Dear KPK, Apa Kabar Kasus Sri Mulyani Pegawai BPK?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 September 2022 12:15 WIB
Jakarta, MI – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami para pihak yang diterlibat dalam kasus dugaan korupsi Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan, Bali Dalam kasu ini, mantan Bupati Tabanan dua periode (2010-2015 dan 2016-2021), Ni Putu Eka Wiryastuti, diduga menyuap Yaya Purnomo dan Rifa Surya keduanya PNS Kemenkeu dilakukan bersama sama dengan Dewa Nyoman Wiratmaja. Namun itu, sepertinya KPK lupa dengan komitmennya, bahwa akan menggali keterangan saksi lainnya dengan mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Sri Mulyani, yang sekarang diduga sebagai pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Pada hari Selasa (17/5) lalu, KPK mengagendakan pemanggilan terhadap Sri Mulyani. Dia akan diambil keterangannya mengenai kasus dugaan korupsi pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tabanan, Bali. "Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri. Akan tetapi, KPK saat itu keliru pada penulisan jabatan instansi saksi. Akhirnya, KPK akan kembali memanggil Sri Mulyani dalam perkara dugaan korupsi pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan, Bali itu. Pelaksana Tugas (Plt) Jurubicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, tim penyidik telah menjadwalkan pemanggilan saksi untuk tersangka Bupati Tabanan periode 2010-2015 dan 2016-2021, Ni Putu Eka Wiryastuti (NPEW) di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Selasa (17/5). Saksi yang dipanggil atas nama Sri Mulyani selaku Pengadministrasi umum pada subagian pengajaran dan pelatihan bagian administrasi umum IPDN Kampus Jakarta Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). "Yang bersangkutan tidak hadir dan informasi yang kami terima, terdapat kekeliruan yaitu nama saksi yang dibutuhkan penyidikan dimaksud bukan berprofesi ASN pada IPDN," ujar Ali kepada wartawan, Rabu sore (18/5). Akan tetapi kata Ali, saksi Sri Mulyani yang dimaksud seharusnya Sri Mulyani yang bekerja di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Tim Penyidik selanjutnya akan mengagendakan pemanggilan saksi lain yang terkait dengan perkara ini," pungkas Ali. Namun demikian, hingga sekarang KPK belum juga memanggil saksi Sri Mulyani itu. Atas hal inilah, publik menilai lembaga antirasuah itu seolah-olah tidak berani memanggil Sri Mulyani yang saat ini berstatus sebagai pegawai BPK RI. Bahkan, patut diragukan keberanian KPK untuk mengusut tuntas kasus ini dan memanggil Sri Mulyani karena hingga saat ini KPK terbukti belum pernah memanggil pegawai BPK RI itu. Padahal dalam persidangan, Bupati Tabanan itu, pernah menyebutkan bahwa dalam kasus itu ada keterlibatan pegawai BPK RI. Terkait hal ini, Monitor Indonesia pada beberapa hari lalu, telah menginformasi kepada pihak KPK terkait perkembangan kasus tersebut. Dalam hal ini rencana pemanggilan saksi Sri Mulyani yang diduga sekarang sudah dipindahtugaskan dari IPDN ke BPK RI, namun KPK hingga saat ini belum juga memberikan informasi update. Status saksi Sri Mulyani sebagai pegawai BPK RI itu, sempat diungkapkan oleh Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I) Tomu Pasaribu dalam podcast Monitorindonesia.com, Rabu (22/6) lalu. Kata dia, seharusnya KPK harus jelas memangil saksi dalam sebuah kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor). Bupati Tabanan juga sudah diperiksa dan dalam persidangan, bahwa ia juga menyebut ada keterlibatan anggota BPK. Menurut Tomu, Sri Mulyani yang beberapa tahun lalu dipindahtugaskan ke BPK yang kemungkinan bisa menjadi saksi kunci dalam kasus tersebut. “Tidak menutup kemungkinan