Melebihi Data BPS! Pengamat Minta Menaker Ida Klarifikasi soal 10 Juta Gen Z Menganggur

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 23 Mei 2024 13:09 WIB
Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar (Foto: Dok MI/Pribadi)
Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar (Foto: Dok MI/Pribadi)

Jakarta, MI -  Pengamat Ketenagakerjaan, Timboel Siregar turut menyoroti pernyataan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah tentang 10 juta Gen Z menganggur dan mencari kerja.

Merujuk pada buku publikasi Badan Pusat Statistik atau BPS yang berjudul “Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2024” yang dirilis beberapa waktu lalu diinformasikan bahwa jumlah Pengangguran Terbuka di Februari 2024 sebanyak 7,2 juta orang, turun dari tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 7,99 juta di Februari 2023. 

BPS juga mencatat Penduduk Usia Kerja (PUK) pada Februari 2024 sebanyak 214 juta, yaitu penduduk di atas 15 tahun.

"Angkatan kerja kita yang bekerja sebanyak 142,18 juta per Februari 2024, yang mengalami kenaikan 3,55 juta dibandingkan data Februari 2023 yang jumlahnya 138,63 juta orang," kata Timboel kepada Monitorindonesia.com, Kamis (23/5/2024).

Sebagian besar penduduk bekerja sebagai pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) dengan persentase sebesar 65,60 persen (93,27 juta). Sementara itu, 34,40 persen (48,9 juta orang) merupakan pekerja tidak penuh (jam kerja kurang dari 35 jam per minggu).

Pekerja tidak penuh tersebut terbagi menjadi setengah pengangguran sebesar 8,52 persen dari total orang bekerja (atau 12,11 juta), dan pekerja paruh waktu sebesar 25,88 persen (atau 36,79 juta).

"Setengah pengangguran adalah mereka yang jam kerjanya di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam per minggu) dan masih mencari pekerjaan atau bersedia menerima pekerjaan lain," jelasnya.

Sementara itu pekerja paruh waktu adalah mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu, tetapi tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain.

Menurut wikipedia definisi generasi Z (disingkat menjadi Gen Z dan dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai zoomer), adalah mereka yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. 

"Tentunya dari definisi tersebut Gen Z ada yang sudah masuk ketegori usia kerja dan belum masuk usia kerja," beber Timboel.

Timboel menegaskan, bahwa dari data Februari 2024 yang disajikan BPS di atas, pernyataan Menaker yang menyatakan pengangguran dari Gen Z jumlahnya sampai 10 juta, perlu diklarifikasi lebih lanjut karena jumlah pengangguran terbuka saja sebanyak 7,2 juta orang. 

"Apakah yang disebut pengangguran dari Gen Z tersebut meliputi semua pengangguran terbuka termasuk setengah pengangguran yang memang masih mencari kerja, karena jumlah yang disebut bu Menaker melebihi dari jumlah pengangguran terbuka yang dirilis BPS".

"Lalu perlu diperjelas juga bahwa Gen Z tidak semuanya sudah masuk dalam penduduk usia kerja, karena seseorang yang lahir 2010 masih berusia 14 tahun sehingga belum disebut Penduduk Usia Kerja," ungkap Timboel.

Pada Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka (TPT) penduduk kelompok umur muda (15–24 tahun) merupakan TPT tertinggi, yaitu mencapai 16,42 persen. 

Sementara itu, TPT penduduk kelompok umur tua (60 tahun ke atas) merupakan yang paling rendah, yaitu sebesar 1,14 persen. Gen Z masuk dalam kategori usia 15 – 24 tahun, yang memang setiap tahun TPT nya tinggi. 

"Tentunya memang tugas pemerintah adalah untuk terus berusaha membuka lapangan kerja lebih banyak lagi sehingga bisa menurunkan TPT termasuk membuka lapangan pekerjaan untuk setengah pengagguran yang memang masih berusaha mencari kerja," tutur Timboel.

Pun Timboel menyatakan bahwa, kehadiran UU Cipta Kerja yang selama proses pembuatannya kerap kali dikampanyekan sebagai upaya jitu untuk membuka lapangan kerja formal yang lebih banyak dalam upaya mengatasi defisit angkatan kerja. 

"Sehingga bisa menurunkan secara signifikan TPT dan setengah pengangguran, namun hingga saat ini belum mampu menurunkan pengangguran terbuka secara signifikan," beber Timboel.

Di tahun 2020, realisasi investasi di Indonesia sebesar Rp. 826,3 Triliun dan membuka lapangan kerja formal sebanyak 1.156.361. Lalu di 2021 realisasi invetasi meningkat menjadi Rp. 901 Triliun dan lapangan kerja formal yang dibuka sebesar 1.207.893. 

Di 2022 realisasi investasi meningkat lagi menjadi Rp. 1.207,2 Triliun dan pembukaan lapangan kerja formal sebanyak 1.305.001.

Menurut Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) realisasi investasi di 2023 sebesar Rp1.418,9 triliun dengan menyerap 1,82 juta tenaga kerja Indonesia (lapangan kerja formal). Ada kenaikan cukup signifikan pembukaan lapangan kerja formal di 2023 (sebesar 500 ribu), dengan pertumbuhan realisasi investasi di 2023 naik Rp. 210 Triliun. 

"Pertumbuhan angkatan kerja di kisaran 3,5 juta orang. Jadi penciptaan lapangan kerja formal yang terjadi masih belum mampu mengatasi defisit angkatan kerja. Akhirnya angkatan kerja lebih banyak terserap di sektor informal".

Pembukaan lapangan kerja di 2023 tersebut masih belum mampu mengatasi defisit Angkatan kerja juga, yang di 2023 (yoy) Berdasarkan data Badan Pusat Statistisk (BPS), jumlah penduduk bekerja di Indonesia mencapai 139,85 juta orang pada Agustus 2023 dengan peningkatan jumlah Angkatan kerja sebanyak 4,55 juta orang atau tumbuh 3,37% dibanding Agustus 2022 (year-on-year/yoy). 

"Masih terus terjadi defisit Angkatan kerja," tegasnya.

Dengan semakin meningkatnya orientasi industri di padat modal dan padat teknologi (disertai penggunaan AI) maka pembukaan lapangan kerja formal akan semakin sedikit, dan semakin sulit untuk mengatasi defisit  angkatan kerja. 

Gen Z adalah kelompok penduduk produktif yang memang harus dibekali oleh skill sehingga dapat memenuhi kebutuhan dunia usaha dunia industri (DUDI), yang setelah diberikan pelatihan dilanjutkan dengan mempertemukan SDM Gen Z dengan kebutuhan DUDI di informasi pasar kerja. 

Pemerintah diharapkan dapat memprioritaskan peningkatan skill Gen Z secara signifikan dengan dukungan anggaran yang baik, dan Pemerintah pun harus mampu menjaring SDM Gen Z yang sesuai dengan kebutuhan DUDI.

"Masalah link and match yang selama ini menjadi isu klasik bagi angkatan kerja kita harus mampu diselesaika dengan fokus pada pelatihan untuk peningkatan skill yang sesuai dengan kebutuhan DUDI, dan informasi pasar kerja yang akan mempertemuan SDM dan DUDI," katanya.

"Investor akan lebih senang berinvestasi di Indonesia bila SDM Angkatan kerja bisa memenuhi kebutuhan DUDI sehingga tugas pemerintah untuk meyakinkan investor bahwa Indonesia memiliki SDM yang mumpuni untuk bekerja bagi investor secara langsung dan berkualitas," imbuh Timboel Siregar.