Arus Impor Makin Besar, Banggar DPR Sebut Banyak Industri Dalam Negeri Gulung Tikar

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 18 Juni 2024 15:50 WIB
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah (Foto: MI/Dhanis)
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah, mengaku heran dengan kebijakan pemerintah terkait impor, terutama pada sektor-sektor yang makin menggerus devisa dan dianggap memukul mundur sektor industri dan tenaga kerja.

Menurutnya, importasi mestinya difokuskan sebagai kebijakan jangka pendek untuk menutupi defisit pangan dan energi yang terus berlanjut.

"Besarnya arus impor ini membuat arus USD makin pergi. Bukan hanya rupiah yang terpukul karena meluaskan keran impor, sejumlah industri dalam negeri seperti tekstil malah gulung tikar dan merumahkan karyawannya," kata Said Abdullah kepada wartawan, Selasa (18/6/2024).

Apalagi kata dia, pecahnya perang antara Ukraina dan Rusia semakin membuka pintu masuk Bank Sentral Amerika Serikat (AS) untuk memberlakukan suku bunga tinggi sebagai respons atas inflasi tinggi akibat kenaikan harga komoditas global.

Sehingga dampaknya, sejumlah mata uang negara-negara dunia mengalami tekanan hebat, di antaranya Lira, Yen, Won, Bath, Riyal, Peso hingga Rupiah. Semuanya terjerembab dalam nilai tukar yang rendah.

"Kecenderungan rupiah loyo disebabkan situasi eksternal dan internal. Belakangan investor menarik diri, khususnya dalam perannya sebagai buyer di Surat Berharga Negara (SBN)," ungkap Said. 

Untuk diketahui, nilai mata uang rupiah tahun ini berada di level Rp15.317 hingga 16.483 per Dolar AS. Angka ini menunjukkan minus 5,25 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Untuk itu, Said meminta pemerintah agar tak terlena dengan data inflasi rendah di level 3 persen. Sebab, inflasi rendah semata mata tidak bisa terbaca sebagai terkendalinya harga kebutuhan pokok rakyat. 

"Jika disandingkan dengan sejumlah data lainnya seperti berlanjutnya keputusan sejumlah industri merumahkan karyawan, tingkat konsumsi rumah tangga pada tahun 2023 dan berjalan 2024 tidak setinggi tahun 2022," tukas Said.