SGY: Jangan Salahkan KPK Periksa Anies Baswedan Dugaan Korupsi Formula E

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 September 2022 14:15 WIB
Jakarta, MI - Sepertinya masih ada masyarakat yang gagal paham. Mereka selalu menyemburkan opini negatif pada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, yang sedang menyelidiki dugaan korupsi Formula E. Pengamat kebijakan publik Sugiyanto Emik menilai, seharusnya masyarakat menghentikan menyalahkan KPK, termasuk tentang hal memintai keterangan dari Anies Baswedan. "Sebaiknya, mari kita dukung KPK untuk segera menuntaskan masalah tersebut," kata SGY sapaan akrabnya dalam keterangannya, Minggu (25/9). Sesungguhnya, menurut SGY, yang jadi soal Formula E yakni lantaran Gubernur Anies melalui Dinas Pemuda dan Olagraga mengunakan uang Negara. "Dana APBD DKI Jakarta tahun 2019 dan 2020 dipakai untuk membayar biaya commitment fee Formula E kepada Formula E Operasional (FEO) senilai Rp 560 miliar," bebernya. Ketika itu, lanjut dia, Formula E seharusnya diselenggarakan pada 4 Juni 2020 di Jakarta. Tetapi ditunda karena muncul masalah wabah Covid-19. Atas hal ini, Lalu 33 anggota DPRD DKI Jakarta ingin mengunakan hak Interpelasi kepada Gubernur Anies, tetapi gagal. "Akan tetapi, tentang pembayaran biaya commitment fee Formula E Rp 560 miliar tetap dianggap bermasalah," ungkapnya. Atas persoalan tersebut akhirnya, muncul pro kontra dimasyarakat. Bahkan, kata dia, masyarakat melakukan unjuk rasa meminta KPK memeriksa Formula E. Kemudian ada warga masyarakat yang melaporkan masalah ini kepada KPK. Selanjutnya, KPK wajib menindaklanjuti laporan masyarakat sepanjang dianggap memenuhi ketentuan aturan. Lalu KPK menyelidiki dugaan korupsi Formula E. Wabil khusus, KPK mendalami tentang duit Negara untuk pembayaran biaya commitment fee Formula E Rp 560 miliar. Apalagi KPK diberitahu oleh Kemendagri bahwa duit Negara tak boleh dipakai untuk tujuan bisnis. "Nah, jadi dalam penyelidikan dugaan korupsi Formula E, KPK sedang menjalankan tugas Negara sesusai ketentuan aturan Undang-Undang. Artinya, siapapun “WAJIB” mendukung tugas KPK ini," katanya. "Bila kita menentang tugas KPK, maka dapat dianggap sebagai kelompok pendukung koruptor. Bahkan pada tahap penyidikan, pihak-pihah yang menghalangi KPK dapat diancam dengan perbuatan pidana," sambungnya. Sejatinya, lanjut SGY, andai saja sejak awal pembayaran biaya commitment fee Rp 560 milyar mengunakan dana dari BUMD PT. Jakarta Propertindo (Jakpro), maka tak akan menjadi rumit. Pemprov DKI bisa berdalih pada prinsip Bisnis to Bisnis bagi PT. Jakpro dan untung-rugi. "Tetapi nasi sudah menjadi bubur. Pemprov DKI Jakarta mengunakan duit Negara untuk biaya commitment fee Rp 560 miliar. Sampai saat ini KPK masih sedang menyelidiki dugaan korupsi Formula E. Dalam hal ini, 100 persen publik pasti mendukung KPK," urainya. Jadi KPK akan tetap jalan terus, tegak lurus menjalankan tugas Negara. Yang dilakukan KPK adalah murni soal penegakan hukum, bukan urusan politik, elektoral dan lainnya, termasuk bukan untuk menjegal Anies Baswedan pada pilpres tahun 2024. "Mari kita semua harus bisa bersikap adil. Kegiatan formula E pada pada 4 Juni 2022 di Ancol Jakarta telah kita dukung. Untuk itu maka dukungan yang sama juga wajib kita berikan kepada KPK dalam penyelidiki dugaan korupsi Formula E," jelasnya. Pada akhirnya, jelas dia, KPK akan mengumumkan ada atau tidak adanya kerugian Negara atas dugaan korupsi Formula E. "Dalam hal terjadi kerugian Negara, maka siapapun pelakunya pasti akan ditindak oleh KPK. Tetapi bila tak ada kerugian Negara, maka kasus ini pasti akan ditutup," tutupnya.