Hemm!! Bekas Dirjen IKFT Kemenperin Muhammad Khayam Nyaris Setahun Tersangka Baru Mau Diadili

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 15 Oktober 2023 03:25 WIB
Jakarta, MI - Nyaris satu tahun menjadi tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas impor garam industri periode 2016-2020, bekas Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) pada Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Muhammad Khayam baru mau diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Padahal, Muhammad Khayam ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (2/11/2022) lalu. Muhammad Khayan sebelumnya sempat dihadirkan di ruang persidangan pada Pengadilan Tipikor Jakarta pada Rabu (30/8/23), tetapi bukan untuk diadili, melainkan sebagai saksi mahkota. Kini Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan berkas perkaranya sudah lengkap atau P21. Selanjutnya, tim penuntut umum akan menyusun dakwaan dan melimpahkan perkara ini ke meja hijau. [caption id="attachment_572245" align="alignnone" width="704"] Tim Jampidsus Kejagung RI melimpahkan tersangka berinisial Muhammad Khayam dan barang bukti (Tahap II) kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU).[/caption] "Minggu kemarin berkas perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap, sehingga pada hari ini sudah kita lakukan pelimpahan ke jaksa penuntut umum dilimpahkan ke persidangan," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung, Kutadi dalam konferensi pers Jum'at (13/10) malam. Selain Muhammad Khayam, Kejagung juga menetapkan tersangka lainnya yakni Fridy Juwono (FJ) selaku Direktur Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Yosi Afrianto (YA) selaku Kepala Sub Direktorat Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, dan Sanny Tan (ST) selaku Direktur PT Sumatraco Langgeng Abadi dilimpahkan dan ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung. Lalu, Yoni (YN) Direktur Utama (Dirut) PT Sumatraco Langgeng Makmur dan F Tony Tanduk (FTT) yang berposisi sebagai Ketua Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI). Kasus Posisi Dalam rangka memenuhi kebutuhan garam industri di dalam negeri, Kementerian Perindustrian menghitung kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri berdasarkan surat pengajuan dari Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia dan laporan verifikasi lembaga terkait. Kemudian, Kementerian Perindustrian RI memberikan rekomendasi kepada perusahaan swasta/importir. Untuk diketahui, importasi garam untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan industri tidak dikenakan bea masuk. Sedangkan, yang dikenakan bea masuk hanya impor garam konsumsi. Bahwa salah satu perusahaan swasta/importir yaitu PT SLM mengajukan rencana kebutuhan garam industri yakni pengajuan tahun 2018 untuk tahun 2019 sebanyak 237,325 ton, pengajuan tahun 2019 untuk tahun 2020 sebanyak 231,745 ton, pengajuan tahun 2020 untuk tahun 2021 sebanyak 120,979 ton dan pengajuan tahun 2021 untuk tahun 2022 sebanyak 116,906 ton. Hasil verifikasi Sucofindo terhadap rencana kebutuhan PT SLM diupload ke dalam Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) untuk dilakukan evaluasi oleh Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian RI sesuai Pasal 20 Ayat (2) Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 34 Tahun 2018. Namun, Muhammad Khayam tidak melaksanakan tugas dan fungsinya untuk melakukan evaluasi terhadap hasil verifikasi tersebut. Kemudian, PT SLM diduga kuat melakukan penyuapan melalui Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) kepada pihak Tersangka MK dari Kementerian Perindustrian untuk menyetujui rencana kebutuhan dan rekomendasi impor garam PT SLM. Bahwa PT SLM tidak sepenuhnya mendistribusikan garam impor sesuai dengan rencana kebutuhan awal, justru garam tersebut dijual sebagai garam konsumsi dan juga mengalihkan kepada industri yang seharusnya menggunakan garam lokal. Hal itu menyebabkan banyak garam lokal tidak terserap. Akibat perbuatan tersebut di atas, menyebabkan kerugian negara Rp7.623.112.161. Tindakan tersebut juga merugikan perekonomian negara atau kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp 89,63 miliar yang merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp5,31 triliun. Kerugian negara tersebut sesuai dengan Laporan Analisis Perekonomian Negara yang dilakukan oleh Rimawan Pradiptyo, Muhammad Ryan Sanjaya (Dep. Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada), Latif Sahubawa (Departemen Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada), dan Tri Raharjo (Badan Pusat Statistik) pada tanggal 23 Februari 2023. Perbuatan para Tersangka disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (An)