Kisruh Bahlil Cabut Hidupkan IUP, PPP: Jangan Sampai Ada Kementerian Disalahgunakan!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Maret 2024 16:23 WIB
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI, Achmad Baidowi (Foto: Dok MI/Repro Tvp)
Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI, Achmad Baidowi (Foto: Dok MI/Repro Tvp)

Jakarta, MI - Dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencabutan dan perpanjangan izin usaha pertambangan (IUP) yang menyeret nama Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia harus diusut tuntas. 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta turun tangan menyelidiki dugaan penarikan fee hingga miliaran kepada perusahaan yang izinnya bermasalah oleh Bahlil. Bahkan, Komisi VI DPR RI didorong membentuk panitia kerja (Panja) ataupun panitia khusus (Pansus)

Menurut Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPR RI, Achmad Baidowi, Panja ataupun Pansus ini penting agar dugaan tersebut bisa terkuak kebenarannya. 

"Ini penting karena untuk menjaga nama baik lembaga jika memang informasi tersebut tidak benar," ujar Achmad Baidowi saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Minggu (17/3/2024).

Anggota Komisi VI DPR RI ini menegaskan bahwa legislatif berkewajiban melakukan fungsi pengawasan terhadap eksekutif yang menyeret nama Menteri Investasi/BPKM yang diduga melakukan penyimpangan kewenangan.

Pun ditambahkan Achmad Baidowi, bahwa Kementerian Investasi mempunyai peranan penting dalam menjaga kondusivitas iklim usaha di Indonesia. "Jangan sampai ada kementerian disalahgunakan untuk kepentingan pihak tertentu," demikian Achmad Baidowi.

Segera Periksa Bahlil!

Sebelumnya, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fichkar Hadjar meminta Komisi KPK untuk segera memeriksa Bahlil Lahaldia dalam menelusuri dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencabutan dan pengaktifan kembali IUP serta HGU oleh Bahlil.

Dia menegaskan, bahwa KPK  tidak perlu menunggu laporan dari masyarakat untuk memeriksa Bahlil. Sebab, dalam dugaan kasus tersebut sudah ada indikasi kerugian negara.

"KPK meski tidak ada laporan dari masyarakat. Tetapi KPK mengetahui infornasi terjadinya korupsi, KPK dapat melakukan penyidikan dan penuntutan di pengadilan. Intinya KPK mengetahui adanya kerugian negara," tegasnya, kemarin.

Jika dalam pemeriksaan itu, ungkap Abdul Fickar, KPK menemukan bukti yang konkrit adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan Bahlil. "Maka KPK harus menetapkan sebagai tersangka," tuturnya.

Tak hanya Bahlil, KPK juga bisa nemanggil dan memeriksa semua pihak yang terkait dengan peristiwa dugaan korupsi itu. 

"Semua pihak diperiksa sebagai saksi dan yang paling bertanggubg jawab atas peristiwa pidana ditetapkan sebagai tersangka atau terdakwa. Dan untuk DPR harus terus didorong untuk membentuk pansus dan mempersoalkan kasus upeti Bahlil," pungkasnya.

Satgas Bahlil

Penting diketahui, bahwa sengkarut izin tambang itu bermula dari kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mencabut IUP perusahaan yang tak kunjung merealisasikan investasinya. 

Pada tahun 2021, Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No.11/2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. 

Satgas Percepatan Investasi dipimpin oleh Bahlil Lahadalia. Sementara wakilnya adalah Wakil Jaksa Agung dan Wakapolri. Salah satu tugas Satgas tersebut yakni memastikan realisasi investasi setiap pelaku usaha yang telah mendapatkan perizinan berusaha.

Sejak satgas itu dibentuk, pemerintah mulai agresif mencabut izin-izin tambang yang investasinya belum direalisasikan. Pada awal Januari 2022 lalu, Presiden Jokowi mengaku telah mencabut 2.078 Izin Usaha Pertambangan (IUP). 

