DPR Sebut OTT Kabasarnas Sah Demi Hukum

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 29 Juli 2023 01:00 WIB
Jakarta, MI - Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menilai operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Marsekal Madya Henri Alfiandi sah demi hukum. Namun untuk penetapan status tersangka, itu kewenangan TNI sesuai Undang-Undang Militer. "Kalau ketangkap tangan murni atau OTT murni dalam sebuah proses ya tidak apa-apa, tapi selanjutnya diserahkan kepada Polisi Militer (POM). Tapi kalau misalnya proses OTT itu  ada sebuah perencanaan yang lama, sebaiknya dalam proses itu juga melibatkan pihak POM TNI. Kemudian pengembangan siapa yang terlibat sebaiknya juga diproses POM TNI," kata TB Hasanuddin kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (29/7). Pengadilan di Indonesia itu ada empat, yaitu Pengadilan Umum, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Pengadilan Agama. Menurut TB Hasanuddin, bahwa Pengadilan Militer tidak bisa mengadili sipil, begitupun Pengadilan Umum juga tidak bisa mengadili militer. Dalam kasus KPK yang kemudian menangkap tangan seorang pamen TNI AU yang menjabat di Basarnas itu, jika proses menangkap tangan itu secara tiba-tiba atau ketangkap tangan atau pun ketangkap basah, menurut TB Hasanuddin, tidak ada masalah. "Untuk proses selanjutnya segera diserahkan kepada Polisi Militer (POM) TNI. Tapi kalau proses OTT itu, ada perencanaan dan persiapan, maka dalam proses perencanaan OTT itu sebaiknya dikoordinasikan juga dengan TNI. Kalau nanti setelah ada tersangka untuk kelanjutan proses hukumnya itu ada koneksitas setelah sipilnya juga ditangkap," jelas politisi PDI Perjuangan itu. Pihak POM TNI sebelumnya memprotes langkah KPK sebab menyalahi aturan dengan menetapkan Henri sebagai tersangka. [caption id="attachment_556841" align="alignnone" width="696"] Infografis kode "dana komando" suap Kabasarnas, Henri Alfiandi.(Foto: MI/La Aswan)[/caption] Henri bukan pihak yang tertangkap tangan tapi dia dijerat berdasarkan pengembangan perkara dalam operasi tangkap tangan (OTT) anak buahnya, yakni Letnan Kolonel Arif Budi Cahyanto, menjabat Koordinator Staf Administrasi (Koorsmin) Kepala Basarnas. TB Hasanuddin menegaskan, bahwa tindakan KPK yang menangkap Lekol Arif Budi itu dibenarkan oleh aturan. Namun untuk hasil penyidikan maupun pengembangan penyidikan, karena yang disidik adalah prajurit TNI, TNI pula yang harus menetapkan statusnya. TNI Proses Hukum Kabasarnas Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI Marsekal Muda Agung Handoko mengatakan pihaknya tetap bisa memproses hukum Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi meski akan memasuki masa pensiun. Agung menyebutkan pemrosesan bisa dilakukan kepada Jenderal bintang tiga itu, karena kasus dugaan suap yang menjerat Henri terjadi saat ia menjabat sebagai prajurit TNI aktif. "Marsdya HA memang sudah memasuki masa pensiun, tapi tindak pidana tersebut terjadi pada saat beliau masih aktif. Jadi kita lihat tempus delicti, waktu kejadian, jadi tetap berdasarkan tempus delicti yang menangani adalah polisi militer," kata Agung di Mabes TNI, Jakarta Timur, Jumat (28/7). Ia menyampaikan Puspom baru menerima laporan resmi dari KPK soal kasus korupsi di lingkungan Basarnas, pada Jumat siang tadi. Dari laporan tersebut, pihaknya baru bisa memulai proses hukum terhadap Henri dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto yang juga ditetapkan KPK sebagai tersangka. "Nanti kita kembangkan, nanti kita akan koordinasi dengan KPK bukti-bukti apa yang sudah didapat," ungkapnya. Dalam kesempatan itu, ia juga mengatakan penetapan tersangka dua prajurit aktif TNI oleh KPK sebelumnya telah menyalahi aturan. Agung menjelaskan anggota TNI tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UU Peradilan Militer. Sebagai sesama aparat penegak hukum, ia berharap KPK saling menghormati aturan masing-masing lembaga. "Jadi pada intinya, kita saling menghormati. Kita punya aturan masing masing. TNI punya aturan, dari pihak KPK, baik itu hukum umum, punya aturan juga. Kami aparat TNI tidak bisa menetapkan orang sipil sebagai tersangka, begitu juga harapan kami, pihak KPK juga demikian," ucapnya. Marsdya Henri Alfiandi dan Letkol Adm Afri Budi Cahyanto ditetapkan sebagai tersangka suap oleh KPK dalam kasus pengadaan peralatan pendeteksi korban reruntuhan Tahun Anggaran 2023 di Basarnas. Selain itu, ada tiga orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yaitu Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil. Henri bersama dan melalui Afri Budi diduga menerima suap dari beberapa proyek di Basarnas tahun 2021 hingga 2023 sejumlah sekitar Rp88,3 miliar dari berbagai vendor pemenang proyek. KPK menyerahkan proses hukum Henri dan Afri Budi selaku prajurit TNI kepada Puspom Mabes TNI. Hal itu sesuai ketentuan Pasal 42 UU KPK jo Pasal 89 KUHAP. (Wan) #OTT Kabasarnas