Pedoman Jaksa Agung Soal Perkara Narkotika Diapresiasi

mbahdot
mbahdot
Diperbarui 8 November 2021 21:51 WIB
Monitorindonesia.com - Pedoman Jaksa Agung yang diterbitkan untuk perkara narkotika diapresiasi banyak pihak. Alasannya, pedoman tersebut memastikan jaksa harus menuntut rehabilitasi terdakwa pengguna narkotika dan turut berkontribusi pada penerapan restorative justice. Peneliti Institue for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati menilai, Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 merupakan solusi tepat dalam penanganan perkara narkotika. Namun dia meminta implementasinya tidak dipukul rata dalam arti, rehabilitasi diberikan kepada mereka yang masuk kategori pecandu. “Rehabilitasi diberikan kepada mereka yang masuk kategori pecandu, tetapi bagi mereka yang tidak memiliki ketergantungan seharusnya perkaranya bisa dikesampingkan atau dituntut dengan pidana bersyarat dengan masa percobaan,” ujar Maidina, Senin (8/11/2021). Dia meminta Pedoman Nomor 18 tersebut harus disempurnakan dalam implementasi melalui Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dengan penetapan mekanisme rehabilitasi melalui proses hukum. Artinya, pada level ini, jaksa harus memastikan mereka yang dituntut rehabilitasi merupakan pecandu yang didukung oleh data medis. Dia beralasan tidak semua orang yang ditangkap dalam perkara narkotika dapat dituntut rehabilitasi, karena terdapat pula kemungkinan tersangka ditangkap karena sebatas coba-coba, bukan pecandu madat. Dalam konteks ini, jaksa bisa melakukan opsi seponering atau menuntut hukuman percobaan ketika perkaranya sudah bergulir di persidangan. “Lebih dari itu jaksa juga harus mempertegas lagi apakah penetapan rehabilitasi secara hukum dapat disamakan dengan penghentian penuntutan,” kata dia. Selain ICJR, Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIp) ikut mengapresiasi lahirnya Pedoman Nomor 18 Tahun 2021. Bahkan Direktorat Tindak Pidana Narkoba ikut mendukung lahirnya Pedoman Jaksa Agung itu. Direktur Tindak Pidana Narkoba Mabes Polri, Brigjen Krisno H Siregar menyebutkan, polisi siap bersinergi dengan kejaksaan dalam penanganan perkara narkotika. Terlebih, Polri telah memiliki dua beleid terkait penanganan perkara narkotika yang mengharuskan pecandu dikenakan sanksi rehabilitasi. Dia menyebutkan, Polri telah menerbitkan Perkabareskrim Polri Nomor 01 Tahun 2016 tentang Standar Operasional Prosedur (SOP) Penanganan Pecandu dan Korban Penyalahguna Narkotika ke Lembaga Rehabilitasi dan Surat Edaran Kabareskrim Nomor SE/01/II/2018 tanggal 15 Februari 2018 tentang Petunjuk Rehabilitasi Bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika. Selain itu, terdapat pula Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2021 tanggal 19 Agustus 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif. “Tentunya kepolisian dapat bersinergi dengan kejaksaan dalam penanganan narkotika,” tuturnya.