Jelang COP 28, Harga Batu Bara dan CPO Menguat

Rendy Bimantara
Rendy Bimantara
Diperbarui 1 Desember 2023 09:24 WIB
Ilustrasi CPO (Foto: Reuters)
Ilustrasi CPO (Foto: Reuters)

Jakarta, MI - Harga komoditas batu bara naik menjelang pertemuan COP28. Sementara itu, harga CPO ikut naik ketika ekspor Malaysia November 2023 melebihi perkiraan.

Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara ICE Newcastle untuk kontrak bulan Januari 2024 pada perdagangan Kamis (30/11) menguat 4,38% atau 5,60 poin ke level US$133,500 per metrik ton.

Adapun, kontrak untuk Desember 2023 juga menguat 3,36% atau 4,30 poin ke level US$132,15 per metrik ton. Mengutip Reuters, Jumat (1/12), peningkatan harga batu bara beringan dengan ekspansi di India.Negara para dewa itu mencapai rekor baru produksi listrik dari batu bara per Oktober 2023. Peningkatan produksi listrik dari batu bara itu seiring turunnya daya dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Penurunan debet air itu setelah hujan turun lebih rendah dari biasanya.

Perdana Menteri India Narendra Modi pada Kamis (30/11) sebelum berangkat ke COP28, menuturkan negara-negara dengan perekonomian berkembang membutuhkan pendanaan iklim, bantuan teknologi, dan hak untuk mengejar pembangunan.

Adapun pada COP28, negara-negara terbagi dalam keputusan untuk  mengutamakan pengurangan batu bara, minyak, dan gas, atau meningkatkan teknologi untuk mengurangi dampak iklim dari bahan bakar fosil. China juga telah  menonaktifkan 70,45 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga batu bara dalam satu dekade terakhir, dan membangun kapasitas energi terbarukan yang jauh lebih besar dibandingkan negara lain.

Pada Februari 2024, harga crude palm oil (CPO), juga dikenal sebagai minyak kelapa sawit, di bursa derivatif Malaysia naik 23 poin menjadi 3,895 ringgit per metrik ton. Pada Desember 2023, harganya naik 21 poin lagi menjadi 3,755 ringgit per metrik ton.

Harga minyak sawit berjangka Malaysia naik pada hari Kamis (30/11), didukung oleh volume ekspor November 2023 yang melebihi perkiraan, meskipun sedikit pesanan baru dari importir menahan harga.

“Meningkatnya margin dan paritas impor di negara-negara pembeli utama seperti China dan India yang sedang melakukan restocking, serta menguatnya konsumsi domestik selama 10 hari terakhir ini, telah mendorong permintaan kelapa sawit untuk bulan November yang lebih baik daripada yang diperkirakan sebelumnya,” jelas direktur dari konsultan komoditas berbasis di Singapura, Apricus 8 Pte Ltd, Marcello Cultrera.

Pada Kamis (30/11) Intertek Testing Services dan AmSpec Agri Malaysia menunjukkan bahwa Ekspor produk minyak sawit Malaysia pada bulan November 2023 meningkat antara 2%-11% dari bulan sebelumnya. 

Kepala riset di Sunvin Group, sebuah broker minyak nabati berbasis di Mumbai, Anilkumar Bagani, menuturkan bahwa kenaikan bea keluar dan pungutan ekspor minyak sawit dari produsen utama Indonesia juga membantu mendukung pasar.  Namun, menurutnya, kurangnya pembelian baru dari tujuan-tujuan utama terjadi karena tingginya stok dan melemahnya permintaan membebani harga.  Minyak kelapa sawit dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak terkait karena mereka bersaing untuk mendapatkan bagian di pasar minyak nabati global. (Ran)