Status JC Bharada E Bakal Jadi Pertimbangan dalam Sidang Etik

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 16 Februari 2023 11:51 WIB
Jakarta, MI - Mabes Polri mengatakan status justice collaborator (JC) Richard Eliezer atau Bharada E bakal menjadi pertimbangan dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Hal itu disampaikan Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo terkait kemungkinan Bharada E kembali ke Polri usai divonis 1 tahun 6 bulan penjara dalam kasus pembunuhan Brigadir J. Dedi mengatakan keputusan kembalinya Bharada E sebagai anggota Polri nantinya akan diputuskan oleh Majelis Hakim KKEP berdasarkan aturan dan ketentuan yang berlaku. "Tentunya berdasarkan PP 1 Tahun 2003, kemudian PP No 7 tahun 2022, nanti ada mekanismenya sidang KKEP," kata Dedi kepada wartawan di Mabes Polri, Kamis (16/2). Dedi mengatakan, sidang KKEP juga akan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak. Termasuk pendapat para ahli dan juga status JC yang diberikan PN Jaksel. Lebih lanjut, Dedi mengatakan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah mempertimbangkan Polri untuk mendengarkan saran masukan dari masyarakat. Karena menurutnya yang terpenting rasa keadilan masyarakat harus terpenuhi terkait kasus tersebut. Dedi menambahkan bahwa Divisi Propam Polri juga telah menjadwalkan pelaksanaan sidang KKEP terhadap Bharada E. Namun belum diketahui secara pasti kapan sidang etik itu akan digelar. "Nanti apabila jadwal pastinya sudah ada, proses sidang dan hasilnya juga sudah ada, Insyaallah akan sesegera mungkin kita sampaikan kepada rekan-rekan media," ujarnya. Diketahui, Bharada E adalah terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, yang berstatus justice collaborator (JC). Dalam kasus ini, Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E divonis 1 tahun 6 bulan penjara. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menilai Richard telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap Brigadir J. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan,” kata ketua majelis hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Rabu (15/2). Putusan itu jauh lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yang menginginkan Richard dihukum dengan pidana 12 tahun penjara.