Jadi Tersangka Korupsi, Bupati Meranti Ngaku Khilaf dan Minta Maaf

Rekha Anstarida
Rekha Anstarida
Diperbarui 8 April 2023 11:04 WIB
Jakarta, MI - Bupati Meranti Muhammad Adil resmi menjadi tersangka kasus korupsi. Ia pun mengaku telah khilaf dan meminta maaf atas perbuatannya tersebut. "Saya memohon maaf kepada seluruh warga Kepulauan Meranti atas kekhilafan saya," kata Adil, Sabtu (8/4) dini hari. Dia menyampaikan hal itu saat keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk masuk ke mobil. Dia selanjutnya digiring ke rumah tahanan. Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Bupati Meranti Muhammad Adil sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Adil ditetapkan sebagai tersangka bersama dua orang lainnya. “KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yaitu pertama MA (Muhammad Adil) Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti periode 2021-2025, kemudian FN (Fitria Nengsih), ini kepala BPKAD Pemkab Kepulauan Meranti sekaligus kepala cabang PT TN, kemudian MFA (M Fahmi Aressa) auditor BPK Perwakilan Provinsi Riau,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Jumat (7/4). Ketiganya langsung ditahan. Muhammad Adil dan Fitria ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih, sedangkan Fahmi dikurung di Pomdam Jaya Guntur. “Untuk mempermudah proses penyidikan, ketiga tersangka akan ditahan untuk 20 hari pertama terhitung dari tanggal 7 April 2023 sampai dengan 26 April 2023,” kata Alex. Adapun Adil ditetapkan sebagai tersangka dalam tiga kasus dugaan korupsi. Tiga dugaan korupsi yang dilakukan Adil, yaitu pemotongan anggaran, gratifikasi jasa umrah, dan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Riau. Alex mengatakan Adil sebagai penerima suap melanggar pasal 12 huruf f atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu Adil juga sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kemudian Fitria sebagai pemberi melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Fahmi sebagai penerima melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.