YFAS Gelar Workshop "Penyelundupan Hukum Bidang Ketenagakerjaan dalam Hubungan Kemitraan"

Albani Wijaya
Albani Wijaya
Diperbarui 16 Mei 2024 16:38 WIB
Yayasan Forum Adil Sejahtera 90 (YFAS) melaksanakan Workshop di Vasaka Hotel Jakarta Timur, Kamis (16/5/2024) (Foto: Dok MI/Nuramin)
Yayasan Forum Adil Sejahtera 90 (YFAS) melaksanakan Workshop di Vasaka Hotel Jakarta Timur, Kamis (16/5/2024) (Foto: Dok MI/Nuramin)

Jakarta, MI - Tujuan perlindungan tenaga kerja harus menjamin berlangsungnya sistem hubungan kerja secara harmonis serta menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan serta tanpa diskriminasi disertai adanya tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. 

Pengusaha dan tenaga kerja wajib melaksanakan dan mentaati serta menghormati ketentuan perlindungan tenaga kerja tersebut sesuai peraturan yang berlaku. 

Pemerintah mengawasi jalannya pelaksanaan aturan ketenagakerjaan agar setiap pihak tidak dirugikan dengan mempertimbangkan perkembangan kemajuan dunia usaha.

Kendati, adanya perbedaan kepentingan antara perusahaan dengan pekerja menyebakan perusahaan melakukan penyelundupan hukum. 

Padahal berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan pekerja yang di PHK sepihak berhak mendapatkan uang pesangon/uang penghargaan masa kerja, namun karena terjadinya penyelundupan hukum dengan menggunakan hubungan kemitraan pada status yang seharusnya hubungan kerja mengakibatkan pekerja tidak mendapatkan hak-hak tersebut, karena hubungan kemitraan tidak terikat dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. 

Dalam acara Workshop yang digelar di Vasaka Hotel Jakarta Timur, Kamis (16/5/2024) Pelikson Silitonga, Direktur Pelaksana Yayasan Forum Adil Sejahtera (YFAS) menyatakan bahwa hubungan Kemitraan dapat berubah menjadi hubungan kerja jika hubungan kemitraan tersebut terbukti memenuhi unsur hubungan kerja, yaitu pekerjaan, upah, perintah dimana unsur hubungan ini bersifat kumulatif yang harus dipenuhi ketiga unsurnya agar suatu hubungan hukum dapat dikatakan hubungan kerja. 

Pemutusan hubungan kemitraan yang terbukti memenuhi unsur hubungan kerja, maka pemutusan hubungan kemitraan ini menjadi pemutusan hubungan kerja (PHK). 

Penyelundupan Hukum Bidang Ketenagakerjaan dalam Hubungan Kemitraan

Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh pekerja terkait perselisahan PHK dapat berpedoman pada Undang-Undang No 2 Tahun 2004 Tentang Peyelesian Perselisihan Hubungan Industial.

Dengan gagasan atau pikiran-pikiran Kemnaker sekarang ini setelah menyerap banyak masukan dari teman-teman buruh bisa merumuskan ini suatu kebijakan untuk memberikan kepastian kepada teman-teman yang masuk didalam hubungan kerja kemitraan.

"Saya kira sikap buruh juga di tingkat lokal dan nasional juga banyak membicarakan ini, tapi sampai sekarang kayaknya tidak ada yang bisa atau belum ada yang bisa memberikan kepastian".

"Apa sih yang harus dilindungi dari hubungan kerja kemitraan dari teman-teman buruh dari beberapa sektor karena ini sudah masuk kepada sektor formal juga," kata Pelikson dalam paparannya.

Perwakilan ojek online (Ojol) dalam kesempatan itu mengakui bahwa selama ini telah bersinergi dengan kemitraan.

Namun yang menjadi pertanyaannya adalah apakah masuk dalam hubungan industri ketenagakerjaan atau masuk dalam kemitraan.

