Bagaimana Posisi Indonesia dalam Konvensi Genosida?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Januari 2024 16:59 WIB
Pengacara Afrika Selatan, Adila Hassim (paling kanan), dalam sidang perdana di Mahkamah Internasional, 12 Januari 2024 (Foto: Reuters)
Pengacara Afrika Selatan, Adila Hassim (paling kanan), dalam sidang perdana di Mahkamah Internasional, 12 Januari 2024 (Foto: Reuters)

Jakarta, MI - Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) Atnike Nova Sigiro, pada Selasa (9/1) lalu mengatakan Komnas HAM Palestina mengimbau mereka untuk mendukung upaya hukum Afrika Selatan di Mahkamah Internasional.

“[Komnas HAM RI] mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ atas dugaan genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza Palestina,” tutur Atnike.

Menanggapi hal tersebut, Kementerian Luar Negeri mengatakan Indonesia secara moral dan politis mendukung sepenuhnya upaya hukum Afrika Selatan atas dugaan genosida Israel di Gaza.

“Namun secara hukum Indonesia tidak bisa ikut menggugat karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida dimana Indonesia bukan Negara Pihak,” ujar juru bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal.

“Di sisi lain Majelis Umum PBB telah meminta saran dan pendapat Mahkamah Internasional mengenai “status dan konsekuensi hukum” pendudukan Israel terhadap Palestina,” ungkapnya.

Dalam kaitan ini, kata Iqbal, pada 19 Februari 2024 mendatang Menlu Retno Marsudi dijadwalkan hadir untuk menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional guna mendorong Mahkamah memberikan pendapat lisan seperti yang diminta oleh Majelis Umum PBB.

Indonesia adalah satu dari beberapa anggota PBB yang tidak menjadi Negara Pihak dalam Konvensi Genosida.

Sementara itu, dosen senior untuk Kajian Indonesia dari Universitas Queensland, Annie Pohlman, mengatakan dalam makalahnya bahwa Indonesia sepertinya tidak akan meratifikasi Konvensi Genosida – juga instrumen HAM kuat lainnya seperti Statuta Roma – dalam waktu dekat mengingat sejarah panjang dan kelamnya seperti pelanggaran HAM 1995-1996.

“Retorika ritualisme hak asasi manusia Indonesia hanya akan bisa menjadi janji-janji kosong,” tulis Pohlman dalam esai bertajuk Indonesia and the UN Genocide Convention: The Empty Promises of Human Rights Ritualism (Indonesia dan Konvensi Genosida PBB: Janji-Janji Kosong Ritualisme Hak Asasi Manusia).

Terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyoroti komitmen pemerintah Indonesia dalam bidang hak asasi manusia (HAM) yang menurutnya “setengah hati”.

“Dalam kebijakan luar negeri dan sikap RI dalam forum regional maupun multilateral yang membahas krisis hak asasi manusia di sejumlah wilayah maupun dalam kaitan dengan ratifikasi perjanjian internasional seperti Suriah dan Palestina, baru sebatas pernyataan moral. Belum ada langkah konkret,” kata Usman.

Menurut pegiat HAM itu, Indonesia baru sebatas komitmen normatif dan masih bersikap setengah hati di tingkat ratifikasi perjanjian internasional sehingga pelaksanaannya di lapangan menjadi tidak efektif.

Bahkan ada sejumlah perjanjian penting yang relevan dengan situasi krisis di Palestina, Ukraina, hingga Myanmar tapi hingga kini tidak kunjung diratifikasi. Contohnya Konvensi Genosida, Konvensi Pengungsi dan Statuta Roma.

“Bahkan agenda ratifikasi Statuta Roma kini dihapus dari RANHAM [Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia],” ujar Usman.

Implikasinya, kata Usman, adalah Indonesia semakin kehilangan pijakan untuk berperan secara nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia.

Menanggapi pertanyaan mengenai kenapa Indonesia masih belum meratifikasi perjanjian relevan untuk krisis HAM seperti Konvensi Genosida PBB, menurut Usman, Indonesia memiliki sejarah kekerasan politik yang panjang.

“Termasuk yang dapat digolongkan ke dalam jenis kejahatan paling serius seperti kejahatan kemanusiaan dan genocida,” kata Usman.

Sementara menurut Teuku Rezasyah, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Genosida. "Karena belum adanya kepaduan sikap diantara pemerintah, parlemen, dan masyarakat umum," katanya.