Menteri Bahlil Patok Fee hingga Kelola Tambang Ilegal! 800 Perusahaan Ajukan Keberatan IUP

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 3 Maret 2024 23:00 WIB
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia (Foto: Antara)
Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia (Foto: Antara)

BISNIS tambang bukanlah hal baru bagi Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia. Kendati, baru-baru ini Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) dalam akun resminya mengungkapkan jika Bahlil diduga terlibat dalam bisnis tambang di beberapa wilayah Tanah Air.

Bahlil juga diduga melakukan penarikan fee Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dia disebut-sebut juga mencabut ribuan IUP dan kemudian mematok fee hingga miliaran rupiah jika ada ingin memperbaruinya.

Adapun bisnis tambang yang melibatkan Bahlil Lahadalia, sejak 2010 bernama PT Rifa Finance dan merupakan induk dari 10 perusahaan.

PT Rifa Finance memiliki anak usaha antara lain, PT Ganda Nusantara; PT MAP Surveillance; PT Pandu Selaras; PT Cendrawasih dan PT Mapsource Mining.

Perusahaan itu bergerak di bidang seperti Perkebunan; Properti; Logistik; Pertambangan; dan Konstruksi.

Namun yang membuat Jatam heran adalah beberapa perusahaan dari Bahlil tersebut tidak tercantum di situs Ditjen AHU Kemenkumham RI.

Perusahaan Bahlil yang terlibat bisnis tambang adalah PT Meta Mineral Pradana, di mana perusahaan ini memiliki dua izin tambang dengan luas konsesi masing-masing 470 hektar dan 165.50 hektar di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Adapun pemegang saham perusahaan ini, antara lain PT Rifa Capital sebesar 10 persen dan PT Bersama Papua Unggul sebesar 90 persen.

Kedua perusahaan ini milik Bahlil, di mana komposisi pengurus PT Meta Mineral Pradana, antara lain Tresse Kainama sebagai Direktur dan Ir Made Suryadana sebagai Komisaris.

https://monitorindonesia.com/storage/news/image/98e03a35-c0ba-4ef7-8e63-2014f69139eb.jpg

Sedangkan PT Bersama Papua Unggul bergerak di bidang Konstruksi; Perdagangan; Instalasi listrik; Telekomunikasi; dan Mekanikal.

Bahlil sendiri mengusai saham sebesar 450 lembar di perusahaan ini dan 50 lembar dipegang oleh Tresse Kainama. Pada perusahaan ini Tresse Kainama tercatat sebagai Direktur dan Ir Made Suryadana sebagai Komisaris.

PT Rifa Capital dikabarkan telah mengeksplorasi 39 ribu hektare lahan tambang batubara di Fak-Fak, Papua Barat, dan 11 ribu hektare lahan nikel di Halmahera.

Jatam mengatakan jika PT Bersama Papua Unggul dikabarkan sering memenangkan lelang proyek Pembangunan Jalan Bofuer – Windesi (MYC) bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Perusahaan lain yang dimiliki Bahlil adalah PT Dwijati Sukses, perusahaan yang sering terlihat di situs-situs lelang proyek pemerintah, di mana besar kemungkinan perusahaan ini bergerak di bidang konstruksi atau properti.

Kutip Fee!

Bahlil disebut menggunakan jaringan HMI dalam menjalankan bisnis tambangnya. “Yang saya dapatkan informasinya dari lingkaran BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) dan pengusaha, dia (Bahlil) terlibat (permainan tambang) lewat orangnya. Dia (Bahlil) pakai geng HMI, jaringan HMI,” klaim Erwan Hermawan dalam podcast Bocor Alus Politik Tempo seperti dilihat Monitorindonesia.com, Minggu (3/3) 

Geng atau orang HMI yang dimaksud bernama Setyo Mardanus.

“Dan informasi yang saya peroleh dari pengusaha tambang, dia juga main di Mandiodo (kawasan tambang nikel di Kabupaten Konawe Utara, Sultra) yaitu blok tambang yang dikuasai oleh antam, yang dulu (berkasus) dan sudah ada tersangkanya,” ungkapnya.

Dalam podcast itu, Bahlil disebut mencabut ribuan izin tambang dan diduga mengutip fee Rp 5 miliar-Rp 25 miliar agar izin itu hidup kembali.

Berapa IUP yang Dicabut?

Diketahui, bahwa Bahlil pada beberapa waktu silam sempat menyebutkan bahwa ada sebanyak sekitar 600 sampai 800 perusahaan pertambangan yang mengajukan keberatan atas pencabutan IUP.