Penyelundupan Hukum Bidang Ketenagakerjaan dalam Hubungan Kemitraan
"Kami nilai ojol tidak ada hak kita baik sebagai mitra maupun sebagai tenaga kerja yang diberikan sebagaimana dalam UU baik UU nomor 13 maupun UU nomor 20. Jadi tidak lebih hanya sebagai pengguna jasa, sebuah sistem elektronik yang menjadi sebuah prodak dari sebuah perusahan elektornik," bebernya.

"Ketika mereka mendefinisikan kami sebagai mitra, kita harus tahu dulu apa dasar hukum yang digunakan yang menjadi parameter pihak perusahaan aplikasi-aplikasi ini didalam membuat perjanjian kemitraan tadi," tambahnya.

Seperti penerapan kemitraan yang diterapkan pihak perusahaan karena sampai saat ini ojol merasa mitra dan kemitraan itu hanya sebuah diksi yang mereka pakai untuk melakukan ekploitasi terhadap pengemudi online.

"Bukan hanya sumber daya manusianya tetapi juga melakukan kapitalisasi terhadap modal para pelaku usaha jasa angkutan," tegasnya.

Endang Rokhani juga mengatakan bahwa ekspoloitasi terhadap pekerja itu menjadi terasa meskipun menjadi revolusi. "Meskipun tujuannya adalah memudahkan segala urusan masyarakat, tetapi korbannya selalu para pekerja," tegasnya.

Penyelundupan Hukum Bidang Ketenagakerjaan dalam Hubungan Kemitraan

Sementara itu, perwakilan pekerja dari Banten yang turut hadir dalam acara itu, mempertanyakan bagaimana kepastian pendapatan, kepastian hubungan kerja dan jaminan sosial dan sampai sejauh mana di kemitraan tersebut.

"Kita sudah diberikan kajian dan sama SPN juga sudah melakukan baik ke Kementerian Ketenagakerjaan sampai ke KSP. Nah ini sampai sejauh mana kalau kita berbicara ingin mengubah UU-nya atau mau diganti atau dicabut UU-nya atau membuat yang baru. Yang kemarin itu saja sampai dimana sampai sejauh mana gitu," ungkapnya.

Penyelundupan Hukum Bidang Ketenagakerjaan dalam Hubungan Kemitraan
Kemudian ditambah lagi ada terkait UU P2SK yang tentunya, menurut dia, akan berdampak pada bagaimana jaminan pensiu terhadap buruh. "Sampai sejauh ini belum ada kepastian hukumnya," katanya.

Dalam kondisi normatif, hubungan kemitraan seharusnya memenuhi unsur perlindungan dalam bentuk kesepakatan, bentuk penghasilan yang didasarkan keberimbangan, dan perselisihan yang diselesaikan dalam bentuk kesepakatan antar-pihak yang bermitra. 

Meski berbeda dengan bentuk hubungan kerja antara buruh-pengusaha yang mengedepankan asas hukum industrial dalam ketiga konteks tersebut, hubungan kemitraan yang diatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM telah mencerminkan kondisi ideal dalam bisnis yang berbasis kesetaraan, saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan.

Arief Rachman, Subkoordinator Pelaksana Bidang Pengembangan Hubungan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan bahwa ojol ini termasuk dalam hubungan Kemitraan sebagaimana dalam UU Nomor 20 Tahun 2008.

"Batasannya hanya pelaku usaha mikro kecil dengan pelaku usaha skala besar, atau pelaku usaha mikro kecil dengan pelaku usaha menengah," tuturnya.

Ketua umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Djoko Heriyono menegaskan bahwa mitra online, itu prinsipnya adalah pekerjaan dan penghasilan. 

Penyelundupan Hukum Bidang Ketenagakerjaan dalam Hubungan Kemitraan

"Adanya pekerjaan ada penghasilan. Nggak ada pengahasilan berarti ada resiko sosial. Di dalam hubungan industrial pemerintah itu hitung hampir 30 persen industri itu milik pemerintah berupa, aneka PBB, aneka PBN, aneka PBA," jelasnya.

