Pengacara Bharada E: Ferdy Sambo Bagaikan "Iblis" Perintahkan Anak Buahnya Habisi Brigadir J

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 11 Agustus 2022 21:21 WIB
Jakarta, MI - Pengacara Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Deolipa Yumara mengungkapkan kisah tragis  Jum'at tanggal 8 Juli 2022 yang menewaskan Brigadir Nopriansyah Hutabarat atau Brigadir J bahwa ternyata dieksekusi dalam kondisi sedang berlutut. Kata dia, berdasarkan keterangan Bharada E bahwa Brigadir J ditembak berkali-kali di lantai rumah Ferdy Sambo tanpa ada perlawanan. Bharada E, jelas dia, menemukan Brigadir Yosua Hutabarat, yang dia panggil Bang Yos, sudah dalam posisi berlutut. Ferdy Sambo, lanjut dia, memerintahkan Bharada E untuk menembak. Bila melawan perintah, Bharada E yang akan ditembak. "Yoshua disuruh naik keatas, Yoshua berlutut dihadapan Sambo, berlutut, lagi berlutut kalau menurut keterangan Richard, Richard memegang pistol, Sambo juga pegang pistol, tapi Sambo pakai sarung tangan, biasa kan namanya mafia kan suka pakai sarung tangan," jelas Deolipa Yumara, di Channel Uya Kuya TV, tayang Kamis (11/8). Richard Eliezer saat itu, lanjut Deolipa, memegang pistol dan Ferdy Sambo juga memegang pistol yang mana jika Bharada E tidak menembak Brigadir J maka kemungkin dialah yang akan ditembak oleh mantan Kadiv Propam Polri itu. "Ketika Ricard berada diatas, megang pistol, rambutnya (Brigadir J) mungkin seperti ini (Deolipa sambil memberikan contoh menarik rambut, dan kedua tangannya ditaruh ke bagian leher posisi berlutut) dalam posisi itu kan atas perintah Ferdy Sambo kepada Richard, sekarang tembak, tembak woe, ya namanya perintah ya, Richard ketakutan, kalau Richard gak nembak mungkin dia yang ditembak, karena sama sama memegang pistol, akhirnya Richard karena atas perintah, Richard langsung tembaklah,  dor-dor-dor, kadang kan tapi penyabab melihat kejadian ini, ini teman dekat  dimana Richard ngakunya motif membunuh disuruh membunuh teman dekat sendiri, "ungkap Deolipa. Menurut Deolipa, secara pribadi, apa yang dilakukan oleh Ferdy Sambo sosok yang keji bagaikan "iblis" juga mafia dan sampai hati menyuruh Bharada E melakukan itu. "Ini sama kaya kita suruh bunuh Ibu kita ini, ga berani juga, tapi karena ia diperintah sama "iblis", iblisnya Sambo itu juga, diperintah sama iblis, woe tembak woe tembak woe, Richard, karena dia mungkin begitu diperintah atasan dia bawahan, karena itu perintah komandannya, perintah harus dijalankan, ya ditembak 4 sampai 5 kali, mati anak orang," bebernya. "Bagaimana bisa Kadiv Propam bintang dua berani membunuh Polisi ?saat kejadian, Putri ada dimana, Richard tidak bicara," sambungnya dengan tegas. Atas peristiwa berdarah itu, jelas Deolipa, bahwa kliennya sampai saat ini masih syok dan kena mental. "Richard syok, mental kena secara kejiwaan mentalnya, ya kenalah, tembak darah muncrat, darah muncrat jaraknya hanya dua meter, mungkin dia belum pernah lihat darah kali, kalau lihat darahkan jiwa langsung berubah," katanya. Selain itu, Deolipa juga menyayangkan, Ferdy Sambo yang tidak mau menjadi saksi dalam kasus berdarah dirumah pribadinya sendiri itu. "Perintah yang waktunya singkat bisa membuat pikiran jernih tapi kalau dia tak perpikir jernih bisa saja dia yang ditembak mati, karena Yoshua mati maka dia jadi saksi, saksi Sambo juga gak mau dia jadi saksi tembak aja dia sampai mati, tinggal Sambo bikin cerita,"ungkapnya. Namun demikian, kata dia, untuk yang lebih jelasnya pengungkapan kasus ini akan jelas dan terang saat dipersidangan nanti. "Tapi itu saja dulu deh ceritanya kita tunggu saat dipersidangan, tapi saya kasi bocoran dikit, setiap ada bocoran saya akan ungkapkan biar ada gambaran ke masyarakat indonesia. Bocoran setelah ini peristiwa mereka baku atur antara pimpinan kepolisian yang dibawah komandonya si Sambo kan , begini, begini, meraka semunyakan,"pungkasnya. Sebagai informasi, dalam kasus ini Polisi telah menetapkan empat orang tersangka. Keempat tersangka tersebut adalah Irjen Ferdy Sambo, Bharada Richard Eliezer atau E, Brigadir Ricky Rizal atau RR, dan KM. Irjen Ferdy Sambo, Brigadir RR, dan KM dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP, serta diancam hukuman mati, penjara seumur hidup, dan selama-lamanya penjara 20 tahun. Untuk Bharada E dijerat Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan 56 KUHP. Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan tidak ditemukan fakta peristiwa tembak menembak seperti yang dilaporkan. Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak menembak, tegas dia, FS melakukan penembakan dengan senjata milik Brigadir J ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah-olah terjadi tembak menembak. “Untuk membuat seolah olah terjadi tembak menembak saudara FS melalukan penembakan dengan senjata milik J ke dinding berkali-kali membuat kesan seolah terjadi tembak menembak,” kata Sigit. [Ode]