Kasus KM 50 Kembali Jadi Perbincangan Usai Ferdy Sambo Dibawa ke Mako Brimob

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 9 Agustus 2022 14:31 WIB
Jakarta, MI - Kasus KM 50 kembali menjadi perbincangan publik pasca mantan Kadiv Provam Polri Irjen Ferdi Sambo dibawa ke Mako Brimob terkait tewasnya Brigadir J. Kasus KM 50 sendiri sempat menghebohkan publik dan menimbulkan sejumlah kontroversi di masyarakat. Kejadian ini dinamakan kasus KM 50 karena terjadi di KM 50 Tol Cikampek. Kasus KM 50 merupakan peristiwa penembakan terhadap enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di tol Jakarta – Cikampek. Kasus ini kini menjadi trending topik di Twitter lantaran tak sedikit pihak yang mengaitkan kasus tewasnya Brigadir J dengan kasus KM 50 yang saat itu ditangani oleh Irjen Ferdy Sambo. Sementara diketahui, pelaku penembakan ke enam korban tersebut adalah dari pihak instansi Polri. Pada kasus tersebut, hasil putusan sidang terhadap dua personel Polri, yakni Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Keduanya terbukti bersalah karena telah melakukan penganiayaan hingga menyebabkan korban jiwa. Akan tetapi, keduanya tidak dijatuhi hukuman karena alasan pembenaran, yaitu menembak untuk membela diri. Menurut Hakim Ketua Muhammad Arif Nuryatna dalam KUHP dijelaskan tentang alasan pembenaran yang terdiri dari beberapa poin, satu diantaranya karena perbuatan yang dilakukan atas dasar pembelaan terpaksa. Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menduga bahwa kasus Brigadir J memiliki kemiripan dengan kasus KM 50 yang terjadi di Tol Cikampek tersebut. ”Kasus pembunuhannya di-delay lama, akhirnya bebas semua. Lalu, keenam Laskar FPI itu malah dijadikan tersangka dan dihentikan karena tersangka sudah meninggal dunia,” jelas Refly Harun di kanal YouTube miliknya. Refly Harun mengungkapkan, sejak awal dari ahli intelijen telah menyampaikan sudah ada aroma rekayasa dalam kasus tewasnya Brigadir J. Hal tersebut sudah mulai terlihat dari kasus yang berawal soal pembunuhan, kemudian tiba-tiba berubah menjadi kasus pelecehan seksual. Ia juga mengaku heran sebab berita atas kasus pelecehan itu terus-menerus diumbar. ”Ini aneh, yang ditingkatkan ke penyidikan justru laporan pelecehan seksual, padahal fakta yang jelas terlihat adalah kasus pembunuhan. Kemungkinan tujuannya agar tersangka atau calon tersangkanya sudah meninggal dunia sehingga sesuai kitab UU Hukum Acara Pidana, kasus bisa dihentikan,” kata Refly.