Komisi VI Dukung KPK Usut Korupsi di PT PLN

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 1 April 2024 21:00 WIB
Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus (Foto: Ist)
Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Yevri Sitorus (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel).

Berulang kali PT PLN terseret kasus dugaan korupsi. Hal ini yang kemudian menimbulkan tanda tanya, bagaimana pengawasan yang dijalankan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap pemeriksaan PT PLN secara berkala.  

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus, mendukung langkah KPK untuk memproses kasus tersebut sampai tuntas. 

Pasalnya, kasus posisi dalam perkara ini, melibatkan Direksi PT PLN pada tahun 2016 dalam kegiatan pengadaan tower sebanyak 9.085 set tower dengan anggaran sejumlah Rp2,2 triliun lebih.

"Tapi apapun itu ya kita percayakan KPK untuk melihat atau memproses lebih jauh donk. Karena itu juga gak berkaitan dengan direksi yang ada sekarang, itu 2016," kata Deddy saat ditemui Monitorindonesia.com di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/4/2024). 

Deddy menegaskan, bahwa komisinya di DPR bakal terus mendukung upaya KPK menangani kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2016. 

"Kalau Direksi yang sekarang ini kan diangkat tahun 2020,kalau saya gak salah, tapi intinya silakan diproses terus kita dukung KPK," ujarnya. 

Sementara itu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, mengungkapkan, kerugian negara di proyek PT PLN untuk sementara mencapai puluhan miliar rupiah. Angka tersebut masih kerugian negara dalam satu proyek yang terdeteksi PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan. 

“Sementara (kerugian negara) puluhan miliar rupiah,” ujar Ali Fikri di Jakarta, Kamis (21/3/2024)

Ali Fikri mengatakan, kerugian negara di proyek PT PLN Unit Induk Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan timbul dari nilai proyek pekerjaan penggantian komponen suku cadang guna mendukung pembuatan uap di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bukit Asam.

KPK sebenarnya sudah menetapkan tersangka dalam kasus ini, namun belum diumumkan. Informasi yang didapatkan Monitorindonesia.com bahwa mereka yang diduga sebagai tersangka dalam kasus ini adalah Bambang Anggono selaku General Manager (GM) PT PLN (Persero), Budi Widi Asmoro selaku Manajer Enjiniring PT PLN (Persero), dan Nehemia Indrajaya selaku Direktur PT Truba Engineering Indonesia.

Kabarnya juga mereka telah dicegah bepergian ke luar negeri.

Atas kasus ini, pihak PT PLN mengaku akan menghormati proses hukum yang berjalan di KPK.

Sementara di Kejaksaan Agung (Kejagung) adalah soal kasus dugaan korupsi pengadaan menara transmisi (tower) tahun 2016 pada PT PLN (Persero). Pengusutan kasus tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) nomor: Print-39/F.2/Fd.2/07/2022 tanggal 14 Juli 2022.

Sampai dengan saat ini, Kejagung belum juga menetapkan tersangka dalam kasus ini.

Dalam proses pengadaan tower transmisi PT PLN (Persero) yang melibatkan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (ASPATINDO) serta 14 penyedia pengadaan tower itu, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara.

Awalnya Kejagung menyelidiki pengadaan tower transmisi PLN tersebut. Hasilnya, penyelidik menemukan peristiwa pidana atas pengadaan tower itu.

Adapun indikasi perbuatan pidana korupsi dalam pengadaan tower transmisi PLN ini, yakni dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower. 

Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat.

Selanjutnya, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari ASPATINDO sehingga memengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka, karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua ASPATINDO.

PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam ASPATINDO telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%.