Jadi Tersangka Korupsi BTS Kominfo, Ini Peran Dirut Moratelindo

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 4 Januari 2023 21:38 WIB
Jakarta, MI - Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia atau Moratelindo inisial GMS, menjadi salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi, dalam penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tahun 2020-2022. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung RI Kuntadi, mengatakan bahwa GMS memiliki peran secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada tersangka AAL (Direktur Utama BAKTI) ke dalam Peraturan Direktur Utama beberapa hal yang diketahui dimaksudkan untuk menguntungkan vendor, dan konsorsium serta perusahaan yang bersangkutan. "Bertindak sebagai salah satu supplier salah satu perangkat," katanya kepada wartawan, Rabu (4/1). [caption id="attachment_513083" align="alignnone" width="300"] Dirut Moratelindo GMS[/caption] Diketahui, dalam kasus ini, selain GMS, Kejaksaaan Agung juga menetapkan Anang Achmad Latif (AAL) selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Yohan Suryanto (YS) selaku Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020 sebagai tersangka. “Berdasarkan dua alat bukti, tim penyidik Jampidsus telah meningkatkan penyidikan umum ke tahap penyidikan khusus dengan menetapkan tiga orang tersangka,” kata Kuntadi. Penahanan ketiga tersangka itu dilakukan, usai diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka. Kejagung menahan ketiga-nya, untuk masa penahanan pertama selama 20 hari ke depan. Mulai tanggal 4 Januari sampai dengan 23 Januari. Kini tersangka ALL dan YS ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, sementara tersangka GSM ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Para tersangka disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Udang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.