saya katakan dia termasuk saksi kunci atas keterlibatan terhadap seseorang yang sedang di sidik oleh KPK sebagai lembaga independen yang sangat kuat, kok bisa salah mengirimkan surat,” kata Tomu. Pernyataan KPK sebelumnya, kata dia, akan mencari saksi lain artinya KPK harus benar-benar serius mengusut kasus ini. “Apakah KPK serius menangani kasus ini,” tanya Tomu. Sebelumnya, KPK memanggil Sri Mulyani selaku Pengadministrasi umum pada subbagian pengajaran dan pelatihan bagian administrasi umum IPDN Kampus Jakarta Institut Pemerintahan Dalam Negeri Bandung. Sri Mulyani menjadi saksi dalam kasus dugaan korupsi pengurusan Dana Insentif Daerah (DID) Kabupaten Tabanan, Bali. KPK menyatakan surat panggilan atas nama Sri Mulyani bukan berprofesi ASN di IPDN. Namun, Fikri enggan menjelaskan Sri Mulyani mana yang harusnya diperiksa penyidik. “Tim penyidik selanjutnya akan mengagendakan pemanggilan saksi lain yang terkait dengan perkara ini,” kata dia Seperti diketahui, dalam kasus ini, Ni Putu Eka Wiryastuti tengah menanti putusan banding pasca diputus 2 tahun penjara kasus korupsi dana insentif daerah (DID) Tabanan tahun 2018. Putusan itu lebih ringan setengah dari tuntutan jaksa KPK. Atas putusan itu, tim jaksa penuntut umum (JPU) KPK, Eko Wahyu Prayitno dkk turut banding. Selain pidana penjara, Eka juga divonis denda 50 juta subsidair 1 bulan kurungan. Pidana denda yang dijatuhkan hakim juga lebih rendah dari permintaan JPU yakni sebesar 110 juta. Terkait tuntutan pencabutan hak politik terdakwa, majelis hakim tidak mengabulkannya. Dalam amar putusannya hakim menyebut perbuatan terdakwa menyuap Yaya Purnomo dan Rifa Surya keduanya PNS Kemenkeu dilakukan bersama sama dengan Dewa Nyoman Wiratmaja (berkas terpisah). Perbuatan ini ditegaskan terbukti melanggar pasal 5UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dirubah dengan UU RI Nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP. Sekadar mengingatkan, kasus yang menjerat Eka ketika Pemkab Tabanan tengah kekurangan keuangan tahun 2017 lalu. Bupati Eka ingin menaikan APBD Tabanan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Insentif Daerah (DID)untuk APBD tahun 2018. Stafsus Bupati, Dewa Wiratmaja mendapat mandate mencari jalan memuluskan rencana itu. Selanjutnya Wiratmaja melalui jaringannya bertemu dengan dua pegawai dari kementrian keuangan yaitu Kepala Seksi Dana Alokasi Khusus Fisik II Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Rifa Surya serta pejabat Kemenkeu ketika itu, Yaya Purnomo. Dalam beberapa kali pertemuan mereka menyepakati sejumlah hal, termasuk success fee sebesar 2,5 persen dari anggaraan Dana Insentif Daerah (DID) yang nanti disetujui. Rifa dan Yaya Purnomo minta komitmen fee 2,5 persen. Dan serahkan tanda jadi di awal 300 juta. Dalam proses selanjutnya Dewa Wiratmaja menyerahkan uang sebesar Rp. 600 juta kepada Yaya Purnomo dan Rifa. Penyerahan dilakukan dua kali, masing-masing sebelum Tabanan masuk daftar Kabupaten penerima DID. Sedangkan sisanya 300 juta diserahkan setelah Kabupaten Tabanan masuk daftar Kabupaten penerima DID sebesar Rp. 300 juta. Uang tersebut dibagi dua secara merata. Rifa dan Yaya Purnomo masing-masing mendapat 300 juta. Pada 27 Desember 2017 Dewa Wiratmaja kembali bertemu Yahya Purnomo di Restoran Sunda, Cikini, Jakarta Pusat. Kali ini Dewa Wiratmaja menyelesaikan pembayaran succsess Fee sebesar $ 55.400 US. Penyelesaian menggunakan mata uang asing sesuai permintaan Yaya Purnomo dalam pertemuan beberapa waktu sebelumnya. Pada 27 Desember Dewa Wiratmaja dan Yahya Purnomo bertemu di Cikini selesaikan 55.300 dollar Amerika yang dimasukan amplop coklat. Yaya Purnomo menghubungi Riffa guna membagi dua uang tersebut. [Aan]