Komisi III DPR desak KPK Jemput Paksa Lukas Enembe

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 September 2022 11:11 WIB
Jakarta, MI - Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa mengambil langkah jemput paksa Gubernur Papua Lukas Enembe, karena sudah tidak hadir dalam tiga kali pemanggilan lembaga antirasuah tersebut. Menurut dia, tindakan penjemputan paksa bisa dilakukan KPK karena Lukas sudah tiga kali dipanggil KPK namun tidak pernah hadir. "Namanya hukum itu juga 'equality before the law', semua pihak diperlakukan sama, dilihat konteksnya. Misalnya memicu ketegangan namun garis besarnya 'equality before the law," kata Habiburrokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (27/9). Habiburokhman mendukung penuh langkah tegas KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, namun tetap harus taat pada mekanisme dan prosedur hukum yang berlaku. Sebelumnya, KPK memanggil Gubernur Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (26/9). Lukas resmi dicegah keluar dari wilayah Indonesia terhitung sejak tanggal diterimanya pengajuan pencegahan sampai dengan 7 Maret 2023. Kuasa Hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Stefanus Roy Rening mengatakan mengunjungi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, guna menyampaikan surat penundaan pemeriksaan kliennya atas panggilan kedua penyidik KPK di Jakarta, Senin (26/9) "Saya hari ini ke KPK untuk menyampaikan surat, surat penundaan karena gubernur kan diundang hari ini untuk diperiksa KPK. Saya harus datang ke sana menyampaikan surat," kata Roy saat konferensi pers di Kantor Penghubung Pemerintah Provinsi Papua di Jakarta Selatan. Roy menjelaskan kliennya sedang dalam kondisi sakit sehingga masih belum dapat memenuhi panggilan pemeriksaan KPK terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek bersumber APBD Papua. "Bapak masih belum sehat," ucapnya.