Anak Muda Indonesia Optimistis Menatap Masa Depan Pasca-pandemi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 20 Desember 2021 15:21 WIB
Monitorindonesia.com – Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, anak muda Indonesia tetap optimistis akan masa depan  meskipun mereka tetap memerhatikan bagaimana perkembangan pandemi. Bahkan, di tengah kekhawatiran krisis ekonomi yang timbul, sebagian besar anak muda Indonesia menghargai hal-hal yang telah dilakukan pemerintah berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat, seperti kesehatan dan pendidikan, serta adanya ekosistem sosial yang mendukung wacana terbuka mengenai kewarganegaraan mereka. Gambaran di atas disarikan dari ASEAN Youth Survey yang dilakukan Redhill dakam menganalisis peran anak muda di Asia Tenggara sebagai pendorong utama perubahan ekonomi, budaya, dan sosial-politik. Studi ini mencoba untuk mengetahui bagaimana aspirasi dan kekhawatiran mereka tentang pemerintahan, ekonomi, pendidikan, perawatan kesehatan, pilihan hidup, dan aktivitas online – melalui pendapat dari hampir 3.000 orang berusia 18-35 tahun di tujuh negara ASEAN. “Dua tahun terakhir adalah waktu yang sangat menantang bagi anak muda di Indonesia, tetapi hal ini tidak mengurangi optimisme mereka untuk masa depan yang lebih baik. Meskipun ada kekhawatiran tentang pemulihan jangka panjang, namun anak muda Indonesia masih percaya bahwa mereka memiliki platform untuk membangun sesuatu, bersamaan dengan usaha mereka untuk menjalani kehidupan yang lebih baik di era new normal,” ujar Pranav Rastogi, Managing Director, Redhill melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (20/12/2021). Pemerintahan dan ekonomi Pendapat anak muda Indonesia terhadap penanganan pandemi Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah sebagian besar masih dapat berubah (tentatif). Meskipun sebagian besar responden, yaitu sebanyak 52 persen memberikan komentar positif, hal tersebut diimbangi respons sebanyak 41 persen yang masih ragu-ragu dan sebanyak 7 persen berpendapat kritis. Namun, terdapat lebih banyak optimisme menyangkut persepsi anak muda Indonesia tentang warga negara yang aktif. Hal ini terlihat dari 77 persen responden menyatakan mereka positif tentang peluang untuk kewarganegaraan yang aktif dan advokasi sosial. Meskipun masih ada sentimen positif terhadap peluang keterlibatan publik dan inklusi gender, serta kemampuan untuk terlibat secara publik dalam isu-isu ras dan minoritas – kedua hal ini masing-masing berada di persentase yang lebih rendah, yakni pada 47 persen dan 54 persen. Berkaitan dengan ekonomi, sebagian besar responden (87 persen) di seluruh negara Asia Tenggara yang disurvei menyatakan bahwa mereka khawatir dengan jaminan pekerjaan mereka. Walaupun sebagian besar dari kelompok ini (70 persen) mengungkapkan saat ini mereka memiliki cukup dana untuk berbelanja kebutuhan pokok, namun mereka tetap merasa khawatir tentang tabungan untuk masa depan. Dalam hal ini, 77 persen responden bahkan percaya bahwa untuk bisa memenuhi kebutuhan finansial mereka perlu mengambil pekerjaan lain. Kendati demikian, sebagian besar anak muda Indonesia (sebanyak 61 persen) merasa bahwa pemerintah telah menerapkan kebijakan yang memadai untuk pemulihan dan pertumbuhan pasca pandemi, sementara 30 persen lebih merasa kebijakan pemerintah masih normatif, dan 10 persen merasa khawatir. Dengan mempertimbangkan ketidakpastian pasar kerja saat ini, sebanyak 47 persen anak muda Indonesia secara tentatif optimis pada peluang peningkatan keterampilan secara lokal. Kesehatan Dalam hal layanan kesehatan, sebagian besar anak muda Indonesia yang disurvei percaya bahwa penyediaan layanan kesehatan dasar di Indonesia baik, dan sebagian besar percaya bahwa keterjangkauan dan aksesnya memadai – masing-masing sebesar 56 persen dan 58 persen, menunjukkan perbedaan yang tipis. Terlepas dari pemikiran optimistis yang hati-hati untuk memenuhi jaminan dasar, sebagian besar responden lokal (87 persen) masih memiliki komentar positif tentang kecukupan peluncuran vaksin Covid-19. Berbicara tentang hal-hal yang lebih sensitif secara budaya seperti kesehatan seksual, anak muda Indonesia terlihat agak terbuka. Hal ini terlihat dari sebagian besar responden, yakni hampir 50 persen. Keterbukaan ini juga diterjemahkan – meskipun dalam tingkat yang lebih besar – ke dalam pendapat mereka tentang pembahasan masalah kesehatan mental. Sebanyak 64 persen anak muda Indonesia lebih bersedia untuk mendiskusikannya dengan lingkaran yang mereka percaya. Pendidikan dan pilihan hidup Di seluruh wilayah, sebagian besar responden percaya bahwa memperoleh pendidikan dasar dan tinggi itu mudah – tren yang diikuti di Indonesia pada 70 persen (pendidikan dasar) dan 83 persen (pendidikan tinggi) responden lokal. Dalam hal apakah sistem pendidikan Indonesia sangat kompetitif, hampir 60 persen responden setuju. Namun, ada sentimen positif yang lebih rendah terhadap kemampuan mereka untuk menangani stres terkait pendidikan, tercermin pada sebagian besar responden (46 persen) yang tidak yakin, dibandingkan dengan 43 persen yang lebih positif. Ketika ditanya tentang pilihan hidup mereka, responden diberi daftar hal-hal yang ingin dicapai dalam hidup untuk mengukur tingkat kepentingannya. Di Indonesia, Kesehatan ada di peringkat tertinggi (94 persen), diikuti oleh keluarga dan pendidikan (keduanya 93 persen), perlindungan terhadap lingkungan (90 persen) dan pengembangan pribadi (87 persen). Dengan pandemi yang sedang berlangsung, anak muda Indonesia memilih untuk berhemat. Sebagian besar (54 persen) menyatakan bahwa mereka tidak merasa sering menghabiskan uang untuk kemewahan seperti hiburan dan liburan. Namun, mereka lebih optimis dengan rencana masa depan mereka; di mana sebagian besar (82 persen) berpendapat bahwa memiliki rumah sendiri merupakan hal yang realistis secara finansial. Namun, hal tersebut diimbangi oleh sebanyak 36 persen yang percaya bahwa membangun keluarga tidak akan menantang secara finansial, karena mayoritas (37 persen) lebih ambivalen sementara 27 persen merasa khawatir. Aktivitas online Survei juga menemukan bahwa anak muda Indonesia terhubung secara digital. Sebagian besar responden utamanya mendapat sumber berita mereka dari media sosial (83 persen), dan sebanyak 46 persen menghabiskan antara 5-10 jam sehari pada platform tersebut. Dengan ketergantungan digital ini, sebagian besar pemuda Indonesia (80 persen) percaya bahwa harus ada lebih banyak pendidikan untuk membantu masyarakat dalam menentukan keakuratan berita. Meski begitu, sebanyak 48 persen percaya bahwa peraturan negara mereka efektif dalam mengekang berita palsu dan dengan itu, sebanyak 44 persen menunjukkan kenyamanan tentang opini asli politik mereka yang dipengaruhi oleh wacana politik daring.