Seberapa Efektifkah Mahkamah Internasional dalam Menyidangkan Kasus?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Januari 2024 15:19 WIB
Afrika Selatan mengajukan gugatan kasus genosida terhadap Israel di ICJ di Den Haag, Belanda pada 11 Januari 2024 (Foto: MI/EPA-EFE/REX/SHUTTERSTOCK)
Afrika Selatan mengajukan gugatan kasus genosida terhadap Israel di ICJ di Den Haag, Belanda pada 11 Januari 2024 (Foto: MI/EPA-EFE/REX/SHUTTERSTOCK)

Jakarta, MI - Mahkamah Internasional (ICJ) menggelar sidang kedua gugatan Afrika Selatan tentang dugaan genosida oleh Israel terhadap Palestina di Gaza pada Jumat (12/1). Tim pengacara Israel bersikeras menolak segala tuduhan terhadap mereka.

Dalam pembelaannya, Israel menyanggah tuduhan yang dilayangkan Afrika Selatan. Menurut tim pengacara Israel, interpretasi Afrika Selatan atas kejadian-kejadian yang terjadi “luar biasa terdistorsi” dan “kalau memang ada aksi genosida, ini dilakukan terhadap Israel”.

Afrika Selatan telah menyajikan "deskripsi kontra-faktual" mengenai konflik Israel-Palestina, kata pengacara Israel Tal Becker dalam sidang pada Jumat (12/1).

Dalam pidato pembukaannya, Tal Becker mengatakan kepada pengadilan bahwa meskipun penderitaan warga sipil adalah hal yang “tragis”, Hamas berusaha “untuk memaksimalkan kerugian sipil bagi warga Israel dan Palestina, bahkan ketika Israel berupaya untuk meminimalkannya”.

Sehari sebelumnya, tim pengacara Afrika Selatan mempresentasikan berkas gugatan mereka di gedung ICJ di Den Haag, Belanda. 

Afrika Selatan mengatakan operasi militer Israel di Gaza adalah sebuah kampanye genosida yang dipimpin negara Israel dengan tujuan melenyapkan populasi Palestina.

Rencana Israel "menghancurkan" Gaza datang dari "tingkat tertinggi negara", menurut tim pengacara Afrika Selatan dalam sidang perdana yang digelar Mahkamah Internasional di Den Haag, Kamis (11/01).

Gugatan yang diajukan Afrika Selatan menyerukan agar ICJ memerintahkan Israel menghentikan operasi militer di Gaza. Di sisi lain, ICJ hanya akan memberikan opini terkait tudingan genosida mengingat kasus ini bukanlah sidang pidana. Sebelumnya, Komnas HAM mendorong pemerintah Indonesia “untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ.”

Akan tetapi, juru bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia mengatakan Indonesia “secara hukum tidak bisa menggugat” karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sementara itu, Indonesia juga bukanlah Negara Pihak – negara yang setuju untuk terikat perjanjian internasional berkekuatan hukum.

Lantas seberapa efektifkah Mahkamah Internasional dalam menyidangkan kasus?

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan lembaga peradilan internasional kerap tidak efektif dalam menegakkan putusan yang telah dibuat karena "tidak ada penegak hukum yang dapat memaksakan putusan".

"Dalam masyarakat internasional, yang berlaku adalah hukum rimba yaitu siapa yang kuat dia yang menang. Might is Right," ujarnya dikutip pada Sabtu (13/1).

Walaupun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Genosida, Hikmahanto mengatakan Indonesia tetap bisa memanfaatkan resolusi Majelis Umum PBB yang meminta advisory opinion (saran dan pendapat) dari Mahkamah Internasional (ICJ).

Juru bicara Kemenlu Indonesia Lalu Muhammad Iqbal sebelumnya mengatakan Menlu Retno Marsudi telah dijadwalkan menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional terkait hal ini.

ICJ diperkirakan akan mengeluarkan keputusan mengenai permintaan Afrika Selatan untuk penghentian serangan bersenjata sebagai langkah-langkah darurat akhir bulan ini.

Menurut AFP, dalam konteks permohonan darurat ini, pengadilan tidak akan memutuskan bagian fundamental dari gugatan – apakah Israel benar-benar melakukan genosida – tetapi apakah hak warga Gaza untuk hidup berada dalam bahaya.

Adapun mengenai tuduhan genosida, proses persidangan bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Putusan-putusan ICJ adalah final dan tanpa banding – tetapi pengadilan tidak memiliki kewenangan untuk memaksakan putusan-putusan mereka.

Pada 2022, ICJ memerintahkan Rusia “segera menghentikan operasi militer” di Ukraina tetapi Moskow mengindahkannya. (wan)