Biodiesel B40 Tersendat, Minim Insentif dan Kendala Anggaran

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 19 Februari 2025 13:17 WIB
BIodiesel (Foto: Ist)
BIodiesel (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Pemerintah terus mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, termasuk implementasi biodiesel B40. Namun, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap sejumlah tantangan yang menghambat kelancaran program ini, terutama terkait keterbatasan insentif dan minimnya dana pengawasan akibat efisiensi anggaran.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menjelaskan bahwa pelaksanaan B40 dilakukan melalui dua skema, yakni Public Service Obligation (PSO) dan Non-PSO. Namun demikian, skema PSO menghadapi kendala besar karena insentif yang diberikan belum mencakup seluruh kebutuhan.

Dari total target alokasi 15,62 juta kiloliter (kL) sepanjang 2025, yang mendapatkan insentif dari Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) hanya 7,55 juta kL atau sekitar 48 persen.

"Kami melaporkan juga progres implementasi B40, ini tantangan secara umum kita memiliki keterbatasan-keterbatasan memang, tetapi dalam progres pengawasan ini kita mengupayakan bahwa keterbatasan dana insentif tadi yang hanya di-cover separoh oleh BPDP ini tidak berdampak kepada sektor non-PSO," ungkap Eniya dalam Rapat Kerja Komisi XII DPR RI, Selasa (18/2/2025).

Salah satu tantangan dalam penerapan B40 adalah keterbatasan dana untuk pengawasan, yang disebabkan oleh kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah berupaya menggandeng berbagai pihak, termasuk BPDP, agar turut serta dalam pendanaan pengawasan implementasi B40.

"Saat ini memang karena ada efisiensi anggaran, pengawasan saat ini kita sudah upayakan negosiasi untuk dilakukan pendanaan juga tambahan dari BPDP untuk bisa melakukan pengawasan bersama implementasi dari program B40," jelasnya.

Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah keterbatasan kapasitas produksi bulanan badan usaha bahan bakar nabati (BU BBN). Di sisi lain, kebutuhan terus berfluktuasi, sehingga pasokan yang tersedia tidak selalu dapat memenuhi permintaan.

"Dan memang keterbatasan kemampuan produksi dan saat ini sudah kita berhitung untuk seluruh BU BBN, badan usaha, bahan bakar nabati yang sebanyak 28 perusahaan itu mempunyai kapasiti faktor yang tinggi," bebernya.

Terakhir, tingginya biaya produksi serta persaingan moda transportasi turut menjadi kendala dalam implementasi B40. Faktor-faktor ini kerap menyebabkan keterlambatan pengiriman, yang berdampak pada kelancaran distribusi.

"Dan keterbatasan isu yang lain saat ini kita bisa mengidentifikasi mungkin moda transportasi yang kadang-kadang kapal terlambat satu hari ataupun keterbatasan di wilayah jetty karena lokasi penyimpanannya juga harus bertambah 5 persen dan itu sedang disesuaikan," tutup Eniya.

Topik:

kementerian-esdm b40 efisiensi-anggaran biodiesel