Polri Perlu Membuat Aturan Kasus Tindakan Penembakan atau Kekerasan yang Mematikan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 14 Juli 2022 17:50 WIB
Jakarta, MI - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) perlu membuat aturan dalam kasus tindakan penembakan ataupun kekerasan yang mematikan. Hal itu disampaikan oleh Pengamat Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Azmi Syahputra, merespons kasus baku tembak anak buah Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo yakni antara Bharada E dan Brigadir Yoshua (J). "Mengamati beberapa kasus penembakan yang mematikan, terlihat bahwa tempat kejadian perkara yang sudah berubah, alat bukti yang tidak utuh, berantakan, dipindahkan, dimusnahkan bahkan hilang," ujar Azmi kepada Monitorindonesia.com, Kamis (14/7). Karenanya, lanjut Azmi, hal itu guna mengantisipasi hal ini kembali terjadi dimasa yang akan datang perlu dibuat legal guidelines atau standard operasional prosedur setingkat Peraturan Kepolisan (Perkap) terkait tindakan penembakan bagi anggota Polri yang mematikan agar ada kesamaan landasan hukum. "Aturan Perkap ini mengatur rumusan secara rinci antara lain: bila ada kasus penembakan maka, harus membuat laporan terperinci tentang penggunaan senjata dengan uraian lengkap kejadian, semua senjata yang dipakai di sita( digudangkan), segera lakukan penggeledahan ditempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya, siapapun personil yang terlibat dinonaktifkan," lanjutnya. Di nonaktifkan sementara ini, menurut Azmi, menjadi kunci agar memudahkan pemeriksaan dan penyelidikan, juga menghindari rasa ragu, rasa tersinggung, tidak enak hati kepada sesama anggota apalagi bila terjadi pada orang yang selama ini dikenal berprilaku baik dan jabatannya lebih tinggi yang diduga melakukan kesalahan. "Tentunya ini juga menjadi pekewuh untuk menegurnya, hal seperti ini yang perlu diantisipasi oleh pimpinan," jelasnya. Lebih lanjut, dalam perkap ini juga harus memuat untuk lakukan audit atas penggunaan upaya paksa maupun kekerasan dengan senjata. "Segera proses hukum dan/atau etik profesi jika ada pelanggar prosedur, dan perlu diumumkan ke publik atas hasil audit dan berikan reward termasuk kenakan sanksi bagi yang melakukan kesalahan," tegasnya. Hal ini, kata Azmi, perlu diatur guna memperkuat integritas polri termasuk menghindari kesewenang wenang atas nama independensi. "Tidak boleh unduc process, termasuk agar tidak rusaknya TKP atau alat bukti, dan yang terpenting hal ini sekaligus dapat menjadi sarana keseimbangan untuk pertanggungjawaban hukum maupun menjadi bahan pembelaan bagi anggota polri yang melakukan penembakan yang mematikan serta terpenuhinya rasa keadilan bagi masyarakat," tutup Azmi Syahputra. [Ode]

Topik:

Polri