Namun demikian, rencana pencabutan itu belum sepenuhnya direalisasikan, karena sampai dengan April 2022, hanya sekitar 1.118 yang harus dicabut IUP-nya. Mayoritas perizinan yang dicabut adalah IUP mineral lainnya sebanyak 375 IUP, batu bara 271 IUP, IUP timah 237, nikel 102 IUP, emas 59 IUP, bauksit 50 IUP, dan tembaga 14 IUP.

Pada Senin (13/6/2022) lalu, Menteri Bahlil sempat mengungkapkan bahwa pencabutan izin usaha pertambangan tersebut merupakan rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Selain itu, ia jugas menegaskan pihaknya tidak akan main-main untuk menegakan aturan supaya proses investasi bisa berjalan optimal. “Kalau yang benar ya benar, kalau salah ya salah. Karena saya dulu juga pengusaha,” tegas Bahlil waktu itu.

Diduga Terima Imbalan

Kini Bahlil, disebut-sebut melakukan penyalahgunaan wewenang dalam mencabut dan mereaktivasi IUP serta hak guna usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah. 

Bahlil diduga meminta sejumlah imbalan uang hingga miliaran rupiah dalam menjalankan tugasnya sebagai pimpinan satgas tersebut. Bahakn, dia juga dikabarkan meminta porsi saham dari perusahaan-perusahaan yang dicabut dan dipulihkan lagi IUP atau HGU-nya.

Adapun pembentukan Satgas tersebut mengacu pada Peraturan Presiden No. 70/2023 tentang Pengalokasian Lahan bagi Penataan Investasi.

Dalam Pasal 1, menyebut soal pembentukan Satgas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi oleh Presiden Joko Widodo, dalam rangka “penataan penggunaan lahan secara berkeadilan, penataan perizinan berusaha untuk sektor pertambangan, perkebunan dan pemanfaatan hutan, serta dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi untuk optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam.”

Sebagai Kasatgas, Bahlil pun memiliki kewenangan untuk mencabut IUP bagi perusahaan-perusahaan yang tidak memenuhi kriteria. Perihal izin usaha pertambangan, padahal, biasanya menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). 

Bisnis Tambang Bahlil

Terlepas dari isu tersebut, Bahlil dikabarkan memang sudah lama memiliki bisnis pertambangan seperti di sektor nikel melalui PT Meta Mineral Pradana.

Menurut pantauan data di Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Ditjen Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), nama Bahlil memang benar pernah tercatat di perusahaan tersebut.

Minerba One Data Indonesia (MODI) yang dikelola Ditjen Minerba mendata PT Meta Mineral Pradana dengan kode perusahaan 5012 yang berkantor di kawasan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat.

Pemilik/pemegang saham perusahaan tersebut adalah PT Rifa Capital dan PT Bersama Papua Unggul, dengan porsi kepemilikan saham masing-masing 10% dan 90%. Kedua perusahaan tersebut diketahui merupakan milik Bahlil.

Di jajaran kepengurusan, nama Bahlil pernah tercatat sebagai komisaris pada susunan direksi awal perusahaan. Sayangnya, data Ditjen Minerba tidak menjelaskan dengan lengkap periode Bahlil menjabat sebagai komisaris.

Namun, terdapat perubahan direksi perusahaan ke-1, di mana IR Made Suryadana merupakan komisaris pada 30 November 2022 hingga 30 November 2027. Sementara, jabatan direktur perusahaan tetap dipegang oleh Tresse Kainama.

Adapun, kedua IUP milik PT Meta Mineral Pradana berlaku untuk tahapan kegiatan operasi produksi komoditas nikel. IUP Operasi Produksi (IUPOP) dengan luasan 470 hektare berlaku mulai 14 Juli 2010 hingga 14 Juli 2030. Sementara itu, IUPOP dengan luasan 165,5 hektare berlaku mulai 20 September 2010 hingga 20 September 2030.

Catatan: Bahlil hingga saat ini belum memberikan keterangan kepada para awak media tekait hal ini. Chat WhatsAap Monitorindonesia.com pun seakan diabaikannya.