Memang sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Investasi gencar melakukan pencabutan IUP baik batu bara dan mineral, lantaran dianggap tidak memenuhi ketentuan peraturan. Terdapat sebanyak 2.078 IUP yang sudah dicabut oleh Kementerian Investasi. 

"Ada sekitar 600 sampai 800 mengajukan keberatan, dan keberatan itu sedang kami cek verifikasi kebenarannya. Kalau memang keberatan tersebut kami yang lalai, kita harus kembalikan atas nama keadilan," kata Bahlil dalam Rapat Dengar Pendapat (PRD) bersama Komisi VI DPR, Kamis (8/9/2022).

Atas keberatan itu, sejatinya beberapa waktu yang lalu, Kementerian Investasi sudah memulihkan sebanyak 80 IUP. Hal itu kata Bahlil dinilai layak dipulihkan tambangnya karena memang perusahaan tersebut sudah mematuhi peraturan. 

"Kalau yang belum itu mungkin antara dua, masuk ke dalam tahap kedua pemulihan atau tidak memenuhi syarat dan kami tidak pernah pilih kasih, jadi jangan sampai ada kesan punya a dan b, mantan perusahaan saya sudah saya cabut, saya tidak pandang bulu," demikina Bahlil saat itu.

Siapa Korbannya?

Terkait keputusan yang dilakukan Bahlil itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan batubara yang tergabung dalam APBI tidak menjadi salah satu korban dari pencabutan izin tersebut.

“Kalau dari asosiasi, kita anggotanya gak semuanya (perusahaan batu bara). Karena kalau anggota kami itu kurang lebih 90-an ya, hampir seratus itu terdiri dari perusahaan batubara pemegang izin,” kata Hendra kepada wartawan, Minggu (3/3).

Dengan total para anggota APBI yang hampir mencapai 100 itu, jelas dia, tercatat anggota berhasil berkontribusi lebih dari 70% terhadap produksi batubara nasional. Dia pun menyatakan bahwa isu cabut IUP sudah dari tahun 2022 lalu.

“Kedua, sebenarnya ini kan isunya (pencabutan IUP) sudah dari tahun 2022. Namun, sampai saat ini sih belum anggota ada yang menyampaikan permasalah terkait pencabutan ini,” jelasnya.

Menurut Hendra, bahwa jika ada anggota yang bermasalah terhadap izin dan ingin meminta bantuan asosiasi untuk konsolidasi ke kementerian terkait, maka seharusnya sudah ada pengaduan. Namun karena tidak ada aduan, APBI menyimpulkan bahwa tidak ada anggota yang dicabut IUP-nya. 

“Mungkin memang dicabut mereka karena ada yang tidak dipenuhi persyaratannya segala macam, tapi itu lebih wewenangnya pemerintah,” lanjutnya. 

Sampai saat ini lebih dari 800 perusahaan batubara yang aktif mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) dan lebih dari seribu perusahaan yang mengajukan IUP.

“Kalau gak salah yang masih aktif mengajukan RKB itu lebih dari 800. Kemudian pengajuan izin itu lebih dari seribu, jadi banyak banget yang mengajukan izin,” bebernya.

Hendra juga menyebut asosiasinya cukup selektif dalam merekrut anggota. Ini dilakukan agar perusahaan-perusahaan yang tergabung adalah perusahaan yang memang sudah terjamin track recordnya dan juga sudah mendapatkan izin lengkap. 

“Kita mensyaratkan perusahaan-perusahaan yang ingin bergabung mematuhi ketentuan dan harus direkomendasikan oleh beberapa perusahaan yang sebelumnya telah menjadi anggota kita. Paling nggak kita tau track recordnya,” jelasnya. 

Meski begitu, APBI ungkapnya tidak membatasi skala dari para perusahaan batu bara yang ingin bergabung. “Nggak ada, kalau skala kita bebaskan, karena masih ada yang eksplorasi, ada yang produksi, ada yang produksinya 1 juta ton pertahun atau ada juga yang sudah 60 juta ton per tahun".

"Itu bebas, karena nanti kan ada iurannya juga tergantung pada skala produksi masing-masing,” imbuhnya.

Monitorindonesia.com, Minggu (3/3) malam, telah mengonfirmasi Menteri Investasi Bahlil atas tudingan Jatam itu. Namun hingga berita ini diterbitkan belum juga memberikan respons.