Dalam konteks empiris, hubungan kemitraan khususnya dalam ekonomi telah menyimpang dari prinsip dasar kemitraan. Itu terjadi karena melimpahnya pasokan pekerja akibat bonus demografi yang membuat daya tawar pekerja menjadi lemah dihadapan perusahaan platform. 

Mereka terpaksa sepakat dengan pengaturan hubungan kemitraan secara sepihak oleh perusahaan agar dapat terus bekerja. 

Maka sangat pentingnya mensejajarkan posisi tawar mitra melalui peran pemerintah. Upaya tersebut dapat dimulai melalui kewajiban perlindungan kerja serta jaminan kesehatan untuk mendisiplinkan posisi ekonomi satu pihak yang terlampau dominan.

Catatan Yayasan Forum Adil Sejahtera 90 (YFAS)
Dalam acara workshop ini, YFAS menjelaskan bahwa fenomena ketenagakerjaan yang cukup unik belakangan ini yaitu maraknya hubungan kemitraan dalam hubungan kerja khususnya di sektor Jasa, Logistik dan Transportasi berbasis Digital. 

Dalam perspektif ketenagakerjaan, terdapat perbedaan antara hubungan kemitraan dengan hubungan kerja.

Hubungan kemitraan didasarkan pada perjanjian dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sedangkan hubungan kerja didasari oleh perjanjian kerja yang diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. 

Hubungan Kemitraan tidak memiliki dasar hubungan atasan dan bawahan, tentunya berakibat pula pada tidak melekatnya kewajiban pengusaha atas pemenuhan hak-hak normative pekerja. 

Hal inilah yang menjadi celah hukum yang dimanfaatkan oleh pengusaha untuk mempekerjakan tenaga kerja tanpa melalui perjanjian kerja dan membebaskan diri dari kewajiban ketenagakerjaan.

Perbedaan kepentingan antara perusahaan dengan buruh menyebabkan perusahaan melakukan penyelundupan hukum.

Penyelundupan hukum, berdasarkan UU Ketenagakerjaan, pekerjan yang di PHK sepihak berhak untuk mendapatkan uang pesangon/uang penghargaan masa kerja, namun karena terjadi penyelundupan hukum dengan menggunakan hubungan kemitraan pada status yang seharusnya hubungan kerja mengakibatkan pekerja tidak mendapatkan hak-hak tersebut, karena hubungan kemitraan tidak terikat dengan UU Ketenagakerjaan. 

Penyelundupan Hukum Bidang Ketenagakerjaan dalam Hubungan Kemitraan

Hubungan hukum antara pemberi kerja dengan tenaga kerja ialah hubungan kerja. Awal terjadinya hubungan kerja disebabkan adanya perjanjian kerja. Perjanjian kerja merupakan perjanjian yang dilakukan oleh seorang calon buruh dengan pengusaha dalam ketentuan yang mereka sepakati bersama.

Isi dari perjanjian itu antara lain mengenai kapan buruh mulai bekerja dan apa yang akan dikerjakan, kemudian besarnya upah yang akan diterima buruh serta syarat-syarat kerja lain yang disepakati bersama.

Isi hubungan kerja adalah hak dan kewajiban masing-masing pihak (Buruh dan Pengusaha). Hak-hak buruh selalu melekat pada setiap orang yang bekerja dengan menerima gaji. 

Hak buruh tersebut muncul secara bersamaan ketika buruh mengikatkan diri pada si Pemberi Kerja untuk melakukan suatu pekerjaan. 

Beberapa hak-hak buruh yakni, hak atas upah, hak untuk mendapatkan cuti tahunan dan dapat dilakukan sesuai aturan yang berlaku, hak untuk mendapatkan kesamaan derejat di muka hukum, hak untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, dan hak-hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.

Dalam bekerja di perusahaan, seorang perlu membangun hubungan kerja dengan orang lain, termasuk dalam hubungan antara pengusaha dengan buruh. 

Hubungan kerja yang dimaksud adalah hubungan perdata yang didasarkan pada kesepakatan antara buruh dengan pengusaha, biasanya dibuktikan bahwa seseorang memiliki hubungan kerja pada orang lain atau pengusaha adalah perjanjian kerja yang berisi tentang hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak. 

Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian antara buruh dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban.

Agar dapat disebut perjanjian kerja harus dipenuhi 3 unsur yaitu: 

1. Ada orang dibawa pimpinan orang lain dengan adanya unsur perintah. Kedudukan kedua belah pihak tidaklah sama yaitu pihak yang satu kedudukannya diatas, sedangkan pihak yang lain kedudukannya dibawah. 

Jika kedudukan kedua belah pihak sama maka disitu tidak ada perjanjian kerja melainkan perjanjian yang lain, seperti perjanjian kemitraan.

2. Penuaian kerja yang menyangkut dalam kerja adalah manusia itu sendiri sehingga upah sebagai kontraprestasi dipandang dari sudut sosial ekonomis.

3. Adanya upah. Upah menurut pasai 1 angka 30 UU Ketenagakerjaan adalah hak buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan termasuk tunjangan bagi buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. 

"Jadi upah adalah imbalan termasuk tunjangan," tegas Yayasan Forum Adil Sejahtera 90 (YFAS).

Memang tidak mudah menciptakan hubungan kerja yang baik. Pengusaha ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, sedangkan buruh kepentingannya adalah kesejahteraan, sehingga umumnya pengusaha memandang kesejahteraan buruh adalah ongkos produksi yang selalu harus ditekan seminimalkan mungkin karena akan mengurangi keuntungan pengusaha. 

Hak-hak seperti inilah yang membuat banyak terjadinya penyelundupan hukum dengan menggunakan hubungan kemitraan pada status yang seharusnya adalah hubungan kerja yang dilakukan oleh pengusaha kepada buruhnya.

Permasalahan penyelundupan hukum ini dapat menyebabkan terjadinya perselisihan hubungan industrial.

Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibtkan pertentangan antara pengusaha dengan buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, kepentingan, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu Perusahaan.

Sebagai contoh tindakan penyelundupan hukum di bidang ketenagakerjaan, Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta pusat Nomor 47/Pdt.Sus.PHI/2019/PN.Jkt.Pst junto Putusan Mahkamah Agung Nomor 478 K/Pdt.Sus-PHI/2020 junto Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat No. 668/PDT.G/2023/PN.JKT.BRT. 

Berdasarkan pasal 156 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi “dalam hal terjadi PHK, perngusaha diwajibkan membayar uang pesangon, dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima”. Namun ternyata pekerja awak supir tersebut tidak mendapatkan uang pesangon. 

Pihak PT. Sadikun menyatakan bahwa hubungan Perusahaan dengan pekerja awak supir adalah hubungan kemitraan maka konsekuensi hukumnya adalah tidak ada kewajiban oleh PT. Sadikun untuk memenuhi hak buruh seperti yang diamanatkan oleh UU Ketenagakerjaan, karena hubungan kemitraan tidak tunduk pada UU Ketenagakerjaan.  

Menurut Yayasan Forum Adil Sejahtera 90 (YFAS), ada langkah-langkah Advokasi untuk merubah kebijakan di Kementerian Ketenagakerjaan dan juga Upaya Legislasi review di DPR RI. 

Ada pemetaan masalah perjanjian kemitraan dalam hubungan Ketenagakerjaan.  Adanya pendapat hukum dari pemangku kepentingan untuk merubah ketentuan dalam hubungan kerja kemitraan.

Sekadar tahu, bahwa peserta Workshop sebanyak 30 orang terdiri dari:
1. Kementerian Tenaga Kerja RI
2. LBH Jakarta
3. TURC
4. Lips
5. KPKB
6. FGSBM 

Penyelundupan Hukum Bidang Ketenagakerjaan dalam Hubungan Kemitraan
7. ASOOI
8. BOM
9. Gayatri Nusantara (Ojol Perempuan)
10. Aliansi Perak Bekasi
11. GBJ Jakarta
12. Partai Buruh
13. Mahardhika
14. Media online
15. YFAS

(Nuramin)

Topik:

YFAS Ojol Buruh Kemnaker