Telusuri Pengajuan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Koltim, Pejabat BNPB Diperiksa KPK

Syamsul
Syamsul
Diperbarui 1 November 2021 11:17 WIB
Monitorindonesia.com- Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB, Jarwansyah dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kolaka Timur (Koltim), Sulawesi Tenggara tahun 2021. Dia dicecar terkait pengajuan dana rehabilitasi dan rekontruksi untuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur. Jarwansyah diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK pada Jumat (29/10/2021). “Jarwansyah (Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB), yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pengajuan dana rehabilitasi dan rekontruksi untuk wilayah Kabupaten Kolaka Timur,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (1/11/2021). KPK telah menetapkan Bupati Kolaka Timur, Andi Merya Nur dan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Timur, Anzarullah sebagai tersangka. Keduanya terjerat perkara dugaan suap terkait proyek yang berasal dari dana hibah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Penetapan tersangka terhadap Andi Merya dan Anzarullah setelah KPK melakukan gelar perkara dengan memerikaa enam orang yang diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara pada Selasa (21/9/2021). Perkara ini bermula saat Andi Merya dan Anzarullah mengajukan dana hibah rehabilitasi kepada BNPB berupa dana rehabilitasi dan rekonstruksi atau RR dan dana siap pakai atau DSP pada periode Maret hingga Agustus 2021. Pada awal September 2021, Andi Merya dan Anzarullah menyampaikan paparan terkait pengajuan dana hibah logistik dan peralatan di kantor BNPB, Jakarta. Pemkab Kolaka Timur memperoleh dana hibah BNPB yaitu hibah relokasi dan rekonstruksi senilai Rp 26,9 miliar dan hibah dana siap pakai senilai Rp 12,1 miliar. Anzarullah kemudian meminta Andi Merya agar beberapa proyek pekerjaan fisik yang bersumber dari dana hibah BNPB tersebut dilaksanakan oleh orang-orang kepercayaannya dan pihak-pihak lain yang membantu mengurus. Hal iniagar dana hibah tersebut cair ke Pemkab Kolaka Timur. Khususnya terkait paket belanja jasa konsultansi perencanaan jembatan dua unit di Kecamatan Ueesi senilai Rp 714 juta dan belanja jasa konsultansi perencaaan pembangunan 100 unit rumah di Kecamatan Uluiwoi senilai Rp175 juta akan dikerjakan oleh Anzarullah. Andi Merya Nur menyetujui permintaan Anzarullah tersebut dan sepakat akan memberikan fee kepada Andi Merya Nur sebesar 30 persen. Lantas Andi Merya memerintahkan Anzarullah untuk berkoordinasi dengan Dewa Made Ramawan selaku Kabag ULP agar bisa memproses pekerjaan perencanaan lelang konsultan dan mengunggahnya ke LPSE. Sehingga perusahaan milik Anzarullah atau grupnya dimenangkan serta ditunjuk menjadi konsultan perencana pekerjaan dua proyek tersebut.Sebagai realisasi kesepakatan, Andi Merya diduga meminta uang sebesar Rp 250 juta atas dua proyek pekerjaan yang akan didapatkan Anzarulalh tersebut. Anzarullah selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Andi Merya Nur selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.