MA Larang Hakim Tetapkan Perkawinan Beda Agama

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 19 Juli 2023 14:32 WIB
Jakarta, MI - Mahkamah Agung (MA) melarang hakim pada pengadilan untuk mengabulkan permohonan penetapan perkawinan beda agama sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Petunjuk Bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Beragama yang Berbeda Agama dan Kepercayaan. Dikutip Monitorindonesia.com, Rabu (19/7), dalam SEMA Nomor 2 Tahun 2023 dijelaskan bahwa untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antar umat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut: 1. Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umar beragama yang berbeda agama dan kepercayaan. SEMA Nomor 2 Tahun 2023 ini menjadi petunjuk bagi hakim yang mengadili permohonan penetapan pencatatan perkawinan beda agama dan memberikan jawaban atas kegelisahan masyarakat. SEMA Nomor 2 Tahun 2023 juga diterbitkan setelah ada desakan dari banyak kalangan yang menyoroti sering dikabulkannya permohonan penetapan kawin beda agama oleh Pengadilan Negeri (PN). Penetapan hakim pengadilan itu dianggap mereduksi hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia, walaupun dalam pertimbangannya hakim dalam memutuskan perkara itu menggunakan dasar hukum yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Kendati demikian, perlu diketahui juga bahwa perkawinan beda agama bukan hal yang melanggar hukum di Indonesia, namun memperjuangkan pengesahannya melalui putusan pengadilan merupakan hal yang masih jarang diupayakan masyarakat. Hukum Indonesia tidak secara spesifik melarang pernikahan beda agama, namun Undang-Undang Perkawinan membuat ketentuan nikah beda agama menjadi multi-tafsir dan kental dengan bias ideologi keagamaan. Pada bulan April silam, Pengadilan Negeri Surabaya mengabulkan permohonan pasangan pria Muslim dan perempuan Kristen untuk secara hukum mengakui pernikahan mereka. Pasangan beda agama itu adalah RA dan EDS yang diketahui telah melangsungkan pernikahan mereka menurut agama masing-masing di Surabaya, Jawa Timur. Setelah melakukan perkawinan secara Islam (agama yang dianut oleh RA), pasangan itu kemudian melakukan pemberkatan pernikahan secara Kristen sesuai agama EDS di hari yang sama. Sebagai bagian dari administrasi, mereka melakukan pencatatan pernikahan beda agama mereka di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) setempat. Tapi permohonan mereka ditolak. Keduanya akhirnya mengajukan permohonan ke PN Surabaya dan pada akhir April silam, PN Surabaya mengabulkan permohonan pernikahan beda agama tersebut dan memerintahkan Dinas Dukcapil untuk melakukan pencatatan perkawinan ke dalam register pencatatan perkawinan. Kepala Dinas Dukcapil Surabaya, Agus Imam Sonhaji, berkata bahwa pihaknya telah mengeluarkan akta pernikahan pada 9 Juni silam. Tak hanya di PN Surabaya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga mengabulkan permohonan perkawinan pasangan beda agama. Permohonan itu disampaikan JEA (mempelai laki-laki) beragama Kristen dan SW (mempelai perempuan) beragama Islam. Selain berdasarkan UU Adminduk, hakim juga mendasarkan putusannya pada alasan sosiologis yaitu keberagaman masyarakat. Menurut Hakim Bintang AI, putusan ini sesuai dengan Pasal 35 huruf a UU 232006 tentang Adminduk dan Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 1400 K/PDT/1986 yang mengabulkan permohonan kasasi tentang izin perkawinan beda agama. Putusan ini bukan hanya satu-satunya, di mana pernikahan beda agama dikabulkan pengadilan tingkat pertama. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Surabaya, Yogyakarta, Tangerang, dan Jakarta Selatan pernah memberikan putusan serupa. (La Aswan) #Perkawinan Beda Agama#Pernikahan#Perkawinan Beda Agama