"Mati Suri" Izin Usaha Pertambangan, Siapa Tersandera?

Tim Redaksi
Tim Redaksi
Diperbarui 4 Maret 2024 01:45 WIB
Ilustrasi - Tambang (Foto: MI/Net/Ist)
Ilustrasi - Tambang (Foto: MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Izin Usaha Pertambangan (IUP) mati suri? Habis dicabut, dihidupkan kembali. Pasalnya, melalui Keppres No.1 tahun 2022 tentang Penataan Penggunaan Lahan Dan Penataan Investasi, telah memberi kewenangan Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia untuk mencabut dan menghidupkan IUP perusahaan tambang.

Diteken lagi dengan Keppres No.11 pada Mei 2021, bahwa Bahlil sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.

Sementara Menteri ESDM, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) ditunjuk sebagai Wakil Ketua Satgas tersebut.

Satgas Percepatan Investasi ini telah mencabut 2.065 IUP atau 98,4 persen dari 2.078 IUP. Total areal yang dicabut seluas 3.107.708,3 hektare (ha). 

Breakdown dari izin-izin tersebut adalah batubara sebanyak 306 IUP atau 909.413,5 ha, timah 307 IUP atau 445.352,8 ha, nikel 106 IUP atau 182.094,9 ha, emas 71 IUP atau 544. 728,9 ha, bauksit 54 IUP atau 356.328,1 ha, tembaga 18 IUP atau 70. 633 ha, dan mineral lainnya 1. 203 IUP atau 599.126,2 ha.

Adapun Dasar hukum pencabutan perizinan pertambangan yang tidak berkegiatan telah diatur dalam pasal 119 UU Nomor 3 2020. 

Adapun izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dicabut oleh menteri jika perusahaan melanggar ketentuan sebagai berikut;

a. pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUP serta ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

c. pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit.

Kemudian dasar hukum yang kedua yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 pasal 185. Dalam aturan tersebut, sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat yakni berupa.

a. peringatan tertulis

b. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan, eksplorasi atau operasi produksi

c. pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk penjualan.

Sementara berdasarkan Keputusan Presiden nomor 1 tahun 2022 dalam pasal 3 poin b memberikan rekomendasi kepada Kementerian Investasi atau kepala BKPM untuk melakukan pencabutan izin usaha pertambangan.

Sementara, jika merunut kembali pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batu bara. 

Maka suatu regulasi sub sektor mineral dan batu bara memberikan kepastian hukum, kemudahan berusaha dan investasi, dan pengutamaan kepentingan nasional, menurut PP Nomor 96 Tahun 2021 Tentang Pertambangan.

Adapun alasan IUP produksi yang belum melakukan kegiatan produksi karena adanya beberapa faktor. Antara lain seperti terkendala pengajuan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dikarenakan tidak adanya kuota IPPKH.

Kemudian sedang melakukan kegiatan eksplorasi, sudah memiliki perjanjian kerja sama jaminan suplai untuk pabrik nikel olahan.  Lalu, terkendala perizinan pelabuhan, terkendala pembebasan lahan dengan masyarakat pemilik lahan, dan kelengkapan dokumen RKAB.

Alasan Cabut IUP

Bahlil mengungkapkan alasannya mencabut ribuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) karena tak beres dan sesuai peruntukkan. Salah satunya ada yang memanfaatkan dokumen IUP untuk bertransaksi di pasar modal. Tapi sayangnya hasil transaksi tersebut tidak digunakan untuk melakukan usaha kegiatan pertambangan.

Dalam hal ini tidak sesuai dengan izin yang diberikan.

"Izin-izin ini mereka pakai untuk main di saham tapi tak dipakai uangnya untuk membangun," ungkap Bahlil dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2022 secara virtual, Kamis (21/4/2022).

Menurut dia langkah ini penting agar sejumlah dokumen IUP yang diberikan pemerintah benar-benar dilakukan sesuai dengan izin pemerintah, bukan  untuk hal lain.

"Ini langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah dalam rangka penataan karena sebagian izin ini digadaikan di bank. Kedua, izin-izin ini dipakai untuk dijual kembali".

"Ketiga, izin-izin ini mereka pakai untuk main di saham tapi tak dipakai uangnya untuk membangun. Keempat izin-izin banyak yang mangkrak tapi nggak jelas yang punya siapa," jelas Bahlil.

Pihaknya juga sudah mencabut izin pemanfaatan lahan seluas 300 ribu hektar yang mengantongi dokumen Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Izin yang dicabut itu berasal dari 15 perusahaan berbeda. Namun lagi-lagi izin tersebut tidak memanfaatkan dokumen dengan sesuai.

Dihidupkan Lagi

Setelah dievaluasi, ada beberapa pencabutan IUP yang dipulihkan kembali. Dari 700 IUP yang menyampaikan keberatan, Bahlil membagi proses evaluasinya ke dalam tiga tahap. Pada tahap pertama ada 83-90 IUP yang sudah dipulihkan.

"Kedua saya laporkan perkembangan evaluasi pencabutan izin dari IUP 2.078 izin, tahap pertama sudah kita pulihkan yang lakukan keberatan ada 700 perusahaan sudah kita lakukan proses di Satgas".

"Di mana 213 perusahaan awal kita melakukan pengecekan keberatan yang lolos di awal 83-90 izin dan sudah dipulihkan tahap pertama," ungkap Bahlil dalam konferensi pers di kantornya bilangan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (26/9/2022) lalu

Berlanjut ke tahap kedua, ada sekitar 219 izin yang diproses evaluasinya. Bahlil bilang, sejauh ini sudah 115 IUP yang nampaknya memenuhi syarat pemulihan. Namun, pemulihan izinnya masih diproses.

"Yang penuhi syarat pemulihan ada 115 izin. Ini lebih banyak galian C, ini adalah pengusaha UMKM di daerah, kemudian urukan, kemudian batu-batu ciping," jelas Bahlil.

Sisanya ada sekitar 300 IUP lainnya dilakukan pada tahap evaluasi ketiga.

Di lain sisi, Bahlil menampik kabar bahwa pengurusan pemulihan izin oleh pemerintah bisa 'dilobi-lobi'.  Namun dia menjamin pihaknya akan sangat fair dalam melakukan pemulihan izin. Dia mengimbau pengusaha lebih baik langsung datang ke kantornya apabila ingin melakukan pemulihan izin.

"Tidak ada gerakan tambahan dari tim. Jangan dengar ada orang lain mengatakan nanti bisa diurus, cara a, cara b. Jangan percaya pengusaha. Silakan datang ke Satgas. Kalau benar mereka punya akan dikembalikan".

"Kalau memang nggak benar ya saya yakinkan nggak akan bisa. Kami akan sangat fair di satgas ini," tegas Bahlil menambahkan.

Terkait penghidupan IUP, baru-baru ini menjadi sorotan Jaringan Adavokasi Tambang (Jatam) dan juga dalam sorotan di media sosial, bahwa Bahlil diduga mencabut ribuan IUP dengan mematok fee hingga miliaran rupiah bagi yang ingin memperbaharuinya. 

Ditambah lagi dengan pernyataan Jurnalis Tempo Erwan Hermawan bahwa Bahlil diduga meminta saham dari perusahaan tambang yang dicabut itu.

"Kuat dugaan kewenangan ini disalahgunakan Bahlil untuk menekan perusahaan tambang soal status IUP dengan imbalan saham perusahaan,"  katanya.

Investigasi yang dilakukan bersama Greenpeace Indonesia menyebut dari 45 IUP yang dicabut, "Sekitar 40 IUP dihidupkan kembali," ujarnya.

Menurut pengakuan pemilik IUP yang disandera, "Bahlil minta saham mulai jika ingin IUP kembali dihidupkan. Proses seleksi menghidupkan kembali IUP yang sudah dicabut diduga menjadi celah Bahlil minta saham," ungkap Erwan.

Menurut pengakuan pengusaha tambang Bahlil meminta saham sekitar 20-30 persen. Ada juga yang mengaku minta 70 persen kepemilikan saham.

Sorotan Jatam

Klaim Jatam, bahwa Bahlil memiliki sejumlah bisnis tambang yang ada di Seluruh Indonesia. Bahlil sendiri mendirikan perusahaannya pada 2010 lalu yang bernama PT Rifa Finance dan merupakan induk dari 10 perusahaan.

Adapun anak perusahaan dari PT Rifa Finance antara lain PT Ganda Nusantara, PT MAP Surveillance dan PT Pandu Selaras. Ada pula PT Cendrawasih, dan PT Mapsource Mining.

Menurut Jatam, perusahaan Bahlil tersebut bergerak di bidang perkebunan, properti, logistik, pertambangan dan konstruksi. Akan tetapi Jatam juga menyebutkan bahwa beberapa perusahaan dari Bahlil tersebut tidak tercantum di situs Ditjen AHU Kemenkumham RI.

Sedangkan dalam bisnis tambang, perusahaan Bahlil yang terlibat adalah PT Meta Mineral Pradana, di mana perusahaan ini memiliki dua izin tambang dengan luas konsesi masing-masing 470 hektar dan 165.50 hektar di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara.

Adapun pemegang saham perusahaan ini, antara lain PT Rifa Capital sebesar 10 persen dan PT Bersama Papua Unggul sebesar 90 persen. Kedua perusahaan ini milik Bahlil, di mana komposisi pengurus PT Meta Mineral Pradana, antara lain Tresse Kainama sebagai Direktur dan Ir Made Suryadana sebagai Komisaris.

Teruntuk PT Bersama Papua Unggul, bergerak di bidang konstruksi, perdagangan, instalasi listrik, telekomunikasi dan mekanikal.

Saham yang Dikuasai

Menurut Jatam Bahlil mengusai saham sebesar 450 lembar di perusahaan ini dan 50 lembar dipegang oleh Tresse Kainama. Pada perusahaan ini Tresse Kainama tercatat sebagai Direktur dan Ir Made Suryadana sebagai Komisaris.

Adapun PT Rifa Capital dikabarkan telah mengeksplorasi 39 ribu hektare lahan tambang batubara di Fak-Fak, Papua Barat, dan 11 ribu hektare lahan nikel di Halmahera.

Jatam juga mengatakan jika PT Bersama Papua Unggul dikabarkan sering memenangkan lelang proyek Pembangunan Jalan Bofuer – Windesi (MYC) bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Perusahaan lain yang dimiliki Bahlil adalah PT Dwijati Sukses, perusahaan yang sering terlihat di situs-situs lelang proyek pemerintah, di mana besar kemungkinan perusahaan ini bergerak di bidang konstruksi atau properti.

Monitorindonesia.com telah mengonfirmasi hal itu kepada Menteri Investasi Bahlil, namun belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.

Note: Informasi ini menciptakan gambaran komprehensif tentang eksistensi dan aktivitas bisnis Bahlil, yang membutuhkan pemahaman lebih dalam untuk menilai implikasinya secara menyeluruh.