Cerita Sopir Ambulans: Usai Antar Jenazah Brigadir J Disuruh Tunggu Sampai Subuh

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 7 November 2022 15:46 WIB
Jakarta, MI - Sopir ambulans yang mengevakuasi jenazah Brigadir J, Ahmad Syahrul Ramadhan mengaku disuruh menunggu hingga pagi, usai mengantar jenazah Yosua ke RS Polri. Hal itu disampaikan Ahmad Syahrul saat menjadi saksi dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir J, dengan terdakwa Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf di PN Jakarta Selatan, Senin (7/11). Awalnya, Syahrul menceritakan saat dirinya diminta mengevakuasi korban di Kompleks Polri Duren Tiga pada Jumat (8/7). Namun, ia mengaku terkejut lantaran awalnya mengira menjemput orang sakit. Ia semakin terkejut setelah melihat kondisi jasad yang berlumur darah. Syahrul mengatakan saat itu Yosua masih memakai masker hitam. Ia juga mengatakan dirinya melihat dada kiri Yosua bolong akibat luka tembak. Ia juga diminta untuk mengecek nadi Yosua. Singkat cerita, usai jenazah Brigadir J dievakuasi, Syahrul diminta mengantarkan jenazah ke Rumah Sakit Polri dengan ditemani satu anggota Provos Polri. Namun, setelah tiba di RS Polri, petugas memintanya untuk membawa jenazah ke Instalasi Gawat Darurat (IGD). "Pertama sampai itu nggak langsung masuk forensik yang mulia, ke kamar jenazah. Tapi ke IGD," kata Syahrul dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (7/11). Karena bingung, Syahrul lantas bertanya ke petugas, namun petugas mengatakan dirinya cuma mendapat arahan tersebut. "Saya bertanya sama yang temani saya 'Pak izin kok ke IGD dulu? Biasanya kalau saya langsung ke kamar jenazah, ke forensik'. Dia bilang 'Wah saya nggak tahu mas saya ikutin perintah aja, saya nggak ngerti'," ujar Syahrul. Syahrul mengatakan petugas IGD juga terkejut saat kedatangan mobil ambulans tersebut ternyata membawa jenazah. Akhirnya, jenazah Brigadir J itu tidak dicek di IGD tapi dibawa ke kamar jenazah. "Saya ke IGD, sampai IGD sudah ramai, saya buka pintu, datang dah tuh petugas RS polri (bertanya) 'korbannya berapa orang?' Waduh saya bingung, 'hanya satu', terus dilihat 'waduh kok udah di kantong jenazah, emang ada orang'. Ditanya 'korban berapa?' (Jawab) 'satu', terus 'Ya sudah mas dibawa ke belakang saja kamar jenazah forensik'," jelas Syahrul. Setelah mengantar jenazah Brigadir J, beberapa saat kemudian, saat dirinya hendak pamit pulang, Syahrul mengaku disuruh menunggu oleh salah satu polisi. Ia pun mengikuti arahan itu. "Setelah saya drop jenazah ke troli jenazah. Saya parkir mobil, terus saya bilang 'Saya izin pamit Pak'. Sama anggota di RS terus bapak-bapak tersebut bilang katanya 'Sebentar dulu ya Mas, tunggu dulu'. Saya tunggu tempat masjid di samping tembok sampai jam mau subuh yang mulia," kata Syahrul. "Hah, mau subuh saudara nungguin?" tanya hakim. "Iya yang Mulia. Pas saya mau ke depan, 'sudah mas di sini aja', terus saya bilang pak izin saya haus. Sembari menunggu saya dibelikan air dan sate," jawab Syahrul. "Kenapa saudara disuruh nunggu sampai subuh?" tanya hakim. "Enggak tahu," kata Syahrul. "Buset! Hanya tunggu jenazah tanpa tahu ada apa-apa?" ujar hakim. Syahrul mengaku tidak menerima bayaran lebih selain upah mengantar jenazah dan cuci mobil. Dalam sidang ini, Bharada E, Bripka Ricky Rizal (RR), dan Kuat Ma’ruf didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Ketiganya didakwa melakukan tindak pidana pembunuhan berencana bersama-sama dengan Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi. Atas perbuatannya itu, mereka didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.