Motif Konsorsium 303 Jadi Kunci Pengungkapan Kasus Pembunuhan Brigadir Yosua

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 29 Agustus 2022 11:44 WIB
Jakarta, MI -  Praktisi Hukum Tata Negara Tomu Pasaribu menilai, sulitnya Polri mengungkap motif pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (J), bukan karena belum mengetahui apa motif yang sebenarnya. Kata dia, kalau motif yang sebenarnya diumumkan Polisi maka kasus ini akan merembet kemana-mana, sehingga perlu strategi untuk meminimalisir kasus pembunuhan yang dilakukan Ferdy Sambo. Tom begitu ia disapa, menjelaskan bahwa dari awal penanganan kasus ini sudah aneh dan janggal, polisi berusaha semaksimal mungkin menutup kasus ini rapat-rapat, kasus ini terbongkar karena usaha dan upaya adri keluarga Brigadir Yosua. "Upaya keluarga Brigadir Yosua tidak sia-sia, karena disambut publik di medsos, bahkan Polri bergerak setelah ada laporan dari pengacara pihak keluarga bahwa kematian Brigadir Yosua adalah pembunuhan, baru Polri melakukan penyelidikan pembunuhan, padahal beberapa Polisi mengatakan ditemui Ferdy Sambo setelah melakukan pembunuhan," jelas Tom sapaan akrabnya saat dihubungi Monitorindonesia.com, Senin (29/8). Tom melanjutkan, ketika awak media meminta pendapat Presiden tentang kasus kematian Brigadir Yosua, empat kali Presiden membuat pernyataan agar kasus ini dibuka seterang-terangnya, setelahnya Presiden sudah enggan membahas kasus Ferdy Sambo lagi. Padahal, tandas Tom, sesuai UU, Polisi berada dibawah Presiden langsung. Pertanyaannya kenapa Presiden tidak memanggil Kapolri secara langsung ke istana setelah kasus ini mencuat dan menjadi polemik, serta memberikan tenggat waktu kepada Kapolri dalam penuntasan kematian Brigadir Yosua? "Informasi yang beredar ditengah masyarakat, kalau motifnya kasus judi, maka dipastikan Ferdy Sambo akan membuka seluas-luasnya kemana dan siapa saja yang menikmati hasil uang judi tersebut, bahkan dalam perbincangan tersebut kemungkinan hasil konsorsium 303 tersebut dipergunakan sebagai pendanaan dalam Pilpres 2019 melalui 'JHL'," ungkapnya. Dikalangan orang tertentu pembahasan tersebut dibahas dengan sangat hati-hati, karena Presiden juga pernah berkunjung ke 'JHL'. Hal tersebutlah, menurut Tom, yang menyebabkan penanganan kasus Ferdy Sambo begitu lama, dengan alasan sulit mengungkap motifnya. Padahal, tegas Tom, otak pembunuhnya sudah mengaku, kasus pelecehan seksual sudah Polri patahkan. "Kenapa Polri menggiring opini agar masyarakat percaya terhadap motif pembunuhan pelecehan sekseual di magelang?," tanya Tom. Untuk itu, tambah Tom, Presiden dan Polri perlu membuktikan bahwa pembahasan tersebut tidak benar adanya dengan mengumumkan ke publik motif pembunuhan berencana yang dilakukan Ferdy Sambo percintaan, judi dan korupsi. "Kalau motif konsorsium 303 tidak dijadikan salah satu motif, berarti apa yang jadi pembahasan ditengah masyarakat benar adanya, dan Polri terlibat semua," tutupnya. [Aan]