Cawe-cawe Pembagian Bansos, Kubu Ganjar Minta Presiden Jokowi Dihadirkan di MK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 1 April 2024 01:13 WIB
Ganjar Pranowo (kiri), Otto Hasibuan (tengah) dan Maqdir Ismail (kanan) di Mahkamah Konstitusi (MK)
Ganjar Pranowo (kiri), Otto Hasibuan (tengah) dan Maqdir Ismail (kanan) di Mahkamah Konstitusi (MK)

Jakarta, MI -Tim hukum pasangan calon presiden (capres) - calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka disarankan agar menghadirkan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam sidang sengketa pemilihan presiden (pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK). 

Saran itu disampaikan Tim hukum pasangan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD merespons pernyataan tim hukum Prabowo Otto Hasibuan yang mewacanakan akan meminta MK menghadirkan Megawati Soekarnoputri di sidang sengketa Pilpres tersebut.

Pasalnya, kubu 03 itu menilai bahwa kekacauan dan pelanggaran-pelanggaran dalam proses pemilihan presiden (Pilpres) 2024 seperti disampaikan dalam permohonannya tidak terlepas dari keinginan Presiden Jokowi untuk memperpanjang kekuasaan melalui anaknya Gibran Rakabuming Raka. 

"Menurut hemat yang paling tepat diminta dihadirkan oleh penasehat hukum dari Pak Prabowo dan Gibran adalah Presiden Joko Widodo," kata Tim hukum Ganjar, Maqdir Ismail kepada wartawan, Minggu (31/3/2024).

Maqdir menilai, kehadiran Presiden Jokowi dalam sidang MK penting untuk menjelaskan adanya dugaan politisasi Bantuan Sosial (Bansos) oleh Pemerintah untuk memenangkan pasangan Prabowo-Gibran.

"Mestinya rekan Otto Hasibuan meminta izin kepada majelis hakim agar menghadirkan Presiden Joko Widodo dan nanti nanti beliau diminta untuk menerangkan alasan beliau ikut cawe-cawe dalam pembagian Bansos," beber Maqdir.

Dalam sidang nanti, mereka meminta alasan dari Presiden Jokowi membagi-bagi bansos di depan istana dan di tempat-tempat tertentu. Selain itu, mereka juga menilai Presiden Jokowi menjelaskan alasan penyaluran cadangan pangan oleh Badan Pangan Nasional bukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos).

Padahal, tegas Maqdir, Kemensos merupakan lembaga yang mempunyai tugas pokok membagikan segala bentuk bantuan negara kepada masyarakat. 

Apalagi, selama ini Kemensos juga sudah mempunyai dokumentasi penerimaan dan sudah mencacat seluruh penerima bantuan tersebut.

Soal permintaan kubu 02 agar Megawati Soekarnoputri turut dihadirkan dalam sidang di MK, Maqdir menilai, tidak ada relevansi-nya. Pasalnya, menurut dia, Megawati tidak melakukan pelanggaran apapun dalam pilpres 2024. 

Hal ini dapat terlihat dari seluruh tindakan dan ucapan Megawati sebagai Ketua Umum Partai Politik selama proses Pilpres 2024 ini. "Tidak ada tindakan Ibu Megawati yang salah atau melanggar etika selama masa kampanye, tidak juga ada ucapan atau perbuatan dari Ibu Megawati sebagai Ketua Umum PDIP yang berlebihan atau melanggar kepatutan," tandasnya.

Sebelumnya, Otto menanggapi permintaan Tim Hukum Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar serta Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Otto menyoroti permintaan mereka terkait ingin menghadirkan sejumlah menteri dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK. 

Diketahui, kubu Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud meminta izin kepada hakim MK untuk menghadirkan sejumlah menteri pada sidang sengketa hasil Pilpres 2024 dalam sidang lanjutan di gedung MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024). 

Menteri yang mereka minta untuk hadir adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sosial Tri Rismaharini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menko PMK Muhajir Effendy.

Mendengar adanya permintaan itu, Otto pun juga meminta agar hakim MK menghadirkan Ketua Umum PDI Perjuangan atau PDIP dalam sidang berikutnya. "Kalau kami minta Ibu Megawati dipanggil, kan enggak habis-habis. Kalau mereka butuh menteri, kami juga meminta Bu Megawati dipanggil, mau enggak?" kata Otto di gedung MK, Kamis (28/3/2024).

Meski begitu, Otto memastikan pihaknya tak keberatan apabila memang hakim pada akhirnya memanggil menteri-menteri itu karena membutuhkan pertimbangan terkait putusan.

"Kalau majelis merasa perlu untuk menguatkan putusannya, majelis memanggilnya, fine-fine aja kami. Demi keadilan demi hukum kami tidak keberatan," ungkapnya.