak angket," kata Lucius.

"Kalau berhenti pada pernyataan di paripurna saja tanpa gerakan riil mencari dukungan anggota DPR lain, kata dia, sama aja bohong. Kan jelas aturannya, hak angket mesti didukung ninimal 25 anggota DPR dan lebih dari 1 fraksi. Jadi saya merasa Pak Aus dan Luluk dari PKB cuma pencitraan saja," katanya lagi.

Setelah pernyataan mereka didengar publik, lalu apa langkah nyata untuk mewujudkan pernyataan mereka mendorong angket? "Jadi ngga jelas banget," tutupnya.

Lucius pun berpendapat dinamika hak angket sangat fluktuatif. Sejauh ini hanya capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo yang getol menyuarakannya.

"Itu belum ada dari parpolnya, kecuali kalau Ganjar masih relate dengan parpolnya," ucap Lucius.

Pun dia meragukan hak angket akan bergulir mulus. "Soalnya anggota DPR khususnya yang nyaleg lagi sedang sibuk-sibuknya memastikan dia lolos ke parlemen di periode yang akan datang, dengan memastikan suara dia itu tetap sesuai dengan terkumpul di dapil masing-masing," tutupnya.