PP No 28/2024 Dikhawatirkan Biang Kerok Pabrik Rokok Legal Bangkrut Berbuntut  PHK

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 31 Agustus 2024 00:15 WIB
Sejumlah pekerja rokok di salah satu pabrik rokok terbesar di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tengah sibuk menyelesaikan tugas pembuatan rokok sigaret kretek tangan, Selasa (2/4/2024).
Sejumlah pekerja rokok di salah satu pabrik rokok terbesar di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, tengah sibuk menyelesaikan tugas pembuatan rokok sigaret kretek tangan, Selasa (2/4/2024).

Jakarta, MI - Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan disebut bakal berdampak luas terhadap industri rokok nasional.

Ketua Umum Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, mengatakan, ruang lingkup Pengamanan Zat Adiktif yang termuat pada Pasal 429 - 463 dalam PP 28/2024 akan berdampak ganda (multiplier effect) bagi kelangsungan industri kretek nasional legal di tanah air.

Dia mencontohkan Pasal 435 yang berbunyi "Setiap orang yang memproduksi dan/atau mengimpor produk tembakau dan rokok elektronik harus memenuhi standardisasi kemasan yang terdiri atas desain dan tulisan," ungkap Henry, di Jakarta, Jumat (30/8/2024).

Henry Najoan mensinyalir Pasal 435 adalah titipan untuk menuju kemasan polos yang sudah lama jadi misi kelompok anti tembakau yang memberikan tekanan pada pemerintah untuk meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

"Perlu dicatat, negara yang mempunyai industri rokok yang besar seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, Argentina, dan lain-lain secara gamblang menolak diintervensi dalam mengatur industri tembakau di negaranya masing-masing," lanjut Henry.

Merujuk kajian GAPPRI, proses penyusunan PP No 28/2024 sejak awal sudah menuai polemik, prosesnya sangat tidak transparan dan tanpa partisipasi bermakna. Padahal, partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang terdampak dijamin dalam Undang Undang No 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas UU No 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan.

Henry Najoan menegaskan, upaya pemerintah memperketat regulasi dengan memberlakukan PP No 28/2024 khususnya Pasal 429 - 463, tidak hanya mematikan pabrik rokok kretek legal, dampak sosialnya juga bertambah.

Penyerapan tembakau dan cengkeh dalam negeri akan menurun tajam serta dampak negatif sangat besar bagi kesejahteraan petani tembakau, cengkeh, pekerja logistik, pedagang dalam negeri dan kehilangan nafkah di sepanjang mata rantai nilai industri kretek legal nasional.

Henry Najoan mengungkapkan, industri kretek legal nasional sudah dalam kondisi rentan yang terlihat dari turunnya jumlah pabrik dari 4.000 pada tahun 2007 menjadi 1.100 pabrik pada tahun 2022. 

Tidak pelak lagi, pemerintah perlu bersiap untuk menghadapi gelombang pengangguran besar yang akan memberikan konsekuensi ekonomi maupun sosial.

"Negara juga akan kehilangan penerimaan dari cukai hasil tembakau (CHT) konvensional yang sangat besar, dan akan dibarengi dengan massifnya peredaran rokok ilegal," tegas Henry Najoan.

GAPPRI juga mencatat, PP No 28/2024 disinyalir melanggar Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tentang penghormatan hak ekonomi, sosial, budaya (ekosob) warga negara dengan masing-masing profesinya. 

Selain itu, PP No 28/2024 ruang lingkupnya lebih mewakili agenda FCTC daripada melindungi kemaslahatan asosiasi petani, serikat pekerja, asosiasi ritel, pelaku usaha, dan asosiasi industri tembakau.

Henry Najoan khawatir, terbitnya PP 28/2024 berpotensi menciptakan konflik sosial baru dalam pengawasan terhadap implementasi pasal-pasal

'Jebakan batman'. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa regulasi tersebut belum tentu dapat mencapai tujuan pembuatannya karena tidak efektif di lapangan.

"Pengesahan PP No 28/2024 membuktikan pemerintah gagal menyajikan keseimbangan perspektif antara kesehatan publik dan penguatan ekonomi dengan mengorbankan warga negaranya sendiri dan lebih memihak kepentingan asing," kata Henry Najoan.

Henry Najoan mengingatkan, kedaulatan negara yang diwujudkan dalam kemandirian pemerintah selayaknya secara mandiri mengambil kebijakan yang dibutuhkan. Pasalnya, pemerintah Indonesia lah yang paling tahu kondisi Indonesia. Bukan pemerintah negara lain, terlebih lagi LSM dari luar negeri.

Pemerintah seharusnya menyadari saat proses membahas sebuah peraturan yang memunculkan implikasi luas terhadap publik, pemerintah tidak hanya mempertimbangkan satu aspek (kesehatan) saja.

"Dalam kasus PP No 28/2024, di luar kesehatan, pemerintah semestinya mempertimbangkan aspek lain seperti kesejahteraan rakyat, penyerapan tenaga kerja, keberlangsungan hidup petani tembakau, dan kontinyuitas sektor industri kretek legal nasional, hingga penerimaan negara," jelasnya.

Henry menambahkan, secara umum hukum internasional melarang suatu negara atau pihak asing lainnya untuk campur tangan dalam urusan negara lain. Namun kerap kepentingan tersebut dititipkan oleh para proxy di suatu negara. Rakyat berdaulat dan merekalah pemilik suara di negeri ini. Suara rakyat wajib didengar pemerintah Indonesia, utamanya mereka yang hajat hidupnya bergantung pada industri kretek legal nasional.

"Kami tegaskan, GAPPRI menolak keras PP 28/2024 yang jelas arahnya pada misi perdagangan dan penyisipan agenda LSM asing yang disponsori oleh kapitalis industri pesaing kretek untuk menghancurkan industri kretek legal nasional," ungkap Henry Najoan. (Selamat Saragih)

Topik:

PHK Rokok Ilegal PP No 